Satu bulan sudah berlalu sejak kejadian Uli menghindari Nael dan Juan. Sudah satu bulan juga Juan menjadi abudemen pribadi bagi Uli. Gadis bermata besar itu senang-senang saja karena ia mendapatkan tumpangan gratis, paling mentok laki-laki jangkung yang doyan nyengir itu hanya minta makan malam bersama sebagai balasan untuk jasa antar jemputnya.
Setelah dijemput di kantor, Uli pasrah saja ketika dibawa Juan ke salah satu restoran terbaru di daerah pusat kota. Menurut Uli ia mendapat keuntungan dua kali lipat karena mendapatkan abudemen pribadi plus makan malam yang bervariasi. Belum lagi Bapak yang minim protes ketika tahu anak perempuannya pergi dengan laki-laki Batak yang punya marga.
"Jadi mau indoor atau outdoor?" Juan bertanya, senyumnya tidak ketinggalan.
"Indoor aja kayaknya. Soalnya mendung."
Juan langsung mengangguk dan tersenyum lebih lebar lagi. Kemudian, mereka berjalan melewati beberapa meja dan berakhir di salah satu meja yang berada di sudut ruangan.
"Mewah banget, ya, malem ini. Kenapa nggak makan pecel lele pinggir jalan aja, sih, kita?" Uli bertanya setengah berbisik soalnya gengsi sama pengunjung meja sebelah yang penampilannya kayak orang habis kondangan.
"Di sini ada pecel lelenya juga, kok." Juan tertawa kecil.
Uli langsung menatap sinis pada deretan pisau dan garpu yang diletakkan di atas tisu dengan cap nama restoran tersebut. "Orang yang makan pecel lele pake pisau sama garpu, fix psikopat, sih."
Juan tertawa. Kali ini cukup keras untuk membuat penghuni meja sebelah menoleh. "Oke, biar nggak jadi psikopat, kita makan steak aja, ya?"
Uli tersenyum. "Bilang aja lo pengen makan steak. Mana ada resto modelan begini jual pecel lele."
Juan salah tingkah sedikit. Ia kehilangan fokus sejenak ketika Uli tersenyum padanya. "Sekali-sekali. Masa kita makan di pinggir jalan terus."
"Iya, sekali-sekali, sekalinya nggak di pinggir jalan langsung di restoran sultan." Gadis berponi itu tertawa kecil. Ia melipat tangan, kemudian menatap Juan, lebih lama dari biasanya.
"Kenapa? Kok liatnya gitu banget?" Juan langsung berlagak sok keren dengan menyisir rambutnya ke belakang. Ia juga berinisiatif menggulung lengan bajunya hingga siku. Dasi yang ia kenakan sebelumnya juga dilepas dengan gerakan lambat.
Mata besar Uli mengerjap, ia menggeleng cepat. "Nggak apa-apa."
Setelah makanan tersaji, Juan langsung memotong steak-nya sendiri. Ia kelihatan begitu fokus sampai melupakan Uli yang duduk di depannya.
Begitu makanan disajikan di depannya, harapan Uli sudah keburu tinggi ketika Juan sibuk memotong steak di piringnya. Namun, espektasinya langsung bubar jalan begitu melihat Juan memakan steak yang ia potong. Gadis berbibir tebal itu sampai kehabisan kata karena melihat Juan sibuk dengan piringnya sendiri.
Uli menatap steak yang ada di depannya, kemudian ia teringat pada Nael. Kalau saja laki-laki yang ada di hadapannya adalah laki-laki berkulit pucat itu, pastilah kini Uli sudah makan dengan indah karena Nael pasti akan mengambil alih piringnya dan memotong semua daging. Yang paling membuat Uli terharu adalah ketika Nael yang berada di depannya, maka semua hidangan yang ia suka akan berada di dekatnya, tanpa diminta. Uli bukan gadis manja, tetapi ia terlalu biasa diperlakukan dengan baik oleh sepupu-sepupunya, kecuali Pattar. Namun, ia mudah terharu dengan sikap sederhana dari Nael.
"Lo nggak makan?" Juan bertanya setelah menghabiskan hampir setengah dari hidangan yang ada di piringnya.
Uli mengerjap dan meraih garpu dan pisau yang ada di kiri dan kanan piringnya. "Ini baru mau makan."
KAMU SEDANG MEMBACA
SGM 27+ : Semua Gara-gara Marga ✔️
Roman d'amour"Jadi, kapan kita pesta? Umurmu sudah 27 tahun." Bahaya! Pertanyaan yang selama ini dianggap keramat, akhirnya keluar juga dari mulut Bapak. Pertanyaan itu dilanjut sesi ceramah panjang tentang kriteria calon menantu yang semakin didengar malah sema...