BONANZA - 064

30.3K 1.6K 62
                                    

064'

******

Nanza menatap nanar ban motor belakangnya. Hal yang sangat di waspadainya terjadi. Kalau sudah begini, mau minta bantuan siapa? Gadis itu menghela napasnya. Tatapannya teralih ke arah motor yang masih terparkir di samping motornya. Mau minta bantuan dia rasanya tidak mungkin. Lagi-lagi gadis itu menghela napasnya.

Mengingat sesuatu, Nanza langsung mengambil handphonenya di dalam tas. Mengapa tidak terpikirkan sedari tadi? Ah, bodoh sekali. Cepat-cepat gadis itu mencari bengkel terdekat di aplikasi Maps. Saat berhasil menemukannya, Nanza langsung menyalin nomor telepon bengkel yang tertera di sana. Namun Nanza refleks menganga saat benda pipihnya itu tiba-tiba mati. Sialan! Baterai nya habis! Sungguh apes.

Dunia hari ini sedang tidak padanya!

Gadis berambut pendek itu mengusap jok motor Kalingga di sampingnya, “Jagain black love bentar, ya? Gue mau cari bantuan dulu.” monolog gadis itu sendiri. Barulah gadis itu melangkahkan kakinya menuju gerbang.

Di balik tiang bangunan, sosok laki-laki jangkung menyorot tajam mengawasi setiap pergerakan Nanza. Siapa lagi kalau bukan Kalingga. Memang tidak ada yang bisa di harapkan lagi. Laki-laki itu kira, Nanza akan mencarinya untuk meminta bantuan. Tapi nyatanya itu tidak terjadi. Nanza benar-benar tidak membutuhkannya lagi.

Dengan kedua tangan yang terkepal kuat, Kalingga keluar dari persembunyiannya berjalan memasuki area parkiran. Lagi-lagi matanya terasa panas. Sialan, kenapa laki-laki itu merasa lemah seperti ini?! Sial,  apakah ini rasa  putus cinta yang sebenarnya? Gila.

Sudah siap menaiki motornya lengkap memakai helm, Kalingga langsung melajukan motornya tanpa pikir panjang lagi. Laki-laki itu butuh waktu untuk menetralkan pikirannya. Hatinya boleh sakit, tapi tubuhnya jangan.

Saat melewati halte. Di balik helmnya, Kalingga melirik Nanza yang tengah berdiri di sana. Bahkan laki-laki itu juga menangkap Nanza ikut menatap ke arahnya. Rasanya berat sekali harus bersikap seperti ini pada gadisnya. Tapi kalau tidak begini ya harus bagaimana? Berjuang juga percuma.

Kalingga menambah tempo kecepatan pada motornya, laki-laki itu tidak munafik. Netranya masih sesekali melihat Nanza di kaca spionnya sebelum gadis itu benar-benar sudah tidak terlihat lagi.

Di bawah bangunan halte, Nanza meremas ujung rok nya. Kalingga benar-benar sudah mengabaikannya, laki-laki itu sungguh membencinya. Namun, secepat itukah laki-laki itu akan seasing ini? Memangnya putus hubungan harus memutuskan komunikasi juga? Asal Kalingga tahu, Nanza membutuhkan laki-laki itu. Dengan lemas, Nanza mendudukan tubuhnya di tempat duduk yang tersedia di halte. Tatapan tajam gadis itu berubah menjadi kosong ke depan sana. Sampai-sampai seseorang menghampirinya tidak gadis itu sadari.

“Belum pulang?” tanya seseorang berjaket kulit itu.

Tanpa menoleh, Nanza menggelengkan kepalanya, “Kendala.” ujarnya.

“Kenapa? Ada yang perlu gue bantu?”

Menyadari suara itu, Nanza menoleh, “Lo?”

Alex mengangguk, “Ada masalah sama Lingga?”

Nanza menggeleng pelan, “Aman, kok.” ucapnya langsung tersenyum seraya menatap kembali ke depan sana. Percayalah, itu semua bertolak belakang dengan yang sebenarnya.

Alex tersenyum, laki-laki itu mengamati Nanza dari samping, “Gue tau lo bohong. Za, tanpa lo jujur ke gue 'pun gue tau lo sama Kalingga itu ada masalah. Kalingga sahabat gue kalo lo lupa.”

“Padahal lo beruntung bisa jadi pacar Lingga, Za.”

Merasa ucapan Alex menarik, Nanza langsung menatap laki-laki itu. Itupun yang Nanza rasakan. Bahkan Nanza merasa sangat beruntung. Tapi tetap saja, Nanza tidak pantas untuk Kalingga. Karena sampai mempunyai hubungan dengan Kalingga bukanlah tujuan awal gadis itu. Ingatlah, tujuan gadis itu hanya membantu sahabat kesayangannya. Tidak lebih. Jadi rasanya tidak mungkin kalau sampai berpacaran seperti ini.

BONANZA •  [TERBIT]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang