Satu tahun telah terlewat dengan sedikit huru-hara di dalamnya. Kini tinggal hituangan hari Asha akan melepas statusnya sebagai seorang pelajar sekolah menengah atas dan dia akan pulang ke kampung halamannya guna memulai kehidupan yang sesungguhnya di sana.
Ujian kelulusan sudah terlalui seminggu yang lalu. Saat ini anak-anak kelas dua belas SMA Neocity tengah berbaris di lapangan sesuai kelas masing-masing, mendengarkan pidato singkat dari kepala sekolah untuk agenda setelah pelaksanaan ujian akhir jenjang.
"... sekolah tidak mengadakan acara wisuda, tapi kami memberikan izin kepada anak-anak kelas dua belas yang ingin merayakan kelulusan dengan syarat masih berada di lingkungan sekolah. Perayaan konvoi dengan coret-coret seragam sangat tidak diperbolehkan. Kalian boleh merembuk acara apa yang ingin kalian bawa nanti. Diskusikan dengan ketua kelas dari masing-masing kelas, dan apabila semua sudah sepakat, konfirmasikan kepada saya. Kalian mengerti?"
"Mengerti, Pak!"
"Baik, apel pagi hari ini saya akhiri ...."
Setelah pemimpin upacara membubarkan barisan, semuanya kembali ke kelas kecuali ketua kelas yang diminta tetap berada di lapangan.
Asha berjalan memutar, tidak pergi ke kelasnya, melainkan menuju kantin. Niatnya untuk menghindar, bukan karena ingin jajan. Begitu sampai di kantin, Asha lekas menghampiri salah satu stand untuk memesan es teh supaya tidak diusir ibu penjual karena cuma pengen numpang duduk saja.
Sudah sering dilakukan Asha sejak berakhir hubungannya dengan Jeno. Dia memilih menghindar, ke manapun asal tak bersitatap dengan pemuda manis itu. Selama di kelas juga Asha terus diam saat pelajaran, tak seaktif waktu di kelas sebelas. Saat istirahat, dia pergi ke perpustakaan atau bersendirian di belakang sekolah sambil memakan bekal makanannya.
Vano? Pemuda itu juga Asha hindari. Awalnya begitu sulit karena Vano terus mengekorinya ke manapun Asha pergi. Bahkan saat tahu Asha dan Jeno putus, Vano semakin gencar mendekati Asha, sampai tak tanggung-tanggung mengajaknya berpacaran.
Asha yang pada saat itu dalam keadaan mood buruk parah, tak sadar telah membentak Vano dan memperingatkannya agar tidak muncul dan menganggunya lagi. Asha mulai menjauhi kedua pemuda manis itu, meski Vano masih bersikeras dalam usahanya mendekati Asha. Dan yang bisa Asha lakukan hanya menghindar setiap berpapasan secara tidak sengaja atau sebaliknya.
Jika dipikir-pikir, Asha malah seperti seorang buronan yang sedang diincar polisi dengan terus melarikan diri saat polisi berhasil melacak keberadaannya.
"Kak Asha."
Si pemilik nama lantas menengok. Betapa terkejutnya Asha melihat keberadaan Hanan setelah beberapa waktu menghilang bak ditelan bumi sejak insiden beberapa waktu yang lalu. Asha juga sedikit shock melihat penampilan pemuda manis itu menjadi lebih kurus dari yang terakhir kali dilihatnya.
"Kok kamu di kantin? Emang kelasmu nggak lagi pelajaran?"
Hanan tersenyum tipis sembari mendudukkan dirinya di samping Asha. Secara tiba-tiba pemuda itu memeluknya dengan erat. Asha terhenyak oleh pelukan tersebut, tapi dia diam tak berniat mendorong Hanan yang lancang.
"Hanan cuma pengen ngucapin salam perpisahan sebelum nanti nggak bisa ketemu sama kak Asha," tutur pemuda itu dengan suara yang terendam di bahu lebarnya.
Asha mengusap punggung sempit Hanan dengan usapan lembut. Mengapa atmosfernya menjadi mellow begini?
"Kak, Hanan pengen minta maaf untuk semuanya." Hanan melepas pelukannya dari Asha. Menatap sang kakak kelas dibersamai wajah memerah menahan tangis.
Melihatnya membuat Asha tergelak pelan. Pemuda manis itu tak banyak berubah, masih saja sama seperti sebelumnya. "Iya-iya, aku udah maafin kamu. Jangan nangis dong, takutnya ada yang lihat terus dikiranya aku apa-apain kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
CANTIK
Teen Fiction"Tidak ada alasan apapun, hanya kamu yang menjadi alasanku untuk tetap singgah." --- [g×b stories, jangan salpak] Jn: ⬇ Sh: ⬇ Ys: ⬇ © Pin, Edited by Lillavias