BONANZA - 019

47K 2.1K 7
                                    

019'

******

Nanza meringis menatap luka di sudut bibir Kalingga. Perlahan gadis itu memakaikan betadine yang sudah ada di kapas itu ke luka tersebut hingga rata.

Tatapan Nanza teralih ke netra Kalingga yang terpejam. Gadis itu menghela napasnya membuat Kalingga membuka mata.

Nanza kembali fokus mengobati luka Kalingga. Kelihatannya laki-laki itu tidak merasa sakit sedikit pun memiliki luka yang lumayan parah.

Kini giliran Kalingga yang menatap Nanza, tangan laki-laki itu menyentuh tangan Nanza. Nanza refleks mendongak kembali menatap Kalingga.

Nanza dan juga Kalingga terpaku satu sama lain sehingga selang beberapa detik, Nanza memutuskan untuk menoleh ke arah lain. Gadis itu merasakan perubahan degup jantungnya. Tidak waras jika gadis itu tidak mengalihkan tatapannya.

Kalingga masih memperhatikan wajah Nanza dari samping meski gadis di depannya itu sudah berpaling. Laki-laki semakin tertarik dengan tingkah gadis di depannya. Nanza salting?

Merasa Kalingga tidak ada pergerakan, Nanza berdeham, “Jagoan banget ya sampe kayak gitu.” ucap gadis itu mencibir.

Kalingga tersadar, “Gue nggak mulai duluan.” bantah laki-laki itu.

Nanza merotasikan kedua matanya, “Padahal gue liat, Lo yang dorong dia duluan.”

“Lo nggak terima? Kenapa? Dia penting?” tanya Kalingga seraya turun dari brankar.

Nanza mundur beberapa langkah menjauhi Kalingga lalu gadis itu berjalan ke arah nakas memilih untuk membereskan peralatan P3K.

“Jawab gue, kenapa lo nggak terima? Lo juga punya perasaan ke dia? Hah?” Kalingga menatap punggung Nanza.

Nanza membawa kotak P3K untuk di simpan ke tempat semula,  Mengabaikan Kalingga yang memberinya banyak pertanyaan.

Kalingga menarik tangan Nanza, “Lo kenapa nggak mau jawab? Tuli?”

Nanza berdecak, gadis itu menepis tangan Kalingga, “Gue nggak tuli. Pertanyaan lo terlalu beruntun, Kak. Nggak penting juga. Udah ya, gue mau bal—”

“Jawab!” sentak Kalingga.

Alis Nanza tertaut, gadis itu menatap Kalingga, “Biasa aja bisa, kan? Gue nggak ada apa-apa sama Kak Alex, apalagi perasaan. Apaan si.”

Kalingga tersenyum miring, “Bohong! Nggak usah ngeles, Za.” laki-laki itu menarik dasi yang melilit di kerah Nanza membuat gadis itu melotot.

“Kak! Lepasin! Lo kenapa jadi sentimen gini, si!” gadis itu memegang tangan Kalingga di lehernya.

Kalingga melepaskan tangannya dari Nanza. Laki-laki mengusap kasar wajahnya, “Gue nggak suka lo respect sama dia.”

Detik itu juga Nanza tersenyum, gadis itu menjijitkan kakinya menyejajarkan wajahnya dengan Kalingga, “Cemburu?” tuduh gadis itu.

Kalingga mendorong kening Nanza hingga gadis itu hampir terhuyung, untung saja Kalingga sigap menahan punggungnya.

“Cemburu? Nggak mungkin. Gue cuma nggak suka aja.” jelas laki-laki itu.

Nanza ingin menegakkan tubuhnya, tetapi Kalingga menarik pinggang gadis itu, “Ka—”

“Jangan coba-coba temuin Alex.” sekat Kalingga.

Nanza tersenyum, gadis itu mengalungkan tangannya ke leher Kalingga. Perubahan Kalingga semakin gadis itu rasakan, “Kok  posesif gitu, si?” goda Nanza.

Kalingga menelan salivanya, laki-laki itu menyadari dirinya memang menunjukkan respon berbeda akhir-akhir ini terhadap Nanza. Entahlah, laki-laki itu tidak mengerti.

Nanza menarik leher Kalingga hingga laki-laki itu menunduk, Nanza mendekatkan wajahnya ke telinga Kalingga, “Nyatanya sekarang Kakak suka sama gue, kan?” bisik gadis itu.

