Chapter 01

8.2K 300 7
                                    

Cklek ... Byurr!

"Ahahahaha! Kena lagi, kena lagi!"

"Kasihan, basah bajunya, hahahaha!"

Sosok gadis yang berdiri di ambang pintu itu hanya bisa pasrah mendengarkan gelak tawa penuh ejekan yang dilontarkan kepadanya.

Sudah biasa, itu kalimat yang kerap diucapkannya dalam hati. Tak sekali-duakali kejadian seperti ini senantiasa dialaminya. Hampir setiap hari jebakan-jebakan yang ditujukan untuknya selalu kena sasaran.

Dalang dibalik itu semua merupakan siswa populer sekaligus anak kepala sekolah yang disegani. Oknum tersebut kini menyeringai puas di barisan paling belakang, dikelilingi oleh teman-teman yang sebelumnya membantu menyiapkan perlengkapan untuk membuat gadis malang itu menjadi bahan tertawaan.

"Lo tuh sebenernya salah tempat, paham kagak lo? Bukan di sini tempat lo seharusnya. Orang miskin tuh gak cocok berada satu wilayah sama orang kaya. Lo jauh lebih rendah disandingin sama kita-kita yang kaya, Cuk. Gembel mah tetep gembel, mau lanjut sekolah ke sekolahan elit juga gak bakalan ngaruh dan ngubah derajat lo yang dari sononya udah miskin!"

Cibiran pedas sekaligus menyakitkan itu juga salah satunya. Salah satu yang seringkali didengarnya tanpa henti. Memang benar jika gadis itu termasuk ke dalam orang yang tidak mampu, dia hanyalah seorang anak buruh petani di desa. Bisa masuk ke sekolah bergengsi di ibukota melalui jalur beasiswa atas prestasi luar biasa yang dimilikinya. Namun, alih-alih dapat belajar dengan tenang di sekolah elit, justru dirinya mendapatkan perlakuan tak baik dari murid-murid di SMA Neocity.

Gadis beridentitas Asha Widianingrat itu tidak punya satupun teman dari dirinya kelas sepuluh. Kini di kelas sebelas pun tetap sama. Semua menjauh karena satu orang yang menjadi dalang pengguyuran air pada dirinya.

Dia; Jenova Alvinski Sudarma. Siswa badung yang sempat tinggal kelas itu merupakan anak kepala sekolah. Kenakalannya membuat ayahnya yang menjabat sebagai orang penting di sekolah hanya bisa pasrah akan segala tingkah putra semata wayangnya itu. Tawuran, bikin onar, berisik, pembuat kegaduhan, rusuh, anarkis, benar-benar membuat ayahnya tak sanggup memberi peringatan untuk yang keberibu-ribu kali.

Dan yang berucap hal menyakitkan tadi adalah salah satu teman Jeno. Asha masih bergeming di tempatnya, sampai tiba-tiba dorongan kuat dari belakang membuatnya seketika tersungkur ke lantai.

"Jangan ngehalangin jalan, Bego!"

Rambut sedada yang dibiar tergerai itu berjatuhan menutup wajah kurus Asha. Kedua tangannya terkepal tanpa ada yang menyadari. Gerangan yang menjadi pelaku pendorongan tersebut adalah seorang laki-laki berpenampilan urakan. Tak berbeda jauh dengan teman-teman Jeno lainnya. Dan untuk kesekian kali, suara tawa kembali terdengar menggelegar di dalam kelas 11 IPS 2.

Asha tak pernah merasakan perundungan dalam hidupnya. Sejak masuk SMA, hidup Asha berubah 190°. Tapi hal itu terkadang tak membuatnya gentar untuk tetap bertahan sampai lulus nanti. Itu risiko yang harus diambilnya, karena Asha sangat tahu jika dirinya memang tak sebanding dengan para murid-murid yang pangkatnya jauh melebihi dirinya.

Namun, semenjak dirinya berada di SMA Neocity, Asha benar-benar menunjukkan kemampuannya. Dia pernah menjadi perwakilan SMA Neocity dalam ajang olimpiade daerah sampai ke kancah internasional. Waktu itu hanya Asha sendiri yang masih kelas sepuluh disaat para peserta olimpiade justru anak-anak kelas sebelas dan dua belas. Kebanggaan itu membuat para guru bangga pada Asha, akan tetapi itu membuatnya juga semakin dibenci murid-murid di SMA Neocity. Salah satu pelampiasan yang kerap dialaminya yaitu perundungan.

Jeno bangkit dari duduknya. Wajahnya datar tak berekspresi. Dia menghampiri tubuh Asha yang masih bersimpuh di lantai. Dengan tak berperasan, Jeno menendang pelan bahu Asha sampai membuat Asha terduduk. Jeno berjongkok, tangan kanannya meminggirkan rambut panjang Asha agar tidak menghalangi muka tanpa riasan sedikitpun itu.

CANTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang