11th Key : Rumah Kedua

657 35 4
                                    

Vote sebelum baca, ya?

Jangan lupa komentar di setiap paragraf juga, ya? Biar rame ^^

~~~~

"Rumah bentuknya gak selalu bangunan, bisa jadi orang sekitar."

Ganendra Putra, 2023.

****

Ganendra benar-benar kacau malam ini. Dua perempuan yang disayang, tengah berjuang di ambang kematian. Dia berlari bersama dokter dan suster yang mendorong brankar menuju ruang operasi.

"Tindakan medis dan memberi obat-obatan tidak mampu mengurangi pembengkakan otak. Maka dari itu, kami memutuskan untuk melakukan operasi darurat atas persetujuan keluarga."

Ruang operasi masih tertutup sempurna ketika Ganendra mengingat kembali ucapan dokter. Tangannya mengusap kasar air mata yang menetes tanpa sadar. Dia mengabaikan ponsel yang bergetar beberapa kali hingga ada telepon masuk.

Setelah melihat nama penelepon, Ganendra menggeser tombol hijau di layar. "Halo, Ma. Aku lagi di rumah sakit tempat Risa dirawat. Kapan Mama sama Papa ke sini?" tanyanya dengan suara serak.

"Gaga, Mama dengar dari ketua yayasan dan kepala sekolah, kamu ikut basket? Udah berapa kali Mama bilang untuk fokus saja di pelajaran!" sentak sang ibu di seberang telepon.

"Kamu harus mendapatkan peringkat satu paralel di akhir semester nanti!" sahut Arya, ikut nimbrung di seberang telepon.

"Ma, Pa, tolong. Bisa sekali aja gak ngomongin nilai?" tanya Ganendra dengan nada memohon.

"Gak bisa gitu, dong! Kamu harus masuk kampus ternama. Jadi, kamu harus mempersiapkannya dari sekarang!" sergah Mala, ibunya.

"Ma, sekarang ada yang lebih penting dari nilai."

"Gak ada yang lebih penting dari nilai pelajaran! Itu prioritas!" sentak sang ayah, Arya.

"Pa, tolong. Risa lagi sakit, dia sekarang sedang diope--"

"Papa sama Mama gak mau tahu! Urus saja si biang onar itu sendiri!"

"Tapi, Ma! Risa juga butuh orang tuanya. Dia butuh kasih sayang ki-"

Telepon terputus.

Ganendra menatap kosong sambil meremas ponsel ditangannya hingga gemetar. Beberapa detik kemudian, melempar asal ponsel itu hingga pecahannya berserakan di lantai. Kondisinya hancur seperti seorang putra yang selalu menanggung cemasnya sendiri.

Salah satu pecahannya tergeletak di sebelah kaki gadis yang kini menutup kedua telinganya dengan mulut tercengang. Keysa melihat Ganendra yang sedang menunduk dengan terisak. Laki-laki itu sangat tampak tidak baik-baik saja.

"Kenapa kamu harus dapat keluarga seperti kami, Risa? Harusnya, kamu bisa dapat keluarga yang lebih baik kalau menolak tawaran itu," racau Ganendra.

Keysa mendekat, lalu menepuk pundak Ganendra hingga laki-laki itu mengangkat kepala. Cowok yang selalu menatap hangat itu, kini sedang terluka. Matanya memerah dan pipinya dibasahi air mata. Keysa mengusap punggung laki-laki itu.

"Mau ke rooftop?" ajak Keysa dengan ragu.

Ganendra pun berdiri, lalu meraih tubuh kurus itu ke pelukannya. Dirinya menangis keras di lipatan leher sang gadis. Keysa terus mengusap punggungnya hingga perlahan isakan laki-laki itu menghilang.

Unconditionally Key | on goingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang