(21) Bento

11 3 4
                                    

_________________________

Pagi-pagi sekali Tanu sudah berada di meja makan, di sampingnya ada Javero yang asyik membaca buku sembari sesekali mencomot roti selai yang dipotong dadu. Tante Martha terdengar mengomel, lalu disusul oleh kemunculan Bervan dari balik dapur dengan tangan yang sudah menggenggam potongan bistik ayam.

"Kalian mau semobil?" Javero mengangkat kepala sesaat untuk meneliti keberadaan Bervan dan Tanu, pandangannya kembali turun setelah tahu dua orang itu mendengar pertanyaannya.

"Engga, beda arah." Tanu menyahut. "Rumah Naraya deket sini, kalau harus jemput Aretha juga nanti jatuhnya muter-muter."

"Hmm," Javero mengangguk. Semenjak diterima  di salah satu universitas negeri ternama di Jakarta, entah kenapa sifat dan wataknya berubah, ia cukup fokus dan banyak sekali menghabiskan waktu untuk membaca buku, setidaknya itu yang sering Tanu lihat. "Gimana keadaan Aretha?" lanjutnya.

"Baik-baik aja .., kayanya."

Mendengar ucapan Tanu, Bervan yang sedang mencoba mengolesi selai di atas rotinya spontan mendongak. "Lho? Kok kayanya?"

"Gue kan ga kaya lo yang tiap hari chatan."

"Iyasih," Bervan menyetujui. "Mereka berdua ini, bestie banget."

Tanu tidak menyetujuinya, tentu saja ia akan mengatakan bahwa perasaannya itu sudah lebih. Namun mengingat bagaimana sifat Aretha kemarin, membuatnya urung untuk mengakuinya.

"Serius?" Javero yang tadi hanya ingin menyimak merasa perlu untuk berbicara. "Lo ga pernah naksir gitu sama Aretha?" pertanyaan itu ia tujukan untuk Tanu.

"Gue rasa─"

"Pernah lah pasti," Bervan memotong. "Aretha tuh .., manis tau."

Javero mengangguk setuju. "Gue nyesel sih udah bikin kesan ga baik pas dekat sama Aretha."

"Padahal dulu dia naksir berat sama lo."

"Gue tahu," Javero mendekatkan tubuhnya ke arah Tanu. "Menurut lo, Aretha masih suka ga sih sama gue?"

"Apa-apaan? Engga! Udah suka orang lain dia."

Bervan membelalakkan mata. "Siapa?"

"Yang jelas bukan Javero," Tanu meraih tasnya, bangkit dari duduk lalu bergerak pergi dari meja makan. "Udah deh mau berangkat gue." Tanu mengayunkan langkah besarnya melewati meja.

"Bagasi di sana," Bervan nyengir, ia juga mulai menarik tasnya untuk bersiap berangkat. " Ngingetin doang kalau lupa."

"Mau pamit ke Tante Martha, gue bukan anak durhaka kaya lo berdua."

"Oh." Sesaat Bervan dan Javero saling memandang, lalu keduanya bergerak bersama menutup mulut untuk menahan tawa.

Perjalanan menjemput Aretha sebelumnya tidak pernah selancar ini, Tanu tidak terjebak kemacetan sama sekali, bahkan seringkali saat melewati lampu lalu lintas, selalu saja saat lampu tengah menyala hijau. Ia mendecak, kenapa saat ia sedang tidak ingin cepat-cepat bertemu malah diberi jalan semudah ini.

Hanya butuh lima menit dari yang biasanya bisa sampai dua puluh menit, Tanu tak turun dari mobilnya saat melihat Aretha keluar dari pintu gerbang. Cewek itu melambaikan tangan, seakan sebelumnya tidak terjadi apa-apa. Jadi hanya Tanu disini yang patah hati?

"Hai," Aretha tersenyum, tidak mempermasalahkan dirinya yang tidak dibukakan pintu seperti biasa. "Udah sarapan?"

Tanu menjawab dengan gumaman singkat, ia segera melajukan mobilnya sesaat setelah Aretha masuk.

Best Friend-zone 「COMPLETED」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang