Raxel meremas rambutnya frustasi. Hatinya cukup sakit melihat hal seperti itu di depan matanya. Melihat pengakuan Azrie pada Sheerin di depannya. Dan yang lebih menyakitkan adalah melihat Sheerin yang begitu setuju dengan pengakuan itu.
Handphone yang baru beberapa minggu ia beli, kini sudah hancur. Semua yang Raxel lakukan seperti angin pembawa putik menuju benang sari. Hanya angin yang membantu dua makhluk untuk saling bersama.
Ia marah, kecewa, sakit, juga merasa putus asa. Itu semua bukan takdir yang Raxel kehendaki. Itu semua melewati apa yang Raxel pikirkan.
"Gue.. itu dia." Lirih Raxel sambil menatap beberapa foto yang ada di atas rak yang Raxel beli khusus untuk koleksi foto.
***
Sheerin mengawali hari ini dengan senyum. Sebuah pelangi sejak kemarin terus tanpa henti berada di kepalanya. Membuat Sheerin tersenyum sepanjang hari dan melupakan masalahnya dengan sang papa.
"Senyum terus. Kenapa sih?"
Sheerin menoleh masih diiringi senyuman. Lalu ia menggeleng dan menatap laki-laki yang kini statusnya menjadi pacarnya. Laki-laki yang bahkan tidak Sheerin percaya bisa menjadi secret admirernya selama ini. Laki-laki yang selama ini Sheerin tahu adalah laki-laki nyebelin juga dingin yang selalu membuat Sheerin jengkel setengah mati. Laki-laki ini juga yang membuat hati Sheerin jungkir balik ketika merasakan sebuah pengertian juga sebuah kepedulian.
"Liatin guenya entar lagi. Sekarang turun, lo mau sekolah ga?"
Sheerin memicingkan matanya mendengar ucapan Azrie yang begitu menyebalkan. Tapi sesaat kemudian mereka tertawa dan turun dari mobil Azrie.
Bertepatan dengan turunnya Sheerin, motor Raxel berhenti di sebelah mobil Azrie. Sheerin tersenyum menatap laki-laki itu. Ia kini cukup mengagumi Raxel karena pertunjukkannya sabtu kemarin.
"Rax--"
Belum sempat Sheerin memanggil, dengan cepat Raxel melepas helmnya dan berjalan ke kelasnya. Sheerin menatap heran punggung Raxel yang kini semakin menjauh. Di dalam pikirannya kini terdapat dua dugaan. Raxel tidak menyadarinya, atau memang Raxel sengaja besikap seperti itu.
"Jangan bengong. Ayo masuk."
Sheerin tersenyum menanggapi ucapan Azrie. Lalu ia pun akhirnya berjalan sejajar dengan Azrie. Azrie mengacak-acak rambut Sheerin gemas. Dan itu cukup menyita perhatian anak-anak di sepanjang koridor.
"Lo ga risih?"
"Hm?"
"Itu Zriiiee.. Kita diliatin anak-anak."
"Gue sih udah biasa jadi pusat perhatian."
Sheerin memicingkan matanya lalu mencubit lengan kanan Azrie. Azrie yang menerima itu malah terkekeh.
"Nyebelin!" Ucap Sheerin sambil melangkah lebih dulu.
***
Sejak tadi pagi Luna terus diam. Padahal biasanya perempuan itu terus memanasi Sheerin dengan berbagai kalimat menusuknya. Tapi kali ini sepertinya perempuan itu tidak punya kata-kata untuk ia lontarkan pada Sheerin.
"Perkataan lo, salah besar. Bukan menjauh jawaban gue sama Azrie. Tapi semakin dekat dan dekat."
Sheerin tersenyum bangga setelah mengatakan itu. Senyuman yang biasanya ada di bibir Luna, kini berpindah menjadi di bibir Sheerin.
"Roda terus berputar, bahkan kerikil masih banyak bertebaran di jalan raya." Luna menolehkan kepalanya dan menatap Sheerin dalam. "Jangan sangka hubungan lo dan Azrie itu bakal lancar tanpa ada hambatan. Gue, yang bakal jadi kerikil di jalan lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. A
Teen Fiction[INI BUKAN FANFICTION] Sheerin tidak akan pernah mau mengenal dan berhubungan dengan masalah percintaan. Karena baginya cinta itu membawa kekecewaan. Membawa penderitaan. Dan juga membawa tangisan. Hingga pada akhirnya Sheerin bertemu dengan seseora...