Kalingga merasakan aliran darahnya membeku seketika. Bahkan jantung laki-laki itu berdegup lebih cepat dari sebelumnya.

“Udahlah, Kak. Tinggalin aja Sonya, apa sih spesialnya dia bagi lo. Spesialan juga gue.” ucap Nanza masih berbisik membanggakan dirinya sendiri.

Kalingga menjilat bibirnya sendiri. Laki-laki itu menoleh tepat ke depan telinga Nanza, “Buktiin ke gue apa spesialnya lo.” ucap laki-laki itu ikut berbisik.

Detik itu juga Nanza mati rasa.

******

“Za, lo kemana aja, si?” tanya Caca memeluk tangan Nanza.

Nanza mendudukkan tubuhnya di kursi kantin. Caca ikut duduk di samping Nanza. Nanza mengacak-ngacak rambutnya sendiri.

“Za, lo kenapa, si? Apa yang ngebuat lo se-prustasi ini? Lo ketemu Kak Lingga? Atau Kak Alex?” tanya Caca penasaran karena perubahan tingkah Nanza.

Nanza menelungkupkan wajahnya ke atas tangannya yang terlipat di atas meja, “Gue hampir gila, Ca. Kenapa gue baru sadar kalo Kak Lingga semeresahkan itu.”

Caca menganga, “Jadi ini semua karena Kak Lingga. Kenapa? Dia apain lo? Lo tadi berhasil ketemu dia?”

Nanza mengangguk lemah, “Gue rasa, gue mau mundur aja deh, Ca. Jantung gue nggak kuat kalo berhadapan terus sama dia. Bawaanya pengen serangan jantung terus, Ca.”

Caca tertawa mendengar Nanza, “Za! Masa lo gitu? Jangan-jangan lo serangan cinta deh, bukan jantung.” Caca kembali tertawa.

Nanza memukul meja membuat Caca langsung menutup rapat mulutnya, “Ogah gue cinta sama cowok keras kek begitu. Mana bisa gue hidup tenang? Cukup Sonya aja yang ngerasain. Gue mah jangan, lagian gue kan cuma mau buat dia ninggalin Sonya aja. Nggak lebih.”

“Tapi gimana kalo dia baper sama lo, Za? Gue yakin si, Kak Lingga baper beneran sama lo. Iya si—”

“Nggak mungkin. Dahlah, lo semakin ngelantur. Jangan buat gue tambah pusing! Gue mau es jeruk!” sekat Nanza.

Caca kembali tertawa melihat Nanza ngamuk, gadis itu segera mengambil handphone di saku bajunya lalu memotret Nanza tanpa izin, “Gue harus lapos Rere si, ini mah. Dia harus tau lo kegilaan Kak Lingga.”

“Caca! Gue mau es jeruk!” teriak Nanza membuat Caca sontak menyimpan handphone nya ke atas meja langsung berlari ke penjual es jeruk.

Nanza menghela napasnya, matanya tidak sengaja melihat Sonya di depan sana. Gadis itu menegakkan punggungnya saat Sonya berjalan ke arahnya.

“Jadi itu niat lo? Lo mau rusak hubungan gue cuma mau bantu Rere? Licik juga, ya?” Sonya menyilangkan kedua lengannya ke depan dada.

Nanza mendelik, “Licik demi kebaikan nggak akan ngaruh.” ucap Nanza menatap tidak suka ke arah Sonya.

“Wow, hebat! Andai Lingga tau niat lo ini, reaksi dia kayak apa, ya?” Sonya tersenyum remeh ke arah Nanza.

Nanza ikut tersenyum, “Menurut lo?”

Sonya menggelengkan kepalanya, “Menarik. Lo udah berani mengibarkan bendera perang sama gue yang nggak pernah siswi lain lakuin sebelum lo. Asal lo tau, gue adalah siswi yang paling di segani di sini. Lo malah cari masalah sama gue. Seberani itu?”

Nanza tertawa, “Di segani. Mereka semua bodoh ya, nyegani cewek modelan kayak lo, Kak. Apa sih yang ada di pikiran mereka?”

Sonya mengeraskan rahangnya, “Lo! Lo kenapa si mancing emosi gue terus?! Hah! Mau lo apa?!” teriak Sonya mengundang perhatian seisi kantin.

“Mau gue, lo tinggalin Kak Lingga.”

******
TBC
.

BONANZA •  [TERBIT]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang