BONANZA - 017

45.1K 2K 11
                                    

017'

******

Nanza menyilangkan kedua tangannya ke depan dada melihat Kalingga di depan sana. Entah apa mau laki-laki itu mengirim pesan padanya, Nanza kurang bersemangat. Dan sekarang, Nanza akan melihat apa mau Kalingga.

Saat berdiri tepat di depan Kalingga, laki-laki itu langsung menarik tangan Nanza membawanya masuk ke pintu jalur evakuasi. Nanza mnautkan kedua alisnya saat laki-laki itu menutup pintu dari dalam.

Nanza memalingkan penglihatannya ke arah tangga saat Kalingga mendekatinya, lalu gadis itu berbalik saat Kalingga ke depannya.

“Marah?” tanya Kalingga membuka suara.

Nanza merotasikan matanya, “Nggak usah basa-basi, Kak. Mau apa bawa gue ke sini? Udah sore. Kenapa juga Kakak nggak pulang.” ucap gadis itu berusaha ketus. Siapa tau dengan ini Kalingga ada perubahan.

“Pantes ngomong kayak gini? Kalo ngomong tuh liat lawan bicaranya.” ucap laki-laki itu Menyindir.

Nanza berdecak, “Nggak penting juga. Kalo nggak ada apa-apa, gue mau bal—”

Grep.

Kalingga berhasil menarik bagian hood dari hoodie yang Nanza kenakan hingga laki-laki itu berhasil memeluk Nanza dari belakang.

Nanza refleks mengerjap beberapa kali. Lalu gadis itu menatap tangan Kalingga melingkar di dadanya.

“Kak, lep—”

“Gak. Kasih gue waktu buat nenangin diri gue. Kayak gini.” ucap laki-laki itu seraya menyimpan dagunya di bahu Nanza.

Nanza berusaha melepaskan lingkaran tangan Kalingga, “Tapi gue nggak mau lo ka—”

“Lima menit.” sekat laki-laki itu memejamkan matanya merasakan  kenyamanan menghampirinya.

Perlahan Nanza menurunkan tangannya. Gadis itu akan membiarkan Kalingga seperti ini. Mungkin ini adalah perubahan awal Kalingga. Gadis itu akan berusaha membuat Kalingga nyaman berada di sisinya.

Sory gue keterlaluan kayak gini. Gue nggak tau gue kenapa, karena perasaan gue langsung tiba-tiba tenang pas ngerasain kayak gini di sekolah tadi dan gue mau ngerasain lagi.” ucap Kalingga menjelaskan.

Nanza tersenyum, sudah gadis itu duga. Ini adalah perubahan awal Kalingga. Perjuangannya sungguh tidak sia-sia.

“Tapi bukannya ada Sonya, ya? Kenapa nggak peluk Sony—”

“Gue maunya lo. Bukan Sonya.” sekat laki-laki itu lagi.

Nanza tersenyum menang, “Lo suka gue ya Kak?” tanya gadis itu.

“Nggak usah kepedean. Gue meluk lo, bukan berarti gue suka sama lo.” ucap laki-laki itu membuat Nanza kembali kesal. Gadis itu dengan cepat menarik tangan Kalingga agar melepasnya.

“Yudah nggak usah meluk-meluk gue, apaan, si!” sewot gadis itu.

Kalingga mengusap hidungnya, lalu laki-laki itu tersenyum, “Jangan-jangan lo yang suka gue?” laki-laki itu mengangkat sebelah alisnya.

Nanza tersenyum miring, “Gue bukan suka. Tapi tertarik.” ucap gadis itu lalu berjalan mendekati pintu.

Saat tangan gadis itu ingin memutar knop pintu, Kalingga memutar tubuh Nanza dan memojokkan tubuh gadis itu ke pintu. Nanza menyilangkan kedua lengannya ke depan dada.

“Suka sama tertarik nggak jauh beda,” Kalingga mengurung Nanza dengan tangannya.

Tangan Nanza terulur membenarkan kerah seragam sekolah Kalingga, “Berharap di sukai?”

Kalingga tertawa renyah, “Lo lucu juga. Suka membolak-balikkan fakta.”

Nanza ikut tertawa, “Apa kabar sama lo, Kak? Dahlah, nggak ada urusan lagi. Gue mau pulang.” Nanza mendorong dada Kalingga hingga laki-laki itu mundur beberapa langkah.

Kalingga tersenyum menatap punggung Nanza. Baru kali ini laki-laki itu menemukan gadis yang bertele-tele tetapi membuat dirinya tertantang. Kalingga menggelengkan kepalanya.

******

Demi apa?! Bang Lingga meluk lo?!” Nanza hanya mengangguk. Gadis itu sedikit senang melihat Rere sebahagia itu.

“Wah, wah, wah.... Gue emang kagak salah pilih. Lo emang sebakat itu jadi pelak—hmffftttt”

Nanza membungkam mulut Rere dengan tangannya. Caca yang melihat aksi kedua sahabatnya itu tertawa ngakak.

“Jangan lupa remnya kalo ngomong.” gadis itu langsung melepaskan tangannya.

Rere memasok napasnya yang hampir habis, “Iya-iya maaf. Nggak sengaja juga.” gadis itu tercengir.

“Lo keren, Za. Bentar lagi Kak Lingga bakal suka sama lo. Percaya sama gue.” ucap Caca.

Nanza mengangguk, “Gue emang harus sabar si, buat naklukkin Abangnya si Rere yang bucin akut itu.”

“Gue bener-bener seneng. Thanks Za, lo udah berusaha buat merubah Abang gue. Gue bangga punya kalian semua!” Rere merangkul Caca dan juga Nanza.

“Sebagai selametan perubahan tipis Abang gue, gue mau teraktir kalian semua!” antusias Rere.

Caca sontak menoleh ke arah Rere, “Wow! Traktir apa tuh?” kepo gadis itu.

“Soto ayam Mang Ujang!”

Caca melototkan matanya, “Gue kira Caffe Americano! Anjirlah.”

Nanza tertawa, “Jangan harap, Ca. Lo harus tau kalo Rere itu pecinta Mang Ujang. Lebih jelasnya caper ke Mang Ujang!” gadis itu langsung tertawa.

Rere menghentikan langkahnya, “Bukan ke Mang Ujangnya, tapi anaknya. Kalian pada belum tau kalo anaknya Mang Ujang itu cakep! Gue naksir sejak awal.”

Nanza dan juga Caca di buat terkejut dengan pernyataan Rere.

“Pantesan! Jadi itu alesan lo kemarin ninggalin HP di warung Mang Ujang?!” heboh Nanza.

Rere terkekeh, “Caper tipis-tipis nggak masalah, lah.”

“Serah! Serah lu lah.” Nanza menarik tangan Caca berjalan meninghalkan Rere.

“Tungguin gue!”

******
TBC
.

BONANZA •  [TERBIT]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang