Raxel sedari tadi duduk di ruang tamu dan menunggu kakak kembarannya itu keluar. Tapi sudah dalam 30 menit perempuan itu tak lekas keluar-keluar. Raxel hanya takut jika mereka terlalu lama Azrie akan marah dan malah membuat hubungan mereka tambah tidak bisa di perbaiki.
Dan ketakutan Raxel terbukti ketika sebuah mobil terhenti di depan rumah Azrie. Raxel mengenal mobil itu, itu mobil yang biasanya di pakai Azrie ke sekolah. Mobil yang dulu selalu di pakai tante Giara, dan mobil yang menjadi kesayangan tante Giara.
"Ngapain lo disini?!"
"Gue ngaterin Ziora. Dia mau ketemu nyokap lo."
Azrie hanya meng-oh ria kan perkataan Raxel. Suatu tanggapan yang membuat Raxel cukup terkejut. Apa tanggapan itu sebagai pertanda bahwa hubungan mereka akan baik? Oh Raxel sangat berharap itu. Sangat dan sangat.
Azrie melangkah meninggalkan Raxel. Tapi baru beberapa langkah berjalan, ia berhenti. Ia membalikkan badannya menghadap Raxel. Disana ada sorot mata sedih, kecewa juga sakit yang di pancarkan Azrie. Dan sorot mata itu yang selalu Raxel benci. Sorot mata yang selalu hinggap di mata Azrie, dan menandakan bahwa Azrie sedang dalam kesedihan.
"Gue harap hubungan kita bakal berjalan kayak dulu," Azrie menjeda ucapannya dengan menyeringai dan memasukan tangan di saku celana. "Tapi lo ngancurin rencana berbaikan kita."
Kalimat terakhir yang keluar dari mulut Azrie membuat Raxel tercekat. "Tapi apa salah gue?" hanya kalimat itu yang terus-terusan terlontar dalam benak Raxel. Apa lagi? Hal apalagi yang membuat Raxel salah di mata Azrie?
"Lo pergi dari kehidupan Sheerin dan jangan pernah ketemu sama Sheerin lagi."
Azrie menatap Raxel yang kini memasang wajah bingung dan takut. Wajah yang menampakan kegelisahan. Wajah yang.. Hhh sudahlah, cukup panjang hanya untuk mendeskripsikan raut wajah Raxel saat ini.
"Mungkin dengan itu hubungan kita bakal kayak dulu."
Raxel merenggut kesal. Apa harus dengan mengorbankan Sheerin? Apa harus dengan jauh dari Sheerin? Lagi? Oh ayolah, Raxel benar-benar tidak percaya ini.
"Lo sendiri tau, siapa yang Sheerin suka."
Azrie terlihat menyunggingkan senyum miringnya. Sedangkan Raxel, ia hanya menaruh raut wajah takut, gelisah, juga kecewa. Raut wajah yang Azrie harapkan.
"Gue udah tau dari awal. Jadi lo orangnya?" Azrie merubah raut wajahnya. Dan kali ini lebih menyebalkan dari sebelumnya. "Gue harap gue dapet persetujuan dari lo."
Raxel menatap Azrie dengan tatapan sendu. Menatap laki-laki yang bahkan tidak memikirkan perasaan sepupunya sendiri. Menatap laki-laki yang kini melenggangkan kakinya menjauhi Raxel.
Untuk kali ini, rasa frustasi Raxel bertambah. Cukup bertambah hanya karena ucapan sepupunya itu. Hanya karena satu kalimat. Tapi cukup membuat Raxel semakin frustasi.
***
Azrie menatap sebuah bingkai foto yang sudah lama ia simpan. Sangat lama ia sembunyikan dari hadapannya. Sebuah bingkai foto yang mampu membuat Azrie sedikit luluh dari emosi yang ia simpan bertahun-tahun. Azrie menatap laki-laki di bingkai foto yang berdiri di sampingnya dan merangkulnya dengan senyuman hangat. Itu sudah lama. Senyuman hangat yang selalu menguatkan Azrie. Senyuman hangat yang membuat Azrie tenang. Senyuman hangat yang masih sering Azrie temui. Tapi tidak pernah Azrie anggap.
Azrie mengedarkan pandangannya ke arah amplop yang tergeletak di meja belajarnya. Amplop yang selama ini membuat Azrie penasaran. Amplop yang membuat gadisnya jatuh cinta pada sang pemilik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. A
Teen Fiction[INI BUKAN FANFICTION] Sheerin tidak akan pernah mau mengenal dan berhubungan dengan masalah percintaan. Karena baginya cinta itu membawa kekecewaan. Membawa penderitaan. Dan juga membawa tangisan. Hingga pada akhirnya Sheerin bertemu dengan seseora...