BONANZA - 020

52.6K 2.2K 1
                                    

020'

******

Nanza tersenyum manis menatap pantulan wajahnya di kaca spion. Hari ini, gadis itu sudah rapih memakai hoodie mocca nya. Dan kakinya sudah berdiri tepat di depan gerbang rumah Rere. Entah ada apa Citra menelponnya menyuruh gadis itu untuk datang ke rumahnya. Dengan senang hati Nanza datang.

Hari minggu yang cerah bagi orang yang tidak normal, karena sepagi ini gadis itu dapat melihat Kalingga sedang memandikan motornya di halaman. Tapi gadis itu merasa paginya suram. Jujur, Nanza merasa canggung karena pertemuannya kemarin. Tapi gadis itu tidak akan diam dalam kecanggungannya. Dia kan Bonanza.

Perlahan Nanza memencet bel gerbang. Merasa Kalingga belum mendengarnya, gadis itu memencet satu kali lagi hingga Kalingga menoleh ke arahnya. Tetapi laki-laki itu malah kembali fokus mengerjakan aktivitasnya. Kalingga sialan.

"Asalamuallaikum! Apakah ada orang di dalam?!" teriak Nanza menyindir membuat Kalingga kembali menoleh ke arahnya.

Nanza tersenyum menang saat Kalingga menghampirinya. Nanza dapat melihat wajah garang Kalingga, "Hai, Kak. Pagi. Gue ke si-"

"Gue tau. Lo buka sendiri bisa, kan? Kenapa harus teriak-teriak, si." cibir laki-laki itu seraya membuka gerbang yang tak di kunci sama sekali.

Nanza hanya tercengir, "Oh, nggak di kunci, ya? Maaf. Gue kan nggak tau, Kak." ucap gadis itu langsung masuk.

Kalingga membalikkan tubuhnya kembali menghampiri motornya. Nanza mengekori laki-laki itu, "Tante Citra ada apa ya, dia kok nyuruh gue ke sini?"

"Lo nanya ke siapa? Yang nyuruh lo ke sini siapa?"

Jeder! Sepagi ini Kalingga sudah mematikannya.

Nanza menelan salivanya, "Iya juga sih, yaudah, gue izin masuk ya, Kak."

Menunggu Kalingga menjawab itu sama saja dengan menelan biji mangga matang. Karena laki-laki itu tidak akan bicara sampe kita ubanan. Seperti halnya kita keburu mati karena menelan biji mangga itu. Dasar.

Nanza mulai melangkahkan kakinya melewati Kalingga. Tetapi tangan gadis itu di tarik membuat dirinya mau tidak mau menubruk dada bidang laki-laki itu.

"Kak, liat tempat dong, gimana kalo bonyok lo liat," ucap gadis itu terkikik geli. Di dalam lubuk hatinya yang paling dalam, Nanza sangat geli dengan ucapannya. Bagaimana tidak? Ucapannya itu seakan mereka mempunyai hubungan lebih.

"Mereka semua lagi ke pasar. Dan lo mau ketemu siapa di dalam? Di dalam nggak ada siapa-siapa." ucap Kalingga. Tangan laki-laki itu tergerak untuk memeluk Nanza.

Begitu rupanya. Nanza berusaha melerai pelukkan Kalingga, tetapi laki-laki itu malah mengeratkan pelukkannya, "Tunjukkin ucapan lo kemarin. Spesial nya lo apa?"

"Apa yang spesial si, tujuan gue ke sini mau ketemu Tante Citra. Tapi mereka malah lagi keluar. Yaudah, lepasin gue Kak. Gue mau pulang aja," ucap gadis itu sedikit memukul-mukul dada Kalingga.

Bukannya melepas pelukkannya pada Nanza, Kalingga malah menyelundupkan wajahnya ke leher gadis itu, "Terlanjur, gue udah nyaman kayak gini," lalu laki-laki itu menghirup dalam-dalam wangi parfum Nanza.

Help! Apa yang harus di lakukan Nanza sekarang? Harusnya gadis itu senang karena Kalingga sudah respect padanya. Tapi, kenapa Nanza malah merasakan jantungnya darurat.

"Kak! Itu motor lo harus di cuci! Itu airnya ud-"

"Za, gue pengen kayak gini." ucap Kalingga lemah. Laki-laki itu memejamkan matanya, "Semalem gue nggak bisa tidur. Jadi, kasih gue waktu lima belas menit buat tidur." lanjut laki-laki dengan napas yang mulai teratur.

Nanza melototkan matanya. Apa ini? Kalingga beneran tidur? Gadis itu menahan tubuh berat Kalingga. Sungguh, Kalingga tidak tahu kira-kira. Laki-laki itu bisa tidur dengan posisi seperti ini? Posisi yang menyiksa Nanza?

******

"Untung aja kami keburu datang ya, Za? Kalo nggak, kamu bisa-bisa encok lho, Za." ucap Om Rendi langsung tertawa.

Nanza ikut tertawa, "Iya, Om, Tan, kok bisa ya, Kak Lingga tidur kayak gitu?" heran Nanza.

"Gini-gini," Tante Citra duduk di samping Nanza, "Tante jadi inget waktu Kalingga sepuluh tahun, di mana dia nggak bisa tidur kalo nggak di peluk Papahnya. Kalingga emang suka gitu, Za. Dari kecil. Tapi sekarang Tante sama Om nggak tau ke siapa anak itu bersandar."

Nanza menoleh ke arah Rendi yang terisak. Laki-laki itu mengusao sudut matanya, "Udah, Mah. Jangan di ceritain." ucap laki-laki lalu tersenyum.

Tante Citra mengangguk, "Segitu asingnya dia sekarang, Za. Tapi kami merasa lega saat liat kamu yang menjadi sandaran dia tadi." Tante Citra mengusap punggung Nanza.

Nanza tersenyum, "Maaf ya, Om. Nanza jadi buat Om sedih." ucap gadis itu merasa bersalah.

"Nggak, Za. Om biasa aja, kok." laki-laki itu tersenyum ke arah Nanza.

"Udah Rere bilang, Mah, Pah. Nanza emang bakalan cocok sama Bang Lingga. Dan ini adalah perubahan Abang. Sekarang, kita bisa liat Abang setenang tadi." sahut Rere seraya menyajikan minuman ke atas meja.

Tante Citra dan juga Om Rendi mengangguk, "Makasih, Za." ucap Om Rendi.

Nanza tersenyum, "Udah Om, Tan. Jangan bikin Nanza jadi canggung, ah. Nanza aja kaget Kak Lingga mulai respect sama Nanza."

Rere duduk di samping Nanza. Gadis itu merangkul pundak Nanza, "Udahlah Za, gue restuin lo sama Abang gue."

"Apaan si, Re." Nanza langsung menyentil telinga Rere.

"Mah! Pah! Kakak iparnya jahat!" teriak Rere mengadu pada Rendi dan juga Citra.

Rendi dan juga Citra tertawa detik itu juga. Mereka menggelengkan kepala melihat tingkah Nanza dan Rere.

Citra mengangkat telunjuk kannya ke depan mulut saat Rere ingin teriak kembali, "Sst, nanti Kalingganya bangun. Susah payah lho Papah bawa anak itu ke kamar."

Rendi mengangguk, "Iya, Re. Kunci mulutnya rapet-rapet." ucap Rendi membuat Rere mingkem. Gadis itu mendapat senggolan dari Nanza, "Denger tuh." ucap Nanza.

"Jadi gini, Za. Tujuan Tante undang kamu ke sini, kamu mau nggak bantuin kita cari ide buat rayain ulang tahun Kalingga. Dia besok ulang tahun, Za." jelas Citra.

"Oh, Kak Lingga besok ulang tahun?" ucap Nanza. Gadis itu baru tahu.

Rendi mengangguk, "Iya. Terakhir kami rayain pas anak itu umur lima belas tahun. Kami mau hubungan kami kembali seperti dulu lagi. Dan kami percaya, kamu bisa bantu kami."

"Di kertas tante tulis kalo Lingga nggak suka pesta besar," Nanza mengangguk. "Nah, jadi Tante mau kita aja yang rayain, tanpa mengundang orang lain." lanjut Citra.

Nanza kembali mengangguk, "Nanza coba bantu ya, Tan."

"Dan lo, lo yang harus jadi pemeran utamanya, Za." ucap Rere membuat Nanza menatapnya, "Gue?"

Rere mengangguk, "Iya. Lo yang harus bawa kue bolu buat Abang. Gimana?"

Nanza tersenyum lalu mengangguk pasrah. Entah bagaimana nanti, Nanza akan menyanggupinya sekarang.

******
TBC
.

BONANZA •  [TERBIT]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang