031'
******
Nanza meratapi nasibnya yang malang, gadis itu pikir, dengan membujuk Kalingga secara halus, gadis itu akan mudah untuk keluar dari kandang laki-laki itu. Nyatanya, Nanza salah.
Dengan hati-hati, Nanza mencoba mengangkat kepala Kalingga agar gadis itu bisa bebas, tetapi itu tidak mudah. Kalingga malah semakin dalam memeluk perut Nanza.
“Nggak usah gerak-gerak, Za. gue mau gini dulu.” wajah Nanza memelas mendengar suara berat Kalingga. Apaan? Laki-laki itu harusnya menyadari kalau paha Nanza itu sudah pegal.
“Kak, paha gue pegel.” adu Nanza berharap laki-laki itu akan melepaskannya kali ini.
Dan dugaannya kali ini benar, Kalingga mengangkat kepalanya menatap kasihan ke arah Nanza, “Oh iya lupa.” ucap laki-laki itu langsung mendudukkan tubuhnya.
Di liriknya jam dinding di pojok ruangan masih menunjukkan pukul sepuluh malam, Kalingga kembali menatap Nanza, “Gantian.” laki-laki itu menarik bahu Nanza agar gadis itu yang kali ini tidur di atas pahanya.
Nanza menghela napasnya, gadis itu menatap wajah Kalingga dari bawah, “Kak. Lo beneran mau nahan gue di sini? Lo nggak ada niatan gitu buat ngebiarin gue pulang?”
Kalingga menggelengkan kepalanya, “Gue mau lo di sini.” jawab Kalingga tegas.
Tangan Kalingga terangkat untuk menyentuh hidung Nanza, “Lo terpaksa?” tanya laki-laki itu dengan telunjuknya menyentuh tahi lalat di bawah mata Nanza.
Dengan cepat Nanza menggelengkan kepalanya, gila aja kalo harus jujur. Susah payah gadis itu bisa se-intens ini dengan Kalingga, mau di rusak gitu aja?
“Bukan gitu, tapi kan gue kurang enak kalo harus nginep di rumah cowok.” jawab Nanza hati-hati.
Kalingga tersenyum, “Kenapa harus gak enak? Kita nggak ngapa-ngapain.” ucap laki-laki itu menatap lekat-lekat wajah Nanza.
Nanza menghela napasnya, “Iya juga. Tapi ya tetep gak enak lah, Kak.” semoga saja Kalingga akan membiarkannya pulang sekarang.
Kalingga memalingkan wajahnya dari Nanza. Laki-laki itu tidak mau menatap wajah gadis itu. Nanza kembali mengusik hatinya, “Yaudah, pulang sana.” ucap laki-laki itu ketus.
Ah, Nanza jadi di buat gemas sekarang. Gadis itu bangkit lalu turun dari sofa dan berjongkok di depan Kalingga, “Ciah, Marah.” sindir gadis itu.
Kalingga bangkit dari duduknya, laki-laki itu beranjak dari sana meninggalkan Nanza. Nanza menganga melihat Kalingga malah berjalan ke tangga. Dengan cepat, gadis itu berlari mengejar Kalingga.
“Kak! Kok marah lo gitu si,” gadis itu malah tertawa melihat tingkah Kalingga. Apaan ini? Marahnya Kalingga kok jadi kayak anak kecil. Pundung kalo kata sundanya.
Saat Kalingga ingin menutup pintu kamarnya, dengan gesit Nanza menahan pintu itu dan ikut masuk ke dalam. Baru saja gadis itu ingin berbicara, Kalingga segera menutup pintu dan menarik Nanza ke kasur. Seperti biasa, Kalingga tidak akan kuat untuk tidak memeluk tubuh gadis itu.
Kalingga merasakan nyaman sekarang. Nanza yang masih syok itu belum bisa berkata apapun. Gadis itu selalu saja di buat terkejut dengan tingkah Kalingga.
“Gue nggak suka lo ngebantah, Za. Plis, lo ngerti. Gue butuh lo.” laki-laki itu lalu terpejam memeluk erat tubuh Nanza.
Nanza menatap lampu di kamar laki-laki itu, tiba-tiba rasa kantuk menghampiri gadis itu, tubuhnya pun terasa lemas untuk menanggapi Kalingga. Biarkan saja, ini hanya sementara. Ingat, hanya sementara. Lain kali, gadis itu akan lebih pintar dalam memilih taktik.
KAMU SEDANG MEMBACA
BONANZA • [TERBIT]✓
Novela JuvenilVERSI CETAK TERSEDIA DI SHOPEE FIRAZ MEDIA ⚠️ "Za, plis ya, lo bantuin gue. Gue nggak tau mau ke siapa lagi gue minta tolong. Gue nggak mau Abang gue malah mati-matian merjuangin cewek yang cuma bisa nyakitin dia doang." "Gu...gue bisa apa? Gue haru...