13. Pertemuan Panjang

95 16 3
                                    

Uli tidak pernah sesenang itu ketika mendengar sapaan khas Batak. Ia tambah semringah setelah melihat sosok yang menyerukan sapaan dengan semangat. Gadis bermata besar itu baru tahu kalau kata 'Horas' bisa membuatnya terharu sampai segitunya. Laki-laki bertubuh tinggi dan berkulit cokelat itu tersenyum cerah sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

"Horas, Tulang. Maaf terlambat."

Laki-laki yang mengenakan pakaian rapi layaknya orang kantor itu bergerak menyalami anggota keluarga yang lebih tua. Ia juga sempat bercanda ketika mendapatkan pujian. Gerakan laki-laki itu kelewat luwes, seolah-olah tengah bertemu dengan anggota keluarganya sendiri. Sebenarnya tidak salah-salah amat karena secara teknis hubungan kekeluargaan mereka masih ada di jalur yang sama.

"Lae. Apa kabar?"

Uli melongo sempurna ketika mendapati kalau Petra dan laki-laki tadi malah saling merangkul dan sempat bercanda kelewat santai. Gadis berambut panjang itu hampir tidak terima karena ini kali pertamanya melihat Petra senyaman itu berada di sekitar orang yang baru dikenal.

"Apa jangan-jangan, mereka udah kenal?" Uli berbicara pelan karena memang pertanyaan itu ditujukan untuk dirinya sendiri.

Akibat sibuk dengan pikirannya sendiri, Uli sampai tidak sadar kalau laki-laki jangkung tadi sudah ada di hadapannya.

"Hai, akhirnya kita ketemu lagi." Laki-laki bermata sipit mirip kucing itu tersenyum. Lebar. Sangat lebar. "Kenalin, gue Juan Abednego Simanjuntak alias pariban lo."

Uli tidak tahu harus menjawab apa. Yang jelas, kejadian kedatangan Juan, membuatnya sangat kaget, tetapi ada sebagian hatinya yang merasa lega. Setidaknya, laki-laki yang dikenalkan keluarganya adalah seseorang yang sepertinya baik. Mata Uli melihat penampilan Juan yang berbeda dari sebelumnya.

Ketika bertemu di acara pesta pernikahan paribannya Uli, laki-laki jangkung itu mengenakan batik yang membuatnya mirip seperti paspampres yang sedang bertugas. Ketika bertemu di toko roti, penampilannya lebih mirip pegangguran banyak acara karena pakaiannya yang terlihat modis sekaligus santai. Namun, ada aura berbeda yang terpancar ketika laki-laki yang ada di hadapannya kini mengenakan kemeja putih dan celana dasar hitam, penampilannya sama sekali tidak mirip bocah magang yang baru lulus sekolah, tetapi malah mirip pengantin yang baru selesai melaksanakan pernikahan.

"Oy."

Uli hampir terjungkal ketika Pattar menarik rambutnya. "Kampret emang, ya, lo!"

Pattar yang tertawa puas langsung dibuat kicep begitu melihat penampakan Juan. Ia langsung pasang badan. Mencoba melindungi adik kesayangannya --walau kadang ogah mengaku. "Ngapain lo di sini? Wah, kok bisa masuk sini, lo?"

Juan masih tersenyum lebar, ia menggeser Pattar dengan mudah. Kemudian, ia menatap hangat pada Uli. "Kita belum selesai kenalan."

Pattar yang belum tahu situasinya karena terlalu sibuk dengan dunianya, buru-buru menggulung lengan baju. "Dasar buaya. Nggak bisa amat dibilangin!"

Bukannya membiarkan abang sepupunya melindungi dengan sepenuh hati, Uli malah ikut-ikutan menyingkirkan Pattar dari hadapannya. Ia maju tanpa ragu. "Gue Gerdauli Natalia, marganya nggak usah gue sebutin juga lo pasti udah tahu."

Melihat Uli dan Juan yang tidak ada niat untuk melepaskan tangan, Pattar langsung sewot dan berkomentar dengan nada yang tidak santai. "Tangannya lepas aja kali. Kan nggak mau nyebrang, nggak usah pegangan tangan segala."

"Ini, tuh namanya salaman, ya. Siapa coba yang pegangan tangan?" Uli bertanya pakai urat. Jelas sudah emosi karena pertemuannya dengan Juan yang harusnya bisa saingan dengan telenovela jadul, malah rusak karena gangguan orang sok sibuk yang terus mengusiknya.

SGM 27+ : Semua Gara-gara Marga ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang