(32) Coincidences

11 3 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Who miss this duo?Yang kangen Bervan, bab ini bakalfull Tanu-Bervan yaNaraya? Ga ada!Ga full juga sih tapi bakal 90% momen lah yaOke happy reading ♥️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Who miss this duo?
Yang kangen Bervan, bab ini bakal
full Tanu-Bervan ya
Naraya? Ga ada!
Ga full juga sih tapi bakal 90% momen lah ya
Oke happy reading ♥️

_________________

"Do you believe in coincidences?" suara parau dari balik bar membuat Tanu yang tengah menikmati kue panekuknya mengangkat pandangan. Ia menoleh, sedikit memiringkan kepala untuk sekedar melihat kalau orang yang tengah berbicara itu tidak sedang memejamkan mata. Bahaya sekali.

Sudah tiga tahun lamanya ia tidak melihat sosok itu bergerak di depannya, melakukan hal yang tidak penting namun selalu saja berhasil menyita perhatian Tanu. Bila diingat mundur beberapa tahun lalu, Tanu pernah membiarkannya berkutat dengan dapur dan berakhir dengan dapurnya yang tiba-tiba penuh dengan kuah kari. Iya. Orang itu memasak ayam kari dengan panci presto dan berusaha membuka penutup tanpa mengurangi asap dari puncak tutup, dan tentu saja, panci itu meledak.

"Melek aja dulu baru ngomongin coincidences," Tanu kembali menunduk, mengamati beberapa kata yang sedikit sumbang sembari kembali menyendok kue dengan tangan kirinya. Tanu adalah seorang kidal.

Bervan Danaka.

Pria yang tengah memakai sweater abu itu menaruh sepiring panekuk di meja, turut duduk di salah satu sofa yang berhadapan dengan Tanu.

"Argh, kepala gue kenapa ya kok pusing banget?" jika saja semalam Bervan tidak membuat masalah di jalan setelah mabuk dan bertemu Jasmine, mungkin saja saat ini Bervan sudah tergeletak di jalan dengan keadaan semua barangnya hilang. "Cewek semalem siapa? Dia harus tanggung jawab karena udah mukul gue pakai sepatu, kepala gue jadi benjol."

Jasmine tidak sengaja memukulnya semalam karena mengira Bervan mencoba melecehkannya. Siapa yang tidak panik jika bertemu pria mabuk yang terus mengejarnya. Jika itu terjadi pada Tanu, mungkin ia akan melakukan hal yang lebih gila daripada hanya sekedar memukul kepala.

"Namanya Jasmine." Tanu meletakkan sendoknya, jemarinya yang panjang di usapkan pada tisu yang baru saja ditarik dari tempatnya.

Bervan mengusap matanya kasar, pria itu, yang entah sejak kapan rambutnya memanjang menutupi leher belakang, tampak begitu berantakan dengan bau alkohol yang masih pekat. "Pacar?"

Best Friend-zone 「COMPLETED」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang