(22) Mana yang lebih baik?

14 3 0
                                    

Mungkin ini akan menjadi bab terakhir
di tahun 2023
Selamat tahun baru semuanya
Sampai jumpa di tahun 2024

🎉☃️❄️❄️❄️⛄🎉

Aretha hanya diam di salah satu kursi yang ada di samping meja bulat, tatapnya kosong memandangi tanaman yang sengaja ditanam di luar jendela kantin.

"Gue sengaja buat ga deket sama lo dulu akhir-akhir ini," Andrew yang baru saja datang segera mengangsurkan minuman botol perasa jeruk ke arah Aretha. Keduanya menghabiskan menit-menit terakhir sebelum bel masuk berbunyi di salah satu sudut kantin yang mulai sepi. "Gue lihat lo menikmati waktu lo banget sama Tanu."

Aretha tersenyum, berterima kasih atas minuman yang sudah berpindah ke tangannya. "Gue cuma mau menikmati sisa waktu yang ada sama temen-temen gue. Ga cuma Tanu, semua orang yang kenal gue termasuk lo."

Selesai menenggak minuman kalengnya, Andrew mengangguk. "Sorry ya, gue ga pamit pas terakhir kita ketemu di Rumah Sakit," Andrew mengedarkan pandangan. "Gue terlalu malu ketemu sama lo."

"Malu kenapa?"

"Terkesan sok jagoan, tapi kalah telak sama Tanu."

Aretha menoleh, lalu tertawa. "Engga ada yang berpikiran begitu."

"Gue yang berpikir begitu. By the way, lo udah lama ya kenal sama Tanu?"

"Berapa lama ya," Aretha mendongak mengingat. "Ya semenjak masuk SMA."

"Oh." Andrew mengangguk. "Kalian akrab banget."

Aretha juga tidak tahu, padahal dulu saat pertama kali bertemu Tanu, ia sama sekali tidak berpikir menjadi sahabatnya, apalagi menyukainya. Namun ternyata Aretha memang terlalu meremehkan Tanu sejak awal, membiarkan Tanu pelan-pelan mencuri segala perhatian dan perasaannya.

Lalu setelah semuanya, setelah ia tahu Tanu juga membalas perasaannya, Aretha merasa semuanya menjadi terlalu rumit, ia seringkali dihadapkan dengan sesuatu yang tak bisa diaturnya seperti saat ia mengatur kehidupan sempurnanya sendiri. Aretha mendengus, tangannya bergerak mencoba membuka tutup botol yang keras dengan tangannya sebelum diambil alih oleh Andrew yang membantu membukakannya, dan setelah berhasil ia kembali menggeser botolnya ke arah Aretha.

"Gimana udah lebih tenang?" Andrew membawa obrolan jauh kemana-mana, Aretha hampir saja lupa jika tujuannya ke kantin untuk menenangkan pikirannya setelah kejadian tadi bersama Arura.

"Lebih baik," Aretha tersenyum. "Makasih ya udah diajak kesini."

"My pleasure." Andrew mengukir senyumnya, rambutnya yang sedikit ikal dan kecoklatan membuatnya terlihat begitu manis dan tampan dalam waktu bersamaan. "Tadi kalau gue yang ada disitu, pasti lo yang akan gue bawa pergi."

"Iya, tapi itu kan lo, bukan Tanu."

"Lo patah hati?"

Aretha menggeleng. "Engga. Cuma ga habis pikir aja."

Hening.

Aretha memutar-mutar tutup yang mengambang di mulut botol, pandangannya lurus menatap hampa dinding kantin yang saat ini mulai lenggang. Ia bertanya pada dirinya sendiri, sampai kapan ia menutupi rasa sakitnya, rasa cemburunya. Ia ingin semua orang tahu bahwa ia patah hati, ingin marah-marah saat itu juga.

Lagi-lagi, Aretha hanyut dalam lamunan kosongnya, tanaman sansevieria yang tumbuh subur di luar ruangan menyita banyak sekali perhatiannya, ia tumbuh besar tidak pernah benar-benar dirawat kecuali jika sekitarnya terlihat kotor, namun kehadirannya membuat suasana menjadi lebih sejuk.

Best Friend-zone 「COMPLETED」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang