"... jadi, jumlah 5 suku pertama dari deret 3 + 6 + 12 + ... adalah 93. Kamu udah paham 'kan cara ngerjain yang udah kakak ajarin tadi?"
Pemuda mungil itu nyengir lucu sambil menggeleng tak mengerti. Sulit memahami mata pelajaran matematika. Ryo sebenarnya paham ketika Asha menuntunnya pelan-pelan dalam menjabarkan cara pengerjaan soal. Namun, kalau dirinya diberi soal baru dan diminta untuk mengerjakan, Ryo langsung lupa rumus dan cara pengerjaannya seperti apa.
Asha menghela panjang. "Ini udah ketiga kalinya loh, masa belum paham?" tanyanya letih.
"Kakak enak bisa ngerjainnya, kakak 'kan pinter matematika. Ryo yang nilainya amburadul bisa apa? Matematikanya yang nakal, padahal Ryo udah berusaha buat paham, tapi malah matematika yang nggak mau pahamin balik keadaan Ryo."
"Itu karena kamu kurang berusaha. Kakak dulunya juga nggak suka matematika, paling benci kalo soal itungan. Tapi karena inisiatif kakak sendiri buat berubah dan belajar lebih giat, sampai nanti kamu ngerasain serunya belajar matematika, pasti bakal menyenangkan."
Ryo berpura-pura seakan ingin muntah. "Denger kakak cerita puji-puji matematika bikin aku mual. Kok bisa ada orang kayak kak Asha. Matematika seru dari mananya coba? Iya seru, karena bisa bikin kepala serasa dipukul pake palu."
"Heh, mulutnya!"
Ryo menutup bukunya. Merebahkan badannya telentang di atas karpet yang mereka singgahi. Tampak sangat lesu. Ia menjadi tidak bersemangat sehabis mengerjakan matematika. Energinya seakan dikuras habis hanya untuk melihat, memahami, lalu mengerjakan soal-soal menyebalkan itu.
"Kak Asha punya pacar ya di sekolah?" tanyanya seraya memandang langit-langit rumahnya.
Si empu yang ditanyai mengernyit. "Kamu masih kecil apaan bahas pacar-pacaran. Mau kakak punya atau enggak juga bukan urusan kamu, 'kan."
Dilihatnya bibir tipis semerah buah ceri itu mengerucut. Pemuda mungil berparas manis itu menengok padanya dengan memperlihatkan ekspresi cemberut.
"Kalo gitu, tipe orang yang kak Asha suka kayak gimana?" Ryo bertanya lagi. Namun, kali ini sambil tersenyum lebar.
"Kenapa emangnya? Kamu mau memantaskan diri biar sesuai sama tipeku?"
Tak disangka, pertanyaan Asha barusan mendapat anggukan semangat oleh pemuda manis itu. Asha tergelak kecil, mengacak-acak anakan rambut yang menutupi kening si manis.
"Kakak nggak muluk-muluk, tapi kalo boleh dia seksi," gurau Asha sembari melirik reaksi Ryo.
Lucu sekali, Ryo terlihat seperti berpikir. Asha tak kuasa menahan tawanya. Benar-benar menyenangkan mengerjai pemuda itu.
"Udah ah, lanjut belajar. Habis ini kakak pengen—"
"Maksud kakak yang begini?" sela Ryo cepat. Dia merangkak ke arah Asha perlahan-lahan sembari menggigit bibir bawahnya.
Asha membulatkan kedua matanya. Bajingan! Asha tidak pernah menyangka Ryo benar-benar menanggapi serius candaannya. Dia hanya bercanda, tolong!
Tubuh Asha menegang hebat dikala Ryo naik ke atas pangkuannya. Ryo menyunggingkan senyum menggoda dengan kedua tangan mengalung indah di lehernya. Sialan, Ryo terlihat sangat seksi di matanya! Siapa yang mengajari Ryo berbuat seperti ini?
"Kak Asha~, kakak suka nggak~?"
"R-Ryo ...."
Telapak tangan lentik Ryo menggenggam pergelangan tangan kanan Asha. Sama sekali tak merasa canggung ketika mengarahkan ke dadanya yang tertutup oleh kaos tipis yang dikenakannya.
Tangan Asha gemetar tatkala merasakan benda empuk yang saat ini menyentuh kulit telapak tangannya. Meski terhalang kain tipis, tapi Asha dapat merasakannya dengan jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
CANTIK
Teen Fiction"Tidak ada alasan apapun, hanya kamu yang menjadi alasanku untuk tetap singgah." --- [g×b stories, jangan salpak] Jn: ⬇ Sh: ⬇ Ys: ⬇ © Pin, Edited by Lillavias