Chapter 14

2K 230 31
                                    

Jeno meletakkan baskom kecil berisi air hangat di atas meja dekat tempat tidur. Ia mendudukkan diri di pinggiran ranjang setelahnya. Jemari lentiknya dicelupkan ke dalam air guna mengambil sapu tangan yang sengaja direndam. Sedikit diperas agar kain yang menyerap air tersebut tidak membasahi kasur atau bantal, kemudian kain itu diarahkan ke kening Asha yang saat ini tengah berbaring.

Asha memejamkan mata merasakan hangat merasuk ke dalam kulit di keningnya. Membuat kepala Asha menjadi sedikit sakit karena belum terbiasa. Jeno yang melihat itu kemudian mengelus lembut rambut Asha.

"Tidur, biar cepet sembuh."

Asha tersenyum tipis. Namun, Ia tak menghiraukan seruan Jeno yang memintanya untuk tidur. Asha justru meraih tangan Jeno yang masih senantiasa mengusap kepalanya, lantas Ia pun menggenggamnya. Asha tak mengerti apa yang dipikirkan Jeno hingga mau dengan repot-repot merawatnya. Kedatangan Jeno tadi memang sedikit mengejutkan Asha. Tak pernah menyangka Jeno akan datang, padahal yang berniat datang tadi adalah Hanan pada pesan terakhirnya.

Mengetahui keadaan Asha sedang tidak baik, Jeno tanpa mengajukan tawaran ingin merawatnya terlebih dahulu, tiba-tiba memerintah Asha agar berbaring. Asha tak menolak. Jeno amat sangat peka, jadi Asha sama sekali tidak berniat menolak. Selain karena Asha tidak ingin berdebat sebab menolak perintah Jeno, Ia tak ingin membuat Jeno semakin jengkel dengannya.

"Maaf," ucapnya pelan di tengah kesunyian tengah malam ini. Ibu jari Asha mengusap-usap punggung tangan yang terasa halus di kulitnya.

"Untuk?"

"Semuanya. Aku bahkan sampai nggak bisa ngitung seberapa banyak kesalahan aku sama kamu, tapi kemarin malam kamu benar."

Jeno menghela napas. "Seharusnya gue yang minta maaf sama lo. Perkataan gue kemarin malam pasti bikin lo terus kepikiran sampe berakhir sakit begini. Tapi jujur, Sha, gue cuma mengutarakan apa yang gue rasain doang. Biar apa? Biar lo ngerti. Banyak orang yang pengen main-main sama lo, dan jujur kalau gue juga termasuk salah satunya, tap-tapi gue mutusin buat nggak ngelanjutin itu lagi."

"Secara nggak sadar, gue tau betapa susah payahnya lo berusaha buat bertahan di kota gede buat nempuh pendidikan lo. Kerja banting tulang cuma buat bertahan dengan biaya yang gak seberapa, apalagi lo sama sekali nggak ngandelin duit orang tua lo. Gue kadang mikir, ada gitu orang yang berjuang mati-matian demi bertahan hidup, dan gue tau itu dari lo. Apalah gue yang dari kecil udah tercukupi. Apa yang gue mau bisa langsung gue dapetin, tapi setelah tau apa yang lo lakuin, lo ngubah pemikiran sempit itu dari dalam diri gue."

"Gue bangga sama sifat pekerja keras lo. Di tengah kesulitan soal keuangan, lo masih bisa tetep tenang seolah lagi nggak punya masalah. Selama ini gue ngebully, ngeremehin, sampe nyakitin lo biar minggat dari sekolah, tapi lo bersikukuh mau bertahan. Selama gue ngejalanin tantangan dari temen-temen gue, gue jadi tau banyak hal tentang orang-orang di bawah gue. Saat di mana gue tau lo cuma nyetok mie buat makan sehari-hari, di situ gue udah mutusin berhenti secara sepihak atas tantangan itu. Gue berkehendak sendiri bukan karena gue kasihan sama lo, tapi karena gue suka sama usaha lo yang keras kepala meski berulang kali berusaha ditumbangkan."

"Satu lagi yang harus lo tau, Sha. Gue suka saat lo perlakuin gue dengan lembut, gue nyaman sampai nggak sadar kalo lo orang yang gue bully selama ini. G-Gue nggak tau apa yang terjadi sama diri gue, ta-tapi gue beneran nggak suka lo deket-deket sama cowok lain. Gue nggak suka, Sha. Gue takut lo bakal berpaling dari gue ke cowok yang berhasil ngerebut atensi lo dari gue. Gue nggak mau." Jeno mengeratkan jemarinya yang digenggam oleh Asha setelah meluapkan keluh kesahnya kepada Asha yang mendengarkannya dalam diam.

Ketakutan yang selama ini Jeno pendam Ia bagikan agar Asha tahu. Jeno benar-benar tidak ingin pada suatu waktu ada seseorang yang jauh lebih menarik ketimbang dirinya. Namun, Jeno tidak tahu perasaan apa yang hinggap dalam relung hatinya. Yang pasti Jeno tidak mau jika harus kehilangan gadis itu.

Asha tidak bisa berkata apa-apa. Ia tak tahu harus bereaksi bagaimana menanggapi cerita Jeno. Kepalanya menjadi sakit setiap memikirkan tiap-tiap point penting yang menjadi dasar utama Jeno berbicara banyak karena ungkapan isi hatinya.

"Hei, kita lanjutin besok, oke? Malam ini menginaplah di sini." Asha mengambil kain di keningnya yang telah mendingin dan disampirkan pada pinggiran baskom. Ia menarik pergelangan Jeno pelan, mengarahkan Jeno agar ikut berbaring di sampingnya.

Asha menjadikan lengannya sebagai bantalan kepala Jeno. Ia memeluk Jeno dan membiarkan pemuda manis itu menyamankan diri di dadanya.

"Asha," panggilnya seraya mendongak. Sorot mata berpupil cokelat gelap itu memandang Asha sayu.

"Hm?"

Pemuda manis itu kembali memeluk Asha dengan erat dan menenggelamkan wajahnya. Lalu Asha merasakan rematan kecil di bajunya.

"Bisa kasih waktu gue buat yakinin perasaan gue?"

....

CANTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang