(19) Ruangan OSIS sumber salah paham

16 4 0
                                    

Pas baca ini lagi ngapain?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pas baca ini lagi ngapain?

Aku mau laporan kalau aku abis
ganti sampul cerita
Lucu ga?
Kata temenku sampul sebelumnya
Tanu serem banget, beda sama
karakter Tanu yang aku ceritain gemes
Jadi aku ubah deh.
Udah sih gitu ajaa hehe
Selamat membaca✨

________________________________

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Aretha kembali menduduki kursi penumpang mobil Tanu, geraknya terarah meraih jepit untuk menyepol rambutnya yang tadi sempat terurai bebas. Cewek itu mendengus, rasanya sekarang ia benar-benar muak melihat begitu banyak tumpukan buku yang ia harus bawa kemana-mana. Kemarin Aretha sempat merasa lega karena terlepas dari banyak sekali dokumen, lembar izin acara atau proposal OSIS yang membuat tangannya seringkali kesemutan dan keram, lalu kali ini setelah ia menoleh dan menemukan tumpukan materi ujian akhir di kursi belakang, ia mendengus kasar.

"Kenapa sih?" Tanu yang fokus memarkir mobil ternyata sadar dengan kekesalan Aretha. "Kamu boros banget udara deh hari ini."

Aretha merengek. "Aku capek, aku kaya ga pernah istirahat."

"Aku kan udah bilang, kurangi jadwal kamu di Lattetha!" Tanu menarik rem tangan, menggeser tubuhnya sedikit miring menghadap ke arah Aretha. "Anzi aja udah mulai ga bantu-bantu di sana buat fokus sama ujian, masa kamu ga gitu juga?"

"Ya beda, Tan."

"Kalau masih makan nasi, bernafas terus bergerak ya sama aja masih manusia, kecuali kamu tiba-tiba makan darah baru beda." Canda Tanu sembari menjulurkan tangan, menyingkirkan anak rambut Aretha yang menutupi dahinya.

"Lattetha itu usaha aku, Tan. Aku harus tahu gimana cafe itu berkembang, aku ga bisa buat ninggalin Lattetha gitu aja."

Tanu hanya tersenyum, lalu. "Aku ga nyuruh kamu buat ninggalin Lattetha, aku cuma minta kamu kurangi waktu di sana, misalnya seminggu dua atau tiga kali gitu. Badan kamu harus sehat biar otak kamu juga bisa berpikir jernih."

"Iya iya."

"Oh iya," Tanu baru saja ingin keluar, namun kembali geraknya tertahan untuk menoleh pada Aretha. "Kamu ke kelasnya sendiri, ya. Aku ada janji sama Bu Rina."

Aretha menanggapinya dengan gumaman singkat, sekarang gilirannya untuk keluar dari mobil setelah Tanu membukakan pintu untuknya. Di tangannya ada lima buku yang berbeda, yang semalam susah payah ia kerjakan isinya.

"Ini ga ada yang mau kasih semangat gue gitu biar tiba-tiba jadi pinter kaya Naraya," kembali nafas kasar itu terdengar, membuat Tanu yang baru saja menutup pintu belakang tersenyum miring.

"Semangat sayang," bisik Tanu lirih sebelum pergi menjauh lalu hilang ditelan tembok bangunan, menyisakan senyum malu yang tersemat di wajah Aretha.

Padahal sebelum Aretha menyadari perasaannya pada Tanu, kalimat seperti itu tidak akan pernah membuat pipinya merona, justru ia seringkali merasa risi. Lalu, kenapa saat ini bahkan hanya membayangkan wajah Tanu tersenyum saja mampu membuat Aretha merona, membuatnya senyum-senyum sendiri seperti orang aneh.

Best Friend-zone 「COMPLETED」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang