Untuk sekian kalinya Sheerin merutuki laki-laki yang dengan angkuh berjalan di depannya. Dengan semua barang-barang yang berada di tangan Sheerin, ia hanya berjalan diam di belakang Raxel. Oke, diam dan membatin sebal.
Raxel menghentikan langkahnya dengan tiba-tiba. Dan pergerakan itu mampu membuat kepala Sheerin mengenai laki-laki yang tingginya menjulang jauh dari Sheerin. Sheerin pun merenggut kesal dan mencoba memundurkan badannya.
"Kamu lagi ngapain disini, Ra?"
Sheerin yang mulanya sedang menunduk merasakan sakit di dahinya seketika menaikkan kepala ketika mendengar suara khas perempuan terdengar olehnya. Dan di depannya kini sudah terdapat dua makhluk yang saling memeluk erat satu sama lain. Sampai Sheerin yang melihatnya merasakan sesak di dalam dadanya.
Hey, ada apa? Kenapa dada Sheerin menjadi sesak? Nafasnya pun tidak beraturan. Sheerin cemburu? Oh my god, itu rasa yang dulu. Tidak mungkin Sheerin masih memiliki rasa terhadap laki-laki di depannya itu.
"Sheerin, kenalkan. Shasa, teman wanita saya." Ucap Raxel dengan penuh penekanan pada kata 'teman wanita'.
Sheerin tersenyum. Tapi senyumannya lebih terlihat seperti senyuman yang ia paksakan.
Apa perlu kata 'teman wanita' ditekankan sebegitu jelas? Apa perlu menggunakan italic, lalu di bold dan di huruf kapital? Oh kenapa seperti Sheerin begitu sensitif?
Dan perjalanan Raxel juga Sheerin di mall itu berakhir dengan perjalan bertiga yang di tambah oleh kehadiran Shasa. Tetapi ternyata Shasa kemudian pergi setelah mereka melakukan acara makan siang bersama.
Sheerin berani bersumpah. Badannya kini panas. Marah. Kesal. Juga badmood. Oh ini lengkap terlebih jika ia ingat bagaimana menyebalkan atasannya itu.
"Antar saya mencari sesuatu."
"Kenapa harus saya?"
"Karena kamu sekretaris pribadi saya."
Sheerin mengerucutkan bibirnya ketika Raxel sudah berjalan mendahuluinya. Laki-laki itu kini benar-benar sulit untuk di bantah ataupun di lawan. Sifatnya sangat keras kepala dan angkuh. Benar-benar membuat Sheerin sebal.
"Dress hitam atau putih?" Tanya Raxel sambil melihat-lihat dres yang terpajang di butik tersebut. "Untuk Shasa."
Sheerin yang mulanya sudah membuka mulut, langsung menutupnya kembali. Sheerin diam. Tidak ada niat untuk menjawab ketika telinganya mendengar kata Shasa.
"Di--dia siapa anda?"
"Itu privasi saya. Saya hanya bertanya apa yang cocok untuknya."
Sheerin memutar otaknya. Mengingat bagaimana sosok Shasa. Wanita yang tingginya tidak jauh dari dirinya. Besar badannya dan badan Shasa pun tidak jauh berbeda. Dengan kulit sama-sama berwarna kulit susu.
"Saya lebih suka warna putih."
"Oke. Mba saya ambil yang warna putih."
Raxel dengan cepat bergegas ke kasir dan mengambil belanjaannya. Kemudian ia pun kembali mengajak Sheerin untuk pergi ke suatu tempat.
"Apa di luar kantor kita tetep harus berbicara formal?"
Raxel diam dengan dirinya tetap memimpin jalan.
"Xel, ga bisa kita bicara layaknya kita dulu?"
Raxel menghentikan langkahnya. Sheerin menatapnya senang saat Raxel mencoba membalikkan badan. Mata Raxel menatap Sheerin tajam dengan sebelah alis yang menaik.
"Apa perlu?"
"Eng.. tidak. Sepertinya tidak perlu."
Sheerin lalu menunduk tak ingin menatap wajah laki-laki di depannya. Raxel yang melihat itu langsung tersenyum dan berjalan mendekat ke arah Sheerin. Berdiri tepat di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. A
Teen Fiction[INI BUKAN FANFICTION] Sheerin tidak akan pernah mau mengenal dan berhubungan dengan masalah percintaan. Karena baginya cinta itu membawa kekecewaan. Membawa penderitaan. Dan juga membawa tangisan. Hingga pada akhirnya Sheerin bertemu dengan seseora...