(7) Terlambat

21 3 0
                                    

🏵️Hari ini, esok dan seterusnya🏵️~Nirina Zubir~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🏵️Hari ini, esok dan seterusnya🏵️
~Nirina Zubir~


Entah sudah berapa kali Aretha memaksa jemarinya mengusap layar ponsel, entah sudah berapa kali ia menunggu dering telfonnya terjawab, dan entah berapa kali ia harus mendongak ketika pintu kelas terdengar berderit.

Ia lelah.

Sejak semalam keadaannya tidak segera membaik, panas yang menyiksa tubuh dan membuat berat kepalanya seperti baru saja ditambah dua puluh kilo itu mengukung Aretha dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Dua tangannya terlipat di atas meja, lalu kepalanya menyuruk di sana, menaruh berat yang sejak tadi membuat dua matanya sayu.

Aretha menyerah.

Jika saja saat itu Naraya tidak segera tiba dan mengajaknya berbicara, mungkin saat ini Aretha sudah terombang-ambing dalam dunia mimpi. Matanya berat, bahkan hanya untuk melihat siapa saja yang memutari mejanya saja ia tidak sanggup. Yang pasti ada suara berat Bervan, pijatan lembut Hanung di pundaknya serta bisik Naraya yang sejak tadi berhasil membuat Aretha tetap terjaga. Namun ... Tanu ada dimana? Suaranya, sentuhannya, keberadaanya sama sekali tidak teraba oleh satupun indera Aretha.

"Ret? Lo sakit?" Naraya mengusap puncak kepala Aretha, bisa ia dengar beberapa kali temannya itu meminta Bervan dan Hanung mencari Tanu.

Untuk apa? Kenapa harus dia?

Pertanyaan yang seharusnya Aretha tanyakan pada dirinya sendiri, ia pun tidak mengerti dengan apapun yang tengah mendera perasaannya akhir-akhir ini. Tentang debar yang menjengkelkan ketika melihat Tanu bersama Arura misalnya, atau tentang rasa tidak sukanya ketika Tanu dengan sengaja mengacuhkannya. Aretha tidak tahu, setidaknya untuk kali ini ia menganggapnya sebagai cemburu karena Tanu terlalu lama berada di sampingnya seakan-akan mereka akan bersama selamanya.

Yang jelas saat ini, Aretha tidak tahu akan sampai kapan ia bisa terus mendengar bisikan Naraya yang penuh kehangatan atau usapannya di puncak kepala, indera perasa yang ia miliki terus berkurang, sentuhan Naraya juga terasa semakin transparan. Aretha mengerjap, panas sekali matanya melihat garis keramik yang mulai berbayang-bayang, ia benar-benar pusing. Perlahan Gelap mulai merenggut pengelihatannya, tubuhnya mulai terasa ringan lalu ... Aretha tidak ingat apa-apa lagi.

Seperti kata sebagian orang yang pernah Aretha dengar, jangan memikirkan seseorang menjelang tidurmu, karena ia akan hadir dalam mimpi, ia mungkin saja akan memberimu kebahagiaan sementara, atau memberimu sakit yang akan membuatmu ingat selamanya.

Seperti kali ini, Aretha baru saja merasakan cairan hangat yang meleleh dari matanya. Ia jelas melihat cahaya yang menelan Tanu menghilang dari pandangannya, dan yang bisa ia lakukan hanyalah tersedu-tersedu di tempat tanpa bisa memberikan usaha apa-apa. Rasanya semakin nyata, ketika perlahan ia mendengar isaknya sendiri semakin memekak telinga, lalu pelan-pelan cahaya putih itu menghilang berganti dengan plafon putih yang tersorot cahaya lampu, sinarnya membuat Aretha menyipitkan matanya. Inderanya satu persatu kembali berfungsi, sesaat bisa ia dengar namanya dipanggil-panggil dari pelan menjadi semakin penuh kekhawatiran.

Best Friend-zone 「COMPLETED」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang