Bau obat-obatan menyapa tatkala tarikan napas dalam berhasil terlepas. Kegelapan yang melingkupi perlahan terganti oleh secercah pijar dari lampu di atas sana.
Rora kembali meremat matanya kuat sebelum pelan-pelan mengerjap beberapa kali hingga kelopak matanya terbuka sempurna.
Terdengar sayup suara memanggil dari arah samping, suara yang begitu damai beriringan dengan usapan di keningnya.
"Hey, Aurora... Sayang..."
Menoleh, dan satu titik air berhasil turun dari sudut matanya. Ingin sekali berucap, tapi Rora tidak ada tenaga sama sekali dan tenggorokannya terasa kering.
Lalu, kehangatan lain menjalar dari punggung tangan kanannya yang dikecup lama. Rora menoleh ke sisi itu, mengkonfirmasi pemilik bibir yang sudah sangat Rora hafal. Di sana ada sepasang mata yang menatapnya teduh.
Kemudian sosok papinya itu ikut merengkuh tubuhnya yang masih terbaring menyusul sang mami yang sejak tadi sudah memeluknya erat. Ucapan syukur dari keduanya bersusulan. Perlu sampai dua hari menunggu kesadaran putri keenam mereka sampai bangun.
Tak berselang lama, Jisoo dan Jennie melerai dekapan itu saat Rosie masuk bersama perawat. Mereka melakukan pemeriksaan sebelum akhirnya mengganti sungkup oksigen dengan selang oksigen yang mengapit kedua lubang hidung Rora.
Rora masih terdiam, mengamati para orang dewasa berbincang di samping ranjangnya. Sesekali sesak kecil masih hinggap di dadanya. Namun, berangsur pelan tapi pasti hingga setengah hari terlewati. Rora sudah mampu mengontrol irama napasnya sendiri dengan normal.
"Feel better, sayang?" Tanya Jennie seraya menaruh gelas di atas nakas. Rora perlahan pulih, kini dia sudah bisa duduk bersender.
"Udah enakan mam." Jawabnya sambil tersenyum. "Papi mana?"
"Papi lagi ngobrol sama Onty Rosie di ruangannya, sayang."
"Lama nggak? Rora mau papi, mam."
Gerakan Jennie memotong apel terjeda sejenak, demi mendengar rengekan lucu anaknya. Walau sedikit iri, Jennie tetap tersenyum lembut memberi pengertian.
"Sebentar lagi juga balik, Rora. Papi nggak akan kemana-mana. Lagian masih ada mami disini."
Rora hanya mendengus kecil. Lalu mulai menyomot potongan apel yang disodorkan maminya.
Jennie menyadari raut muka bete anaknya. Sempat terpikir untuk berkirim pesan, tapi sosok yang diharapkan kemudian masuk sedikit berlari menghambur ke dalam tangan anaknya yang sudah melebar.
"Aduh manjanya My Princess Aurora..." Jisoo mengusap punggung anaknya. Tapi mata Jisoo tak berkedip melihat sosok istrinya yang luar biasa cantik walau hanya sedang mengupas apel. Sudah dua hari lamanya mereka tak saling tegur sapa dengan benar, bahkan Jennie-nya itu terus berusaha menghindar dari kehadiran Jisoo. Perih sekali rasanya.
Dan rasa perih itu kembali jatuh bersamaan dengan senyuman penuh rindu yang ditampilkan Jisoo begitu Jennie menengok ke arahnya. Bagai sebuah kesalahan, Jennie cepat-cepat mengalihkan wajah. Hati Jisoo kembali teriris saat itu juga. Merasakan pelukan sang anak terlepas, secepat mungkin Jisoo mengembalikan raut cerianya.
"Huh?" Matanya melirik ke arah mangkuk bubur di atas nakas. "Princess-nya papi belum makan?"
"Sengaja nunggu papi. Suapin Rora ya, pap." Balas Rora sambil bergelung manja di lengan kekar papinya.
Jisoo justru senang. Menghadapi kemanjaan Rora, bahkan kepada semua anaknya saat mereka sakit sudah menjadi rutinitas wajib.
Para bayi-bayi besarnya itu sama sekali tidak bisa ditinggal barang sedetik oleh Jisoo saat sedang sakit seperti ini. Mereka akan terus merengek sampai sang papi datang dan memenuhi keinginannya kendati sang mami selalu ada di samping mereka.
![](https://img.wattpad.com/cover/319762844-288-k254855.jpg)
YOU ARE READING
la famille | Babymonster ✓
Fanfiction[Babymonster story #1] la.fam-i-lle la/ˈfam(ə)lē/ -a group of all the descendants of the common parents living together as a unit. *** Perihal sekisah riuh dan riangnya sebuah keluarga menyatukan berbagai isi kepala dan keras kepala mereka yang mele...