045'
******
Nanza menatap sebal ke arah Kalingga, mengingat bagaimana tadi laki-laki itu mengendarai motornya yang hampir saja membawa gadis itu mati, Kalingga sungguh sialan.
Kalingga melewati Nanza begitu saja tanpa menoleh sedikit' pun ke arah gadis itu. Nanza berdecak, “Kak! Lo jadi bisu, ya?!” teriak gadis itu seraya membuka helmnya.
Jangan pernah mengharapkan jawaban dari Kalingga. Laki-laki itu sedang mengontrol pikirannya yang kacau karena Nanza sendiri.
“Kak!” Nanza menghentikan langkahnya menatap nanar punggung Kalingga.
“TERSERAH LO, KAK. GUE NGGAK AKAN NGEJAR ORANG KAYAK LO! KATANYA CINTA, TAPI KELAKUAN LO KE GUE GITU. BODO AMAT!” Nanza menghela napasnya.
Nanza menghentakkan kakinya, gadis itu langsung mendekati lift untuk ke lantai lima. Napas gadis itu masih memburu karena berteriak tadi.
Sampai di apartemen Neneknya, Nanza langsung mendudukkan tubuhnya di sofa. Hatinya masih merutuki Kalingga. Memang ada ya? Konsep mengungkapkan perasaan seperti Kalingga. Belum juga di tolak, sudah mengibarkan bendera perang. Bagaimana kalau Kalingga benar-benar di tolak. Mungkin Laki-laki itu akan membunuh gadis itu. Menyeramkan!
Nanza mengusap-ngusap wajahnya prustasi, “Kenapa jadi gini, si! Tugas gue harusnya selesai! Dan sekarang gue hidup bebas. Nggak ada masalah baru kayak gini. Kak Lingga juga, kenapa dia beneran baper.” nanza memejamkan matanya, “Tapi, hati gue rasanya berat buat nolak dia secara terang-terangan.”
Belum. Belum selesai. Nanza bangkit, gadis itu menyilangkan kedua lengannya ke depan dada, “Kalo gue tolak, kemungkinan besar Kak Lingga bakal balikan lagi sama si Sonya. Gue tau, Kak Lingga akan siap membantu Sonya kalau cewek gila itu minta tolong bantuan dia kapanpun. Dan itu, itu nggak boleh terjadi!” Nanza menggigiti ujung kuku jari tekunjuknya.
“Kalo gue jadi pacar Kak Lingga, gue punya hak buat larang dia. Ya, gue harus jadi pacarnya Kak Lingga. Za, lo harus sabar ya, anggap aja semuanya cuma permainan. Lo akan selesai jika permainannya menang. Ya!” Nanza langsung membuka sepatunya. Gadis itu akan membersihkan tubuhnya. Setelah itu, Nanza akan ke apartemen Kalingga untuk rencananya. Memang bodoh, tetapi ini jalan satu-satunya.
Menghabiskan waktu lima belas menit untuk mandi, dan dua puluh menit untuk bersiap. Nanza harus tampil cantik sore ini. Gadis itu memilih mini dress abu-abu untuk di kenakannya. Gadis itu menatap lekat tubuhnya dari atas hingga bawah di dalam cermin, “Oke, sih.” ucap gadis itu seraya menyelipkan ujung rambutnya ke belakang telinga.
Tidak berlama-lama lagi, Nanza langsung berjalan cepat keluar kamar.
“Wah, mau kemana ni Cucu Nenek?”
Nanza menghentikan langkahnya lalu menatap Neneknya yang sedang masak itu, “Nek, Nanza mau ke luar dulu.”
“Hm, nggak makan dulu, Za?” tanya Nenek lagi.
Nanza menggelengkan kepalanya, “Nanti aja pulang dari sana. Nenek makan duluan aja,” ucap gadis itu seraya memakai sandal selop berkarakter kelinci miliknya.
“Yaudah, kamu hati-hati. Kalo ada apa-apa kabarin Nenek. Jangan lupa lho, Za. Nenek juga punya HP.” ucap Neneknya mengingatkan.
“Iya siap. Yaudah, Nanza berangkat. Asalamuallaikum!” Nanza langsung berjalan ke arah pintu untuk keluar.
******
Nanza menatap knop pintu apartemen Kalingga. Gadis itu sedang memikirkan caranya agar bisa masuk. Kalo gadis itu mengetuknya dan langsung mengakui dirinya Nanza, mungkinkah Kalingga akan membuka pintu untuknya? Sepertinya tidak akan.
Nanza tersenyum saat idenya muncul, Nanza berdeham guna merubah suaranya, “Cleaning Service!” ucap gadis itu lalu mengetuk pintu tiga kali. Belum ada jawaban. Gadis itu kembali mengetuk pintu tiga kali, dengan suaranya yang masih di buat-buat, “Cleaning Service!”
Barulah ada sahutan dari Kalingga di dalam sana. Nanza menghela napasnya seraya menggeser tubuhnya agar peluang untuk masuk ke apartemen Kalingga lebih besar.
Saat pintu terbuka, dengan cepat Nanza masuk lalu menutup kembali pintu dari dalam. Barulah gadis itu membalikkan tubuhnya menatap Kalingga, “Sore, Kak.” ucap gadis itu lalu tersenyum manis.
Kalingga menatap Nanza dari atas hingga bawah, bukannya menjawab sapaan gadis itu, Kalingga malah melewati Nanza untuk membuka pintu. Laki-laki itu mengisyaratkan agar Nanza keluar dari sana.
Nanza berdecak, gadis itu membuka sandalnya lalu berjalan ke arah sofa untuk duduk di sana, “Nggak ada niatan bawain gue minuman dingin gitu, Kak.” sindir gadis itu seraya menyilangkan kakinya.
Tidak ada jawaban juga, Nanza melirik Kalingga yang malah berjalan ke arah meja kerjanya. Laki-laki itu sepertinya sedang sibuk bekerja.
Nanza bangkit lalu menghampiri Kalingga. Gadis itu menumpukan tangan kanannya pada meja di depan Kalingga. Sedangkan tangan sebelah kirinya, gadis itu simpan di penyandar kursi yang di duduki laki-laki itu, “Gue mau kasih jawaban gue.” bisik Nanza tepat di depan telinga Kalingga.
Kalingga menelan salivanya, laki-laki itu langsung bangkit memutar kursinya dan mendorong Nanza untuk duduk di sana. Kalingga mengurung Nanza dengan kedua tangannya bertumpu pada pegagangan kursi. Kalingga mengangkat sebelah alisnya, “Do you accept?”
Nanza mengangguk, “I love you too!” ucap gadis itu seraya menunjuk dada kanan Kalingga.
Kalingga tersenyum miring, “Bukannya lo udah bodo amat ya, sama gue?” ucap laki-laki itu mengingat rutukan Nanza tadi.
“Ng...nggak, siapa juga yang ngomong gitu. Gue nggak, tuh.” jawaban Nanza membuat Kalingga berdecih.
“Buktiin ke gue, kalo lo beneran cinta sama gue.”
Permintaan Kalingga membuat Nanza sulit bernapas. Apakah perlu bukti? Bukti apa?
Nanza menipiskan bibirnya lalu mendorong dada Kalingga. Gadis itu berdiri menatap lekat wajah Kalingga. Selang beberapa detik bertukar tatap, Nanza langsung mengecup bibir Kalingga singkat, “Kita pacaran!” ucap gadis itu seraya mendorong Kalingga dan lari dari sana.
******
TBC
.Lanjut?
Bentar lagi End nih, kira-kira
Part berapa, ya?Jangan lupa VOMENT nya!
Terimakasih!
KAMU SEDANG MEMBACA
BONANZA • [TERBIT]✓
Teen FictionVERSI CETAK TERSEDIA DI SHOPEE FIRAZ MEDIA ⚠️ "Za, plis ya, lo bantuin gue. Gue nggak tau mau ke siapa lagi gue minta tolong. Gue nggak mau Abang gue malah mati-matian merjuangin cewek yang cuma bisa nyakitin dia doang." "Gu...gue bisa apa? Gue haru...