Suara langkah dua pasang sepatu menggema di rumah yang sunyi. Jika sepagi ini, seharusnya hunian megah Keluarga Kim sedang ramai-ramainya oleh celoteh anak akan pergi ke sekolah. Pasangan yang sudah berumur itu lantas saling pandang, heran karena tampaknya tidak ada tanda-tanda kehidupan di rumah itu.
Kemana cucu-cucuku?
"Yeobo, apa mereka semua menginap di rumah sakit?"
"Aniya. Aku mencium bau roti panggang dari arah ruang makan." Jawabnya sambil menilik arloji keemasannya. "Sepertinya mereka sedang sarapan."
Keduanya kembali berjalan masuk dengan dua koper besar didorong oleh pria tua berbahu tegap. Rambut putih yang hampir menguasai kepalanya tidak sama sekali melunturkan karisma ketampanannya. Tak berbeda jauh, wanita yang digandengnya pun, adalah bukti dari ungkapan 'umur hanyalah angka'. Lihat saja, bagaimana kulit putih mulus semulus porselen dan kulit kencang miliknya sangat paripurna di usia golden seventy.
"Sarapan pakai apa nih, cucu-cucu kesayangannya Opa Oma Kim?"
Suara bariton yang tiba-tiba menggaung sukses membuat seluruh kegiatan saat itu terhenti. Para anak Kim menoleh serempak, termangu beberapa saat. Lain hal dengan Pwita, gadis bermata bulat itu sampai tidak fokus saat memindahkan roti panggang dari oven. Tangannya tak sengaja menyenggol loyang panas.
"Awhhh!" Pekiknya sambil mengibas tangan.
"Hati-hati, Sayang. Apa sakit sekali?"
"Nggak, Oma Ji. Pwita cuma kaget aja."
Seo Yea-ji, Oma Ji, sapaan akrab The Kim's untuk sang nenek tercinta. Ia membawa tangan Pwita ke wastafel dan segera mengalirinya dengan air agar tidak melepuh. Beruntung jemari Pwita hanya kemerahan tidak sampai melukai kulit halusnya.
"OPA KIM! OMA JI!" Teriak Ruka, yang baru saja sampai di ruang makan. Ruka memutuskan untuk segera mandi setelah beres membangunkan semua adik-adiknya tadi, berniat mengantarkan mereka juga ke sekolah.
"Yakkk Jisoo kecilku! Kemarilah." Kim Soo-hyun merentangkan tangan, kepalanya mengangguk-angguk meminta sang cucu agar memeluknya.
Tentu Ruka dengan riang gembira langsung menghambur dalam pelukan.
"Ayo. Mana cucuku yang lainnya. Kemarilah. Peluk Opa, Peluk Opa."
Dan berhamburan lah anak-anak Kim bergantian memeluk kakek nenek mereka yang tiada angin tiada hujan, tiba-tiba sudah mendarat di rumah mereka.
Opa Kim memandangi satu-satu cucunya, sudah lama sekali mereka tidak bertemu. Mungkin ada sampai tiga tahun mereka tak saling tatap karena kesibukannya di Negeri Ginseng sana.
"Opa Kim. Kok tiba-tiba ke sini? Ada apa?" Dengan polos, Canny bertanya sembari mereka kembali duduk di meja makan. Sebelum duduk, Opa Kim menyempatkan diri mengetuk kepala si bungsu dengan pelan.
"Pakai nanya lagi. Jelas Opa Oma ke Indonesia untuk menjenguk kalian yang sudah melupakan orang tua ini. Sampai-sampai tidak berkabar kalau Aurora masuk rumah sakit."
Buru-buru Ruka mengalihkan pandangan ke lantai menghindari tatapan sinis Opa Kim yang mengarah padanya. Ruka menciut. Sebagai cucu tertua, seharusnya ia bisa mem-backup orangtuanya jika terlupa mengabari sanak saudara, apalagi kakek nenek mereka.
Tatapan itu pastilah bentuk protes dari kakeknya.
"Kenapa tidak ada satupun yang mengabari Opa hm?"
"Hizruka?"
Hening menjeda sejenak,
"Opa, Oma. Maafkan kami yang nggak sempat kasih kabar."
Itu bukan suara Ruka.

YOU ARE READING
la famille | Babymonster ✓
Fanfic[Babymonster story #1] la.fam-i-lle la/ˈfam(ə)lē/ -a group of all the descendants of the common parents living together as a unit. *** Perihal sekisah riuh dan riangnya sebuah keluarga menyatukan berbagai isi kepala dan keras kepala mereka yang mele...