12. Akhirnya

106 15 2
                                    

Uli langsung bisa menebak tujuan abang sepupunya ketika mereka berbelok di pertigaan sebelum masuk ke area perumahan. Gadis berbaju putih itu senang-senang saja kalau diajak membeli kue oleh Petra, tetapi ia jadi kelewat kesal karena tahu kalau kue itu untuk perayaan ulang tahunnya. Sepanjang dua puluh enam tahun lebih 365 hari -Uli masih ogah mengakui kalau umurnya sudah resmi berubah menjadi 27 tahun- menjalani hidup sebagai cucu perempuan satu-satunya di keluarga, ini adalah kali pertama Uli dipaksa membeli kue ulang tahunnya sendiri.

"Kayaknya sayang Mamak buat aku, udah luntur." Uli cemberut ketika memilih kue ulang tahun, padahal repetan dari Mamak sudah berlalu setidaknya delapan jam yang lalu.

Petra tertawa. Laki-laki bermata sipit dan berkemeja rapi itu menunjuk salah satu kue. "Yang ini, gimana? Kuenya cantik, red velvet juga. Kesukaan kamu."

Tadinya, Uli sempat mengira kalau abang sepupu kesayangannya itu punya kemampuan magis layaknya cenayang yang bisa melihat menembus lapisan krim, tetapi ia buru-buru menggeleng setelah melihat tag nama kecil yang ada di depan kue tersebut.

Uli melihat kue red velvet yang dilapisi krim putih dan dihiasi beberapa ornamen kupu-kupu. Hanya dengan menatap kue itu beberapa detik, ingatan lampaunya muncul tanpa peringatan.

"Selamat ulang tahun." Seorang laki-laki berkulit pucat berdiri sambil memegang kue dengan krim putih dengan berbagai ornamen kupu-kupu yang membuat kue tersebut kelihatan sangat cantik. Satu buket berisi beberapa bunga lili, menggantung di tangannya.

Uli tersenyum senang, tetapi tidak lama kemudian, tanggul air matanya jebol. Ia langsung berhenti berjalan ketika mendapati Nael menyambutnya setelah selesai tes wawancara. Gadis berambut lurus tebal itu merasa kalau ia tidak melakukan banyak hal. Ia hanya lulus tahap berikutnya.

Begitu melihat kekasihnya menangis, Nael langsung meletakkan kue dan melepaskan buket bunga dari tangannya. Ia buru-buru memeluk Uli dan menenangkannya. "Hey, kamu udah keren banget. Nggak apa-apa. Apapun hasilnya, aku bangga banget sama kamu."

Uli masih menangis ketika ia menarik ujung baju Nael hanya untuk mengusap ingus. "Aku nangis bukan karena tesnya."

Nael tidak bisa menyembunyikan ekspresinya. Ia mengerutkan dahi dan menatap Uli lebih lama dari biasanya. "Terus, kenapa kamu nangis? Nggak suka kuenya?"

"Bukan. Kenapa kamu bilang selamat ulang tahun? Apa jangan-jangan kamu nggak inget kapan ulang tahun aku?"

Nael langsung tepok jidat. Ia segera melakukan klarifikasi sebelum Uli memulai konfrontasi. "Nggak gitu." Laki-laki bermata sipit itu menunduk dan mengusap tengkuk. "Harusnya aku bilang selamat udah berhasil, tapi ...."

Melihat Nael yang salah tingkah membuat Uli sadar kalau laki-laki yang berdiri di depannya kini, sampai salah bicara karena gugup. "Kamu lucu kalo lagi salah tingkah."

Laki-laki yang mengenakan kacamata itu langsung mengelak dengan telak. "Enggak salting, kok."

Uli berjingkrak kegirangan sambil mengitari Nael yang kini wajahnya mulai dirambati rona merah. "Cie, salting. Cie. Masih kaget, ya, punya pacar?"

Nael tidak lagi mengelak, kini ia malah tersenyum lebar. Senyum yang selalu ingin Uli lihat di saat-saat terberat dalam hidupnya, tetapi sayang, masa-masa terberat itu malah hadir karena senyuman yang sama.

Uli menoleh ketika pundaknya ditepuk. Saat itu juga, bayangan dari masa lampau yang menari-nari di kepalanya, lenyap tak bersisa. "Iya, Bang?"

"Jadi, mau kue yang ini?"

Uli menatap kue itu beberapa saat, kemudian ia menggeleng mantap.

Penolakan dari adik sepupunya yang suka dengan red velvet dan kupu-kupu itu sempat membuat Petra heran, tetapi ia tidak bertanya lebih lanjut.

SGM 27+ : Semua Gara-gara Marga ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang