Chapter 21

1.5K 155 27
                                    

⚠🔞⚠
....

BUGH!

Vano jatuh tersungkur dari atas kasur. Dia memegangi pipinya yang barusan mendapat bogeman mentah dari Asha. Vano menatap tak percaya atas apa yang dilakukan Asha pada dirinya.

"Kamu gila?" Asha berdiri sembari menghapus sisa saliva di bibirnya.

"Aku nggak tau apa yang kamu pikirin sampai berani berbuat senekat ini, Vano. Aku selama ini diam aja bukan karena takut sama kamu. Aku nggak tau kenapa kamu ngelakuin ini, tapi kamu udah keterlaluan!"

Vano mengepalkan kedua tangannya. Kepala yang tertunduk dalam itu kemudian mendongak. Memperlihatkan wajahnya yang memerah sedikit kebiruan di bagian pipi. Vano bangun, memandang iris gelap di depannya dengan pancaran kesedihan.

Dia mendorong Asha lagi ke kasur. Langsung menindih badan Asha sembari menahan kedua tangannya yang berusaha lepas. Vano mengunci tiap pergerakan Asha dengan sisa tenaganya.

"Vano! Lepasin aku!"

"Enggak! Gue nggak mau!" jeritnya. "Lihat gue, lihat gue, Sha! Gue suka sama lo, gue cinta sama lo, Bangsat! Si tolol yang suka buli lo ini sekarang kena karmanya. Lo bikin gue sakit hati tiap ngeliat lo bareng Jeno. Dan dari sekian ratusan rasa sakit yang gue kasih, gue baru sadar kalo lo orang yang gue cari selama ini!" teriaknya pilu. Bulir-bulir air mata berjatuhan, berlomba-lomba turun begitu kalimat yang niatnya ingin disimpannya sendiri justru keluar tanpa Vano sadari.

"Gue tau gue salah. Banyak kesalahan gue sama lo, tapi bisa nggak kalau gue mau egois untuk terakhir kalinya aja buat diri gue sendiri? Gue pengen lo putus sama Jeno terus pacaran sama gue, udah itu aja yang gue minta, nggak lebih."

Asha berhenti meronta. Dipandanginya wajah yang tengah menangis itu. Ini kedua kalinya Asha menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri seseorang seperti Vano menangis.

"Lihat, gue lebih baik dari Jeno. Lihat, Sha." Vano menanggalkan kaosnya. Mempertontonkan tubuh bagian atas seputih susu itu secara cuma-cuma.

Vano meraih tangan kanan Asha guna diarahkannya ke puting merah muda itu.

"Uhnghh, s-sentuh mereka, Sha~"

Asha melotot horor, lantas menarik tangannya. Namun, Vano dengan cepat menahannya. Dia menggerakan jemari Asha supaya bermain-main di putingnya yang sudah menegang.

Posisinya sekarang adalah Vano duduk di perut Asha dengan tubuh menegang merasakan sensasi geli sekaligus nikmat di dada kanannya. Kepalanya menengadah, memperlihatkan leher jenjangnya.

"Unghh ... a-ah-anghh ...."

Asha bisa hilang kewarasan apabila disuguhkan pemandangan cantik seperti ini. Desahan mendayu yang terdengar lembut nan merdu membuat Asha mulai terangsang. Ekspresi penuh kenikmatan yang Vano perlihatkan tampak mengundang sisi liar Asha, dan pastinya Asha tidak akan bisa menahannya lagi.

"Maaf, Jeno."

Asha membalik posisi keduanya. Kini dirinyalah yang berada di atas Vano. Lihatlah pandangan sayu akibat bekas air kata yang masih basah di kedua kelopaknya, menambah keindahan pada diri Vano yang sialnya Asha sangat menyukainya.

Namun, Asha benar-benar terlihat ragu. Sehingga Vano yang melihat pun berinisiatif untuk memulainya terlebih dahulu. Dia menarik tengkuk Asha dan menciumnya lembut. Menggerakan bibirnya sesekali berpindah posisi kepala dari kanan ke kiri guna mencari titik nyaman bercumbu.

Munafik kalau Asha mengatakan tidak suka. Kedua matanya terpejam, perlahan-lahan mengambil kendali ciuman mereka. Asha hanya mengikuti insting, Ia bukan seseorang yang profesional dalam ciuman.

CANTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang