7. Deep Talk

124 16 0
                                    

Petra berjalan cepat setelah menerima pesan dari adik sepupunya yang sudah tiba di kantin kampus. Kantin kampus mereka memang agak unik karena semua mahasiswa dari seluruh fakultas akan tumpah ruah di sana. Tidak ada kantin fakultas, yang ada hanya satu area besar yang sering mereka sebut sebagai area kuliner. Saking banyaknya pilihan makanan, banyak orang dari luar kampus yang juga turut mendatangi area tersebut.

Petra beberapa kali dibuat berhenti karena ada mahasiswa yang menegurnya. Ia menggulung lengan bajunya sambil berjalan karena semakin masuk ke dalam, tempat itu mulai terasa panas. Laki-laki yang mengenakan kemeja putih dengan name tag menggantung itu hanya tersenyum dan berusaha tidak berhenti ketika ada mahasiswa menyapa. Namun, langkahnya langsung berhenti begitu melihat pemandangan yang menurutnya cukup aneh.

Petra mengerutkan dahi dan kembali melanjutkan langkahnya. Ia berhenti di meja yang berisi dua orang. "Lama nunggunya?"

Senyum Uli langsung mengembang. Ia bangkit berdiri hanya untuk menyambut. "Udah. Abang lama banget."

Petra tersenyum. Ia menyentuh pundak adik sepupunya, kemudian mereka duduk berdampingan.

Uli bisa langsung merasa kalau Petra tidak nyaman dengan kehadiran Nael. Abang sepupunya itu mengambil satu mangga ketan dan makan dalam diam. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya.

Tatapan mata Uli yang juga jadi tidak nyaman, membuat Nael langsung sadar diri. "Abang udah dateng, aku pamit, ya. Permisi, Bang."

Petra hanya mengangguk pelan, tidak berniat menjawab. Ia juga tidak menatap mantan pacar adiknya itu selama terjebak duduk berhadapan beberapa saat.

Uli melihat kepergian laki-laki berbahu lebar itu dengan berat hati, hingga kepalanya menoleh sampai mentok.

"Udah, liatnya?" Petra bicara dengan nada kecewa. "Abang nggak nyangka kalo kamu masih berhubungan sama Nael." 

Uli langsung balik badan. Ia menyilangkan tangan di depan wajah. "Aku nggak sengaja ketemu dia. Betulan, Bang. Sumpah."

Laki-laki berkemeja putih itu menggeser mangga ketannya dan melipat tangan di atas meja. Tiba-tiba aura serius memancar dari wajahnya. "Uli."

Uli yang tadinya mau pura-pura sibuk mengunyah mangga ketan, auto menegakkan tubuh. Matanya sampai bergetar ketika melihat Petra menatapnya dengan tajam, layaknya seorang detektif yang siap menginterogasi. "Iya, Bang."

"Abang denger kamu mau dijodohin sama anak namboru yang di Jakarta, menurutmu gimana?"

Uli langsung mengembuskan napas lega. Ia kira Petra akan melakukan sidang dadakan karena melihatnya bertemu dengan Nael. "Astaga, nggak dijodohin, Bang. Dikenalin."

"Tapi, ...."

Uli memotong kalimat Petra tanpa aba-aba. "Tolong, ya. Ini, tuh, cuma kenalan doang."

Petra menyandarkan tubuhnya. Berdebat dengan Uli tidak ada gunanya. Ia mengamati gadis berambut tergulung yang langsung melanjutkan makannya dengan ceria. Laki-laki berbibir tipis itu, berbicara pelan, "Nggak sesederhana itu. Makanya Abang tanya pendapatmu."

Uli sangat paham kalau Petra pasti khawatir, tetapi ia benar-benar tidak ingin membahas hal itu sekarang. "Mantan-nya enak banget, Bang."

Petra akhirnya kembali ke mode santai. Ia mulai memakan mangga ketan yang ada di depannya. Kemudian, ia kembali bicara, "Kata Pattar kamu dibeliin es krim banyak banget kemaren. Nggak mau cerita sama Abang?"

Gadis yang sebelumnya menggulung rambut itu, mengurai ikatan rambutnya dan tersenyum jail. "Si Kampret cerita apa, Bang? Dia ngata-ngatain aku nggak?"

Petra tersenyum tipis dan mengunci mulutnya rapat-rapat. Tanpa dirinya terlibat, Uli dan saudara kembarnya memang sudah doyan bertengkar, jadi demi menjaga kedamaian keduanya yang sementara, Petra memilih untuk diam.

SGM 27+ : Semua Gara-gara Marga ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang