About Us | 18

3 0 0
                                    

Si playboy cap itik yang kata Gavin menyebalkan itu sebenarnya teman Bianca. James bertemu Bianca pertama kali di tempat les matematika. Itu terjadi ketika mereka berdua masih SMP. Setelah James memutuskan berhenti, Bianca kehilangan kontak dan bahkan sudah lupa. Namun, siapa yang mengira jika di sekolah barunya ia bertemu lagi dengan cowok narsis itu.

Bianca sedikit tak mengira jika James yang dulu pendiam kini malah jadi pecicilan, lebih parahnya lagi jadi playboy.

"Lo jangan terlalu dekat sama Esta, Bianca."

"Kenapa sih? Setelah Rania, lo bilang hal yang sama soal ini. Ada apa dengan Esta?"

James memberi isyarat supaya Bianca sedikit mencondongkan tubuhnya. Bianca tentu saja patuh karena sudah begitu penasaran.

"Lo tahu sugar baby? Nah, Esta tuh sugar baby tahu, Bi."

Otomatis Bianca menjauh sembari terbatuk-batuk. Meski kebanyakan belajar dan lebih sering di tempat les, ia tahu apa maksud dari perkataan James. Bianca juga tahu jika James tak pernah berbohong padanya, tapi apa yang dikatakan sekarang juga sebuah kebenaran?

Tangan James menjawil singkat hidung mancung Bianca. "Lo jangan kaget kayak gitu. Yang gue bilang barusan itu fakta," katanya sekali lagi membuat Bianca berkedip beberapa kali.

Keterkejutannya ditutupi baik oleh Bianca dengan tawa yang terdengar renyah. Hal seperti itu tak akan mungkin dilakukan Esta yang terkenal baik dan anak rajin. Tidak mungkin, Bianca terus meyakinkan dirinya sendiri.

"Lo jangan ngarang deh. Gue gak percaya," katanya setelah selesai tertawa. "Ya kali Esta jadi simpanan om-om."

James berdecak kesal. "Semua orang udah dibodohi sama sikap lugu dia. Aslinya dia kucing garong, suka sama suami orang."

"Makin ngaco ngomongnya." Bianca menepuk pelan mulut James. "Jangan nyebarin berita bohong soal orang lain, ah," ujarnya masih sedang berusaha tidak percaya apa yang dikatakan temannya itu.

Melihat Bianca akan kembali bersuara, James segera menjejalkan sepotong kecil siomay dari piringnya. "Lo harus percaya sama gue. Esta tuh gak sebaik yang lo lihat."

Bianca hampir mati konyol akibat tersedak siomay di mulutnya. Sialan, James sepertinya hendak melakukan pembunuhan berencana. "Misal gue mati gara-gara keselek siomay ini, gue bakal gentayangin lo tiap malam."

Kali ini giliran James yang tertawa melihat wajah Bianca yang merah padam. "Bianca sejak kapan jadi lucu kayak gini?" Begitu ringan tangannya terulur menepuk pelan puncak kepala Bianca.

"Sejak dulu," timpal Bianca cepat. "Lo aja gak sadar kalau dari dulu gue tuh emang lucu." Akhirnya Bianca berhasil menelan semua siomay di mulutnya.

"Iya juga sih. Sekarang giliran gue baru sadar, lo udah jadi milik Gavin," cibir James, sudah tahu hubungan yang terjadi di antara Bianca dna Gavin. "Omong-omong soal Gavin, dia suka sama Esta kan? Gue yakin lo gak cemburu, tapi lo harus amanin Gavin dari Esta."

Kepala Bianca makin pusing jadinya. Omongan James sama persis seperti yang dikatakan Rania. Namun, jika sekarang ada Gavin di sini, cowok itu pasti akan membela mati-matian Esta dan tidak mempedulikan omongan orang lain.

"Lo yakin lagi gak bohong?" tanya Bianca kembali memastikan. "Esta kelihatan baik banget tahu. Masa dia kayak gitu sih." Bianca menyedot es teh miliknya.

"Gue gak bakal ngomong kayak gitu kalau belum pernah lihat