"Woy, banyak banget yang minta lo di Spill. Wkwkw..." Ara berbicara lalu tertawa sendiri saat membaca ratusan komen di fotonya dan DM yang masuk di instagramnya. "Lo bisa-bisa jadi selebgram Ja."
Pija sendiri hanya sibuk memerhatikan jurnal yang sedang di buatnya tanpa mempedulikan Ara.
"Ngga boleh. Abang ngga setuju kalo istri Abang, jadi selebgram." Pija tidak menanggapin tapi, Abang Al tiba-tiba datang dan menanggapin dengan sinis ucapan Ara. "Jangan di dengarin yah, Yang. Abang bisa cari ini lebih banyak uang tanpa kamu harus jadi selebgram." Beritahu Bang Al kepada Pija. Pija di tempatnya hanya tersenyum sambil mengangguk saat pandangan mereka bertemu tentunya dengan paksaan Bang Al yang mengalihkan fokus Pija dari laptop kini ke dirinya. "Abang ngga suka. Abang mau kamu jadi diri sendiri oke."
"Alah, Abang kira. selebgram ngga jadi diri sendiri." Cibir Ara. "Yah kan lumayan, kalo bisa cari uang sendiri lebih bagus lagi. Di tiktok kan lagi rame banget mengenai istri yang wajib punya penghasilan sendiri." Bantah Ara sambil membawa-bawah yang viral di tiktok.
"Abang ngga peduli yang lagi ramai. Yang Abang peduli, istri Abang boleh cari uang sendiri yang penting ngga jadi seleb apapun itu." Al sudah menantap tajam Ara dengan suara tegas.
"Santai aja Bang. Pija mana mungkin mau jadi seleb." Ara sudah tahu suara tegas Bang Al seperti ini, tentu saja berbahaya buat dirinya. Maka, Ara mencoba menenangkan. "Takut banget sih Bang."
Bunda datang dan langsung duduk di samping Ara. "Loh, ada apa ribut-ribut gini." Kali ini mereka memang kumpul di ruang keluarga. Lebih tepatnya setelah makan malam, Ara dan Pija yang pertama kali keruangan keluarga. Pija yang sibuk dengan jurnal harus mengikut apa yang di mau tuan putri rumah ini. Yaitu menemani walau Pija sibuk dengan laptopnya, begitu pun Ara yang sibuk dengan ponselnya.
"Abang, Bun." Aduh Ara. Mata Bunda langsung terfokus pada anak pertamanya yang sedang duduk di samping menantu ke sayangannya. "Abang soh cakep." Ejek Ara, karena malas menceritakan perdebatannya dengan Abang Al.
Al tentu tidak diam. "Ara Bunda, ngajak Pija jadi selebgram."
Kini mata Bunda berfokus pada Ara. "Bisa jelasin Ra." Memang Abang Al seperti itu. Selalu menyudutkan Ara karena melihat wajah adik satu-satunya dalam keadaan kesal dan menyupahinya terus menerus dalam hati adalah satu kesenangannya yang udah lama.
"Abang." Pija menegur Al dengan cara menyikut pinggangnya. Karena Pija sudah melihat wajah Ara yang kesal. Al yang cekikilan kini diam karena sang istri sudah menegurnya. "Ngga gitu Bund. Ara lagi baca komen di instagram yang lagi ramai." Dengan penuh hati-hati Pija membela Ara. Karena Pija tahu bawa Bunda bukan, perempuan kolot dalam pemikiran teknologi. Tapi, Bunda akan sangat overprotektif masalah media sosial atau dunia maya karena takut jika mental anak-anaknya terganggu karena media tersebut.
"Jangan usil." Lagi-lagi Pija memberi peringatakan ke Bang Al dengan cara suara terkecil yang dapat di dengar hanya orang di sampingnya yaitu Al."Iya Yang." Jawab Al pada akhirnya. Sedangkan Ara yang duduk terhalang meja dengannya, harus mendengar Bunda bertanya ini dan itu lalu menyerahkan ponselnya untuk di periksa Bunda. Bunda lagi serius membaca komen yang ada di instagram Ara. Sempat beberapa kali Bunda tersenyum, lalu tertawa dan mimik kesal juga muncul di akhir, sebelum menyerahkan ponsel tersebut kembali ke Ara. Gelengan tidak suka tertangkap oleh semua orang yang ada disana.
"Bunda ngga masalah Pija mau jadi apa. Yang Bunda masalah kalo Pija terganggu karena ke hebohan ini, komentar dan pesan yang masuk yang Bunda baca. Banyak motivasi, pujian dan banyak juga cacian. Karena memang benar bahwa tidak semua orang suka dengan kita. Jadi untuk seperti seleb mungkin terdengar sulit dan melelahkan secara bersamaan." Bunda dengan baik memikirkan dampak yang bisa mempengaruhi Pija ke depannya. "Ara pun sama. Katena kalian semua anak Bunda jadi tentu Bunda tidak ingin kalian terluka dalam bentuk luka apapun." Serasa punya rumah untuk pulang, setelah lama tidak memilikinya. Pija tahu benar saat semua tangan ingin merangkulnya tanpa ada hubungan darah tentu Pija menolak secara baik-baik. Tapi, saat statusnya menjadi istri Bang Al dan rangkulan kembali di terima, tentu Pija dengan senang hati menerimanya. Rasanya Pija hanya ingin melihat keluarga barunya terus-menerus happy tanpa kata tapi. Doa Pija saat ini tidak muluk-muluk, Pija hanya ingin seperti ini seterusnya. Bersama keluarga barunya dalam suka dan duka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat ko gitu! 21+ (Tamat)
Romance"Pija lo harus bantu gue. menikahlah dengan Bang Al." persahabatan dari sekolah menengah pertama sampai dia berdua duduk di bangku perguruan tinggi membuat tidak ada jarak yang hadir di antara mereka berdua. Saling tolong menolong tidak asing lagi N...