Azrie terduduk lemas di samping tempat tidur yang kini terdapat seorang perempuan terbaring lemah dengan berbagai alat-alat kedokteran yang membantunya. Azrie diam. Hanya diam yang bisa ia lakukan. Diam dengan terus menatap sosok perempuan di depannya.
"Gue.." Seseorang di belakang Azrie menjeda omongannya. "Nyesel liat Sheerin kayak gini."
Seseorang itu melangkah mendekati Azrie dan ia pun berdiri tepat di samping Azrie sambil menatap sosok Sheerin di depannya.
"Gue merasa bersalah. Kayaknya gue jahat banget ya?"
Azrie hanya diam menanggapi perkataan Luna. Matanya terus menatap Sheerin yang terus diam tanpa melakukan pergerakan sedikit pun.
"Gue minta maaf ya Zrie?"
Luna menoleh menatap Azrie dengan tatapan memohon. Azrie pun dengan perlahan menoleh. "Kenapa ke gue minta maafnya?"
"Gue ga tau harus minta maaf sama siapa lagi. Sedangkan Sheerin masih belum bangun."
"Gue ga tau harus maafin lo apa engga."
"Gue beneran minta maaf Zrie. Gue ga bakal ngelakuin hal yang bikin lo ga nyaman lagi. Gue janji."
Azrie kembali menolehkan kepalanya menatap sosok Sheerin yang tetap diam. Azrie diam menanggapi ucapan Luna. Hanya diam yang mampu ia lakukan. Tidak lebih, hanya diam.
***
Raxel menjatuhkan begitu saja handphonenya. Memandang lurus tak berarti. Pikirannya mulai kacau. Jantungnya berdetak tak karuan.
Raxel menaruh tangannya di dada kirinya. Sesuatu seperti menusuk dadanya seketika. Raxel meringis merasakannya, lalu perlahan ia terjatuh dengan tangan yang terus memegangi dada kirinya. Rumah yang Raxel tempati terlalu sepi hanya untuk mendengar lirihannya. Raxel meringsut di atas lantai yang dingin. Merasakan setiap rasa sakit yang ia rasakan.
Sampai setengah jam berlalu, posisi Raxel tetap seperti sebelumnya dengan rasa sakit yang ia rasakan. Dan sampai ia tak sadarkan diri, seseorang belum juga mendatanginya.
***
"Untuk kali ini, Sheerin. Gue mohon lo cerita ke gue." Paksa Keisha yang kini sudah duduk di kursi samping ranjang Sheerin.
Sheerin menatap kosong ke depan. Telinganya mendengar jelas apa yang Keisha katakan. Tetapi bibirnya tidak sanggup bergerak mengeluarkan suara.
"Gue.. hiks. Gue sakit liat lo diem kayak gini."
Isakan Keisha membuat Sheerin sedikit demi sedikit menoleh menatap sahabatnya itu. Menatap dengan pandangan datarnya. Menatap dengan pandangan tidak berperasaannya.
"Lo boleh marah sama gue, Rin. Lo boleh caci maki gue. Tapi jangan diem kayak gini. Gue sakit liat lo mendem semua rasa sakit lo."
Keisha menarik tangan Sheerin. Meremasnya kuat mencoba menyadarkan sosok di depannya. Tetapi itu percuma. Sheerin tetap diam dengan pandangan seperti sebelumnya. Keisha menyerah, ia tundukkan kepalanya. Menangis di atas tangan Sheerin dengan kencang.
Dan perlahan butiran itu keluar dari sudut mata sebelah kiri Sheerin. Air mata itu keluar begitu saja. Melewati pipi Sheerin yang mulai sedikit tirus.
"Gu--gue." Keisha mendongakkan kepalanya saat Sheerin menjeda perkataannya. "Sakit. Sakit. Kei. Gue sakit."
Tangisan Sheerin mulai keluar seiring suaranya terdengar. Keisha mengangguk paham dan kembali meremas tangan Sheerin mencoba menenangkan.
"Sakit Kei. Sakit.." Lirih Sheerin lagi.
Keisha bangun dari duduknya dan langsung memeluk Sheerin erat. Mencoba mengambil rasa sakit yang Sheerin rasakan. Mencoba merasakan bagaimana rasa sakit itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. A
Teen Fiction[INI BUKAN FANFICTION] Sheerin tidak akan pernah mau mengenal dan berhubungan dengan masalah percintaan. Karena baginya cinta itu membawa kekecewaan. Membawa penderitaan. Dan juga membawa tangisan. Hingga pada akhirnya Sheerin bertemu dengan seseora...