(25) Matahari Yang Berganti Kilat

225 8 0
                                    

Raxel menatap kosong rak yang dipenuhi oleh berbagai foto Sheerin. Perempuan itu, perempuan yang dengan seenaknya meninggalkan Raxel begitu saja. Kali ini Raxel benar-benar merasakan sakit. Sakit karena ditinggalkan.

Karena Raxel sudah terbiasa meninggalkan bukan di tinggalkan. Rasanya benar-benar berbeda. Padahal intinya mereka akan berpisah juga. Tapi Raxel kini tahu bagaimana perasaan Sheerin saat Raxel meninggalkannya. Terlebih ketika meninggalkannya tanpa pemberitahuan.

Apa hukum laki-laki tidak boleh menangis masih berlaku? Disaat seperti ini? Oh ayolah ini sangat menyiksa Raxel. Raxel butuh pelepasan rasa sakitnya. Tapi dirinya pun tak bisa menangis melepaskan itu.

"Jangan sampe gue nonjok lo, cuma biar lo berangkat cepetan."

Raxel menoleh menatap sepupunya yang sudah bertengger di daun pintu kamarnya dengan kedua tangannya yang terlipat di dada. Raxel tersenyun tipis menanggapi ucapan Azrie, dan kemudian menggeleng sambil berjalan pergi.

Namun Azrie menahan tangan Raxel ketika Raxel melewatinya. Raxel menoleh dengan wajah datar tak berperasaannya.

"Lo ga perlu cari dia. Biar gue yang cari dia. Percaya sama gue."

Raxel tersenyum kecut dan melepas pegangan Azrie. Raxel melangkah pergi meninggalkan Azrie lebih dulu. Sedangkan Azrie masih tetap setia berdiri di depan pintu kamar Raxel. Dan dengan perlahan matanya melirik rak foto Sheerin dengan tatapan datar.

Senyuman dengan perlahan tertarik di bibirnya. "Lo pernah ngisi hati gue. Gue minta maaf dan terima kasih." Gumam Azrie sambil menutup pintu kamar Raxel dan menyusul sepupunya itu.

***

6 Tahun Kemudian..

Raxel melepar begitu saja tasnya. Lalu duduk di sofa ruangan pribadinya dan memejamkan matanya mencoba rileks.

"Gue ga tau niat lo apalagi sekarang."

"Najis. Gue ketauan lagi."

Raxel membuka kedua matanya dan melirik laki-laki yang kini sudah berjalan mendekatinya. "Kenapa setiap lo ke ruangan gue, lo selalu ngendap-ngendap gitu?"

Azrie duduk di sebelah Raxel dengan deretan gigi yang ia pamerkan. "Yah.. kali aja itu ngurangin stres lo bos."

Raxel menghela nafasnya pelan lalu berdiri dan menuju mejanya. Mencoba mengecek beberapa email yang baru saja masuk. Azrie yang melihat Raxel berpindah pun ikut berpindah menjadi duduk di depan meja Raxel.

Tangan Azrie mengambil selembar kertas kosong dengan pulpen di meja Raxel. Lalu tangannya dengan perlahan bergerak membentuk lingkaran-lingkaran tidak jelas.

Raxel yang awalnya tidak menghiraukan apa yang Azrie lakukan akhirnya mengalihkan pandangannya menatap sepupunya itu. Raxel pun menatap coretan yang Azrie buat.

"Udah nemuin Luna?"

Azrie menaruh lengannya di meja sebagai bantalan untuk kepalanya. Dan ia kembali melanjutkan coretan-coretan tidak jelasnya.

"Zrie.."

"Hm."

"Apa?"

"Gue udah nemuin Luna."

Raxel tersenyum dan kemudian memasang posisi nyaman untuk mendengarkan cerita Azrie.

"Jadi.. lo berhasil buat bawa dia?"

Azrie menggeleng pelan. "Ga akan bisa buat gue bawa dia."

"Kenapa? Toh dulu dia ngejar-ngejar lo 'kan?"

Azrie menarik nafasnya panjang. Lalu menaruh pulpennya dan menegakkan badannya.

"Dia.. berubah." Azrie menatap mata Raxel yang kini sudah menatapnya dengan sebelah alisnya yang naik. "Dia banyak berubah."

Mr. ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang