Chapter 38: Library Sex

216 2 0
                                    

Zach

Lara sangat emosional terhadap apa yang terjadi tempo hari. Seperti dugaanku, dia sudah mengetahuinya sejak lama. Mustahil dia tidak mengetahuinya, aku sudah berjanji tidak akan melakukannya lagi. Aku tidak akan melakukan hal itu selama rumah tangga kita baik-baik saja. Ada beberapa alasan mengapa aku melakukannya akan tetapi, dia tidak mempertanyakan hal itu. Sepertinya dia sudah muak mendengar penjelasanku yang sebenarnya dia sendiri sudah mengetahuinya. Tak apa dia tak ingin mendengar asal dia sudah memaafkanku.

Papa marah besar kepada Karina malam itu, dia bahkan hampir menembak Karina karena telah menciptakan kekacauan di acara pribadi keluarga. Dia mengusir Karina dengan kasar bahkan meminta pengawal untuk menjauhkan Karina dari tempat ini. Dia mengancam akan membunuh Karina sampai dia berani menampakkan wajahnya lagi di hadapan kami. Papa sangat murka kepada Karina juga kepadaku setelah wanita itu berhasil diringkus para pengawal dengan paksa. 

Dia meluapkan seluruh amarahnya kepadaku.

"Jika sampai terjadi sesuatu dengan Lara-"

"Aku tidak akan membiarkanmu hidup, Zach. Kau tau resikonya. Aku tidak suka jika sampai kau menyakiti putriku." lanjut Harry yang sebenarnya tak ingin bicara sebab istrinya baru saja mendapatkan dokumen mantan selingkuhannya, Helen Andrews. 

"Sudah-sudah, kalian terlalu banyak marah. Biarkan Zach pergi untuk memeriksa bagaimana keadaan Lara. Kita tidak akan tau bagaimana keadannya ketika kita masih diam di sini!" protes Mama yang membuatku segera berlari menuju ke kamar kami. 

Mama mertua tak menghiraukan aku karena dia juga akan marah besar kepada Papa mertua karena sampai mantan selingkuhannya melahirkan anak dari suaminya. Aku memeriksa Lara yang masih tidak membuka pintunya, dia terdengar menangis tersedu-sedu. Aku meminta kunci cadangan kepada staff hotel agar aku dapat membuka pintunya. Lara dalam keadaan terluka karena pecahan-pecahan kaca mengenai beberapa bagian tubuhnya yang membuat aku membawanya ke rumah sakit terdekat.

Untunglah dokter mengatakan dia dapat pulang malam setelahnya. Kami tak berbicara banyak, dia hanya terus mencium bibirku sepanjang perjalanan pulang. Aku sejenak memuaskannya ketika dia masih berada dalam perawatan. Dia sepertinya menyukai hal itu untuk meredam amarahnya. Dia sama sekali tak menyinggung tentang kesalahanku lagi, aku rasa dia sudah benar-benar memaafkanku. Hal itu begitu cepat, aku bahkan tak menyangka dia tak memperpanjang apa yang sudah terjadi. 

Kami memutuskan untuk pulang dan kembali ke aktivitas masing-masing. Aku dengan pekerjaanku dan Lara dengan disertasinya. Dia lebih banyak menyempatkan waktu di kampus ataupun perpustakaan di rumah. Beberapa hari ini dia berbelanja berbagai buku untuk memperkaya literasinya. Dia tak ingin terjun ke dalam lapangan oleh karena itu, dia hanya meneliti melalui data sekunder saja. Sesekali dia memantau Alexander sembari mengerjakan penelitiannya. 

"Apakah dia tertidur?" Aku menghampirinya yang sedang menyusui Alexander di kamarnya. 

Kami memang sudah mempersiapkan kamar pribadi untuk anak-anak yang akan mereka gunakan sampai mereka dewasa dan menikah nanti. 

"Ya, sangat lelap. Tak terasa usianya kini sudah dua bulan. Waktu rasanya berjalan begitu cepat." 

Aku mencium keningnya, dia selalu menyempatkan waktu untuk memberikan Alexander air susunya. Jika tak sempat, dia memompa melalui payudaranya. 

"Akupun suka itu, tersisa satu tempat seharusnya untukku." Aku melirik ke arah payudara sebelahnya yang tertutup dengan kain putih.

"Alexander, kau dengar papamu itu. Dia ingin menjadi sepertimu." ucapnya sinis. 

"Ayolah, sebelum Alexander seharusnya aku yang sudah menyesapnya." Aku tertawa kecil menggodanya.

"Astaga, Zach kau ini bukan bayi, menyingkirlah!" protesnya ketika aku membuka kainnya dan segera menyusu dari payudaranya, rasanya hambar karena keluar sedikit. 

Married to His LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang