37th Key : Kabar Tidak Menyenangkan

452 19 1
                                    

Vote sebelum membaca

Follow sayapmonokrom supaya kalian dapat notifikasi dari aku.

****

Tangan seorang laki-laki membalik halaman sebuah buku cerita anak-anak seraya membacakan setiap baris kalimatnya untuk diperdengarkan kepada sang adik yang masih enggan membuka mata setelah satu tahun koma.

Ganendra melakukan itu setiap hari, sesaat sebelum mengirim pesan ke Keysa. Dia mendongeng di samping ranjang Risa sambil berharap gadis itu merespon. Selain itu, dia juga memutarkan lagu kesukaan sang adik.

Ganendra menutup buku usai membacakan dongeng hingga selesai. "Risa, kamu ingat? Dulu lagu ini selalu kamu putar setiap masuk kamar kakak. Terus, kakak selalu marah dan ngusir kamu sambil marah."

"Kamu bilang, lagu ini bisa bikin kakak bangun tanpa mengganggu."

Ganendra menatap lekat wajah sang adik dengan tatapan sendu. Dia menarik napas, mengambil jeda beberapa detik.

"Jadi, buat kakak percaya, Risa. Bangun ...."

Ganendra diam dalam keheningan. Tidak ada respon apapun dari sang adik. Di tengah alunan musik yang indah, dia melihat wajah adiknya yang tampak damai.

"Kamu lelah sekali, ya? Sebenci itukah kamu dengan kakak sampai gak mau mendengar kakak?"

Ganendra menahan air matanya yang sudah menggenang di kelopak. Sulit digambarkan betapa takutnya ketika melihat alat-alat yang senantiasa terpasang di tubuh Risa. Gadis itu  itu sebentar lagi akan bertambah umur menjadi 13 tahun.

"Risa, kamu masih ngambek karena gak pernah kakak belikan kado? Kakak janji akan berikan apapun kado yang kamu mau, tapi kakak mohon ...," Ganendra mendongak dengan helaan napas berat. Dia menahan air matanya setengah mati. "... bangun, Risa. Jangan ngambek seperti ini."

Ganendra berdiri, lalu ke luar menahan tangisnya hingga kamar mandi. Di dalam bilik toilet, dia menangis sekeras-kerasnya. Menahannya sungguh-sungguh menyesakkan. Teringat bagaimana momen terakhir sebelum kecelakaan nahas itu terjadi.

"Aku sayang Bang Gaga!"

Teriakan itu masih terekam jelas di kepala Ganendra. Bagaimana gadis itu tersenyum lebar ketika meneriakkannya. Namun, semua hilang sekejap berganti memori tubuh adiknya yang terhempas.

"Terima kasih bahagianya."

Ganendra meraung semakin keras mengingat kalimat itu. Perlahan, tangisannya mereda hingga tersisa keheningan.

"Enggak. Kakak gak pernah bikin kamu bahagia, Risa. Kamu bahkan celaka saat bersama kakak," ucapnya lirih sambil menunduk menjambak puncak kepala. "Apa kamu akan tetap mengatakan bahwa kamu bahagia?"

Ganendra sangat-sangat kacau. Bukan hanya karena menyesali kesalahannya sebelum kecelakaan itu terjadi. Namun, juga karena dokter yang mengatakan kondisi Risa, waktu dia baru sampai untuk menjenguk seperti biasa.

"Pasien mengalami mati otak."

"M--mati otak? Apa maksudnya, Dok?"

"Mati otak adalah kondisi di mana otak tidak lagi bekerja sebagaimana mestinya, tidak mampu merespon apapun stimulasi yang diberikan. Saudari Risa ada di fase ini."

"Apa yang dokter katakan?"

"Dengan kata lain, pasien telah meninggal."

"Tidak mungkin. Katakan yang sebenarnya, Dok. Saya mohon."

Unconditionally Key | on goingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang