33] romanticize the book

817 96 13
                                    

"Ini mau ke haircut dulu apa ke bookstore dulu, Mam?" Tanya Jisoo sesaat setelah mereka sampai di Plaza City. Seketika rombongan keluarga besar Kim itu memenuhi koridor mall.

"Mami sama Papi ke haircut dulu, Mami udah appointment kok."  Jawab Jennie sambil membenarkan rambut Canny yang berantakan. Sedangkan wajah kusutnya tak bisa lagi Jennie apa-apa kan.

"Anak-anak biar ke bookstore dulu aja. Ini para kakek nenek jadi mau pijat refleksi di sini?"

Para orangtua Jennie dan Jisoo itu serempak mengangguk. Kemudian tak lama mereka berpencar menuju ke masing-masing tujuan.

"Dek, senyum dong, Dek. Manyun mulu tuh bibir." Yona merangkul pundak Canny. Sedikit mendorong juga tubuh adiknya yang berjalan tak bersemangat itu.

Ramie melirik, lalu membasahi bibirnya guna mempersiapkan mulutnya yang sedari tadi sudah gatal untuk meledek, tentunya. "Panteslah Adek bete kena skorsing. Orang jurnal kegiatannya aja udah kek seleksi jadi mantu idaman. Ya bantu masak lah, bantu membersihkan rumah, sampe nyikat WC pun ada di tuh jurnal. Poor uri bontot..." Ramie memutar bola matanya dengan jenaka. Puas karena berhasil menambah panjang bibir manyun adeknya itu.

Yona mendecak, ia sempatkan mencubit lengan kembarannya dengan keras. Geram akan kejahilan mulut Ramie yang begitu jago men-ceplos.

"Iye iye, nggak lagi ndoro..." Kedua jarinya membentuk huruf V.

Pwita yang tadinya sudah berjalan di depan bersama si sulung, mundur lagi ke belakang, ikut menimpali. "Setidaknya Papi udah izinin Adek buat taekwondo lagi. Jangan bete gitu dong, Dek. Nanti Kak Pwita anterin pas jadwal Adek taekwondo ya."

"Iya. Makasi, Kak Pwita." Jawab Canny tak semangat namun tak menyurutkan senyum manis yang Pwita lontarkan.

Hingga ketujuh putri Kim itu sampai di toko buku. Mereka langsung menghambur ke section yang mereka ingin. Yona masih setia menarik kesana kemari bungsunya yang masih tak bertenaga.

“Huh? Buku apa tuh, Kak?” Lirikan mata Rora menangkap penasaran buku yang digenggam oleh Ramie.

The Psychology of Stupidity nih Ra." Menunjukkan fisik bukunya. "Buku kumpulan esai dari psikolog yang ngebahas tentang masalah kebodohan. Kayaknya cocok nih gue baca. Biar gue nggak bego-bego amat.” Ramie menyengir lebar.

“Emang nggak berat tuh bacaannya, Kak? Kan buku psikologi. Ntar malah bingung sendiri terus jadi bego sendiri deh.”

Ramie tergelak, “Ahaha nggak bakal, Ra. Malahan nih, kata temen gue, dari buku ini kita bakal jadi tau jenis-jenis kebodohan. Kayak orang bodoh yang nggak ngerti dimana letak bodohnya dia, juga alasan orang bertingkah laku bodoh, atau kenapa debat sama orang bodoh adalah ‘jebakan’ . Diselingin humor juga kok bahasannya. Cuma ya namanya buku psikologi, kita dibuat ngutak-ngatik hal simpel jadi lebih rinci lagi.”

Yang dijelaskan hanya manggut-manggut. Tidak heran lagi dengan pilihan buku kakak kembarnya itu yang terbilang berbobot dan berat baginya. Kalau Rora sih, ia memilih buku karya J.K. Rowling yang berjudul The Chirstmas Pig. Meski judulnya sederhana, tentang petualangan seorang anak laki-laki dan seekor pig, tentang mainan yang menjadi hidup, tapi ketika penulis legenda itu menyebut ‘petualangan’, jelas akan jauh dari yang bisa dibayangkan.

“Gue jamin tuh buku seru, Ra. Secara gitu penulisnya J.K. Rowling. Petualangan bagi dia tuh beh, beda… lo pasti bakal terkaget-kaget sama serunya petualangan Jack sama Piggy di the land of the lost. Puncak keseruannya kan disitu.” Komentar Ramie menggebu. Ia juga salah satu penikmat karya-karya penulis Harry Potter itu.

Sementara Pwita, Yona, dan Canny, mereka menyusuri setiap rak bersama-sama. Pilihan Pwita jatuh kepada karya Haenim Sunim, The Things You Can See Only When You Slow Down. Buku yang dengan jelas si penulis meminta para pembacanya untuk membaca dengan perlahan. Bahkan dia menyarankan satu lembar satu hari, itu lebih baik lagi. Lewat buku ini, Haemin akan membuka pandangan kita bahwa; when your mind rests, the world also rests.

la famille | Babymonster ✓Where stories live. Discover now