—“udah, Ai. mama kayaknya maunya menantu yang cantik”
“MAKSUD KAMU AKU GAK CANTIK?!”
“cantik kalau matanya gak sembab, terus ingusan kayak gitu”
Tinggal bilang jangan nangis doang pake nyari perkara dulu..
Siapa lagi kalau bukan Aden Pangestu, ke pacar kecilnya, si Shaquille.
Long story short, Aden ngajakin El jalan setelah sekian purnama mereka habiskan untuk saling merindu tanpa bertemu.
Sehabis kejadian Aden menghilang dan El menangisinya bak kesetanan, thought he was excluded.
Bahkan ketika Aden sudah membeberkan seluruh hal yang sudah dilaluinya selama beberapa bulan terakhir, El masih belum bisa menerima alasan Aden tidak membagi keluh kesahnya.
Tapi dengan entengnya Aden berkata, “kamu kan cengeng, cepet kepikiran. lagipula, aku cuma gak punya nyali buat cerita, aku cuma ngerasa aku belum bisa cerita.. thats all. gak ada hubungannya sama perasaanku ke kamu.... semuanya masih sama.”
Bagi Aden, masalahnya bukan masalah kecil yang bisa diselesaikan dalam satu kedipan mata. Berkali kali ia mengalami kesusahan, menangisi diri sendiri mengapa semua ini malah harus menjadi tanggung jawabnya.
Sama seperti manusia lainnya, ia tumbuh dari sosok anak kecil yang melihat seorang ibu sebagai pahlawan mereka. Tapi entah bagaimana, semesta membuatnya melihat berbagai macam sudut dunia dari kehidupan Ibunya.
Bahkan putus asa ia rasakan, itu semua hal yang terus terusan dialaminya, hari demi hari sampai bulan turut berganti.
Pernah tersirat untuk menumpahkan keluhnya kepada El, tapi Aden menciut. Ia tidak punya keberanian untuk berbagi lelah yang dirasakannya, dan bahkan ia pikir El tidak punya tanggung jawab untuk turut merasakannya.
Maka Aden putuskan untuk perlahan.. perlahan menyatakannya satu demi satu.
Termasuk hari ini, Aden sudah bilang mau ajak El untuk mengunjungi Mama. Sudah lama sekali sejak El merengek mau ikut tiap kali Aden izin pergi. Tapi baru sempat ia iyakan.
Mana tahu kalau El tiba tiba terisak bahkan sebelum mereka sampai di gerbang rumah sakit.
Aden sangat yakin kalau saja El sudah tau dari lama, lelaki itu sudah kehabisan air matanya bahkan sebelum ia bisa mencoba menyelesaikan masalahnya sendiri.
“aku cuma nervous terus air mata aku turun..”
Alasan.
“mama udah tau banyak tentang kamu kok, aku ceritain ke dia tiap makan siang. aku kehabisan topik, soalnya emang hidup aku kan isinya cuma kamu.”
Kemudian El merenggut, meski selanjutnya ada guratan merah di pipinya.
Aden menghela nafasnya, mengusap pipi El dan mencuri satu kecupan di bibirnya.
“kamu gak perlu khawatir soal apapun.. I'll make sure you get all the love for being born into this world. Mama mungkin cemburu kalau aku bilang kamu bakal jadi orang terakhir yang nemenin aku di sisa hidupku”
—
Kenyataannya Aden bukan a dream man, or the walking green flag man, or the man written by woman.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUGAR✓
FanficMereka dan dunianya. - bxb! - fiksi lokal, bahasa - harsh words - w/ main pair harukyu; woohwan; hoonsuk.