(13) Siapa yang kembali?

15 3 0
                                    

_____________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


_____________________



Sayup-sayup. Ada suara besi yang beradu satu sama lain dengan hebat, ada langkah tegas yang berjalan tidak tenang. Aretha yang baru saja bisa membuka matanya melihat sosok memakai jaket dengan penutup kepala itu berjalan mondar mandir tepat di depannya seolah sedang mencari solusi, ia mengerjap, dua tangannya diikat ke belakang, tubuhnya juga diikat menjadi satu dengan kursi.

Sesekali sosok itu mengumpat mencaci semua yang ada di depannya, mungkin karena itu sejak tadi Aretha mendengar banyak suara keras bertabrakan. Aretha membuka bibirnya namun hening. Ia bahkan tidak bisa mendengar bisiknya sendiri, ia tak mampu menggerakkan kerongkongannya untuk bicara, ia terlalu takut terlalu gemetar.

"Sialan!" sekali lagi kaki dengan sepatu usang itu menendang, kali ini mengenai tumpukan tiang dan salah satunya menggelinding mengenai tubuh Aretha, saat itulah suaranya terdengar merintih.

"Argh." Kepalanya sakit, badannya perih.

Seharusnya Aretha diam saja, seharusnya ia tidak perlu bersuara, lalu setidaknya ia tidak akan menarik perhatian, ia bisa mengulur waktu. Namun terlambat. Saat ini sosok itu menoleh berkat suara Aretha, dua kakinya bergerak mendekat, derap sepatunya memberi kesan seram dan menakutkan.

Sosok itu memakai masker, tangannya terulur menarik rambut Aretha yang terurai. "Kenapa lo yang ada di depan pintu bangsat!"

Aretha bisa merasakan hembus nafasnya yang panas melewati celah kain masker yang menutupi sebagian wajahnya. Aretha meringis, kepalanya terasa perih dan ngilu bersamaan.

"Harusnya Naraya yang gue tarik masuk," matanya melotot, tajam menatap Aretha yang sudah sangat berantakan. "Harusnya dia! Dia harus tahu rasanya diasingkan, dibenci orang, semua meludah setiap melihat, merasa kotor ... " Racau itu tidak jelas kemana arahnya, laki-laki yang memiliki tinggi sekitar 180 senti itu seperti sedang meratapi hidupnya sendiri.

Aretha menggeleng dengan sisa tenaganya. "Ga ada," suaranya menyeret. "Ga ada manusia sehina itu, kita kamu aku semuanya sama."

Laki-laki itu mendesis, menahan tawanya yang kemudian meledak dan lantang. Tangannya berhenti menjenggut, kali ini memilih menjauh lalu menarik salah satu kursi untuk duduk tepat di depan Aretha. "Lo bisa ngomong kaya gitu karena lo ga pernah dibuang, kan? Lo ga pernah menjalani hidup yang lebih menjijikkan dari anjing kaya gue, kan?"

"Ga ada manusia yang lebih rendah dari anjing." Aretha kembali menggeleng.

Hening. Lama. Sosok di depan Aretha itu menunduk, menatap lantai yang berdebu di bawahnya. Lalu, "Aretha Selfy lo ga pernah berubah."

Siapa? Kenapa? Bagaimana?

Banyak sekali pertanyaan yang menyerbu otak Aretha meskipun kini raut wajahnya tidak berubah sama sekali. Ia mengenal banyak sekali orang, berbagai karakter, namun keberadaanya disini membuatnya terus mengukir tanya, sosok di depannya yang ia kenal ini manusia macam apa.

Best Friend-zone 「COMPLETED」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang