Chapter 25: Married Life

86 3 0
                                    

Lara

Aku masih tidak mengerti mengapa Zach tidak bisa dihubungi, akhir-akhir ini dia begitu sibuk sampai sulit untuk dihubungi. Aku membenci sikapnya begitu, aku tidak menyukainya. Dia harus jujur dimanapun dia berada, jika sekali dia mengatakan sedang bekerja maka, aku tidak akan menganggunya. Hank juga berlebihan membawaku ke rumah sakit sampai aku tak diizinkan pulang dalam tempo tiga hari ke depan. Apa masalahnya? Aku merasa baik-baik saja sekarang. Aku hanya menangis dan berteriak karena amarah sampai mama mertua datang dan membawa suntikan obat penenang.

Aku sudah menjelaskan kepadanya mungkin saja Zach marah karena aku menolak untuk hamil dan melahirkan. Aku masih belum siap karena ibuku tidak pernah menginginkan kami untuk lahir ke dunia. Aku membawa diary depresinya, dia mengaku depresi berat sampai mau bunuh diri meskipun dia menerima sepenuh hati kehadiran anak-anaknya. Berat untuk mencintai seorang anak, itulah alasan mengapa dia tidak begitu peduli kepada keinginan kami, dia hanya memberikan doktrin secukupnya agar kami memahami jalan apa yang selanjutnya akan kami ambil. Ketakutan itu terus menghantuiku, ibu mertua mendengarkan ceritaku dengan seksama sampai dia mengurungkan niatnya untuk memberikan suntikan itu kepadaku.

Rasa trauma masih menghantui diriku ketika membaca diary milik Mama. Aku seperti terbawa oleh arus ke dalam kehidupan ceritanya. Aku tak sengaja menemukan buku itu di meja kerjanya, membaca tulisannya terasa merasakan beban kehidupan yang pernah dia rasakan dulu ketika menjadi suami Papa atas perjodohan. Sama sepertiku, apalagi setelah Piers meninggalkan aku, hal itupun meninggalkan rasa trauma di dalam diriku bahwa aku tak ingin mencoba berhubungan apalagi menikah. Apa yang ku lakukan, menyibukkan diri adalah untuk menerima takdir yang tak pernah ku inginkan. Sadar bahwa kita hidup dalam sesuatu dimana kita tidak bisa melarikan diri.

"Namun, bila bisa diperjuangkan mengapa tidak? Aku hanya butuh waktu sejenak untuk selesai dengan diriku dan menikmati kebahagiaan bersama dengan Zach. Aku tak ingin ada yang lain untuk menganggu kebahagiaan pernikahan kami termasuk seorang bayi." jelasku kepada ibu mertua.

"Mama paham, jangan khawatir. Kami akan menunggu sampai kamu siap untuk hamil dan melahirkan. Sekarang, kamu istirahat dan jangan bersedih. Mama akan telpon Zach untuk datang kemari. Kamu tidur dulu, ya?" 

Aku mengangguk saja.

Sebenarnya mama mertua tak begitu cerewet seperti mama. Dia hanya menenangkan aku sampai aku tertidur karena ku rasa dia mengerti apa yang aku alami. Dia bahkan tak memaksaku untuk memiliki anak jika aku tak siap untuk saat ini. Ucapannya begitu menenangkan, dia menghargai keputusanku tak sama seperti Zach yang masih terus memaksaku untuk memiliki anak. Meskipun mama mertua mendukung, aku tetap tak bisa beristirahat dengan tenang karena memikirkan suamiku. Kita masih belum berbicara tentang hal itu lagi dan setiap kali membicarakan hal itu pasti dia lebih mudah terpancing emosi. 

Sadar aku tak dapat tidur, Mama meninggalkan aku sendirian agar aku bisa lebih tenang. Kehidupan pernikahan ternyata jauh lebih sulit dari yang ku bayangkan, kian hari hubungan kami semakin renggang, Zach bahkan tak ada disisiku saat ini. Entah pergi kemana dia? pekerjaan apa yang sedang dia lakukan sampai begitu sibuk dan tak punya waktu untuk menjengukku yang sedang sakit. Hanya ada Sherlien yang sesekali memeriksa kondisiku pagi ini. Mama mertua datang di pagi buta hanya untuk memastikan aku baik-baik saja meskipun aku menangis tersedu-sedu memikirkan semuanya. 

"Tidurlah, kau akan melupakannya." ucap Mama mertua membelai rambutku.

Aku akhirnya tertidur lagi setelah mencoba untuk tenang. 

"Biarkan dia istirahat, Zach. Dia baru saja menangis, apa yang kau lakukan sampai membuatnya begini?" tanya Mama mertua.

Aku rasa yang masuk adalah Zach bukan mama mertua. Namun, mama mertua menyusul masuk untuk menemui putranya. 

Married to His LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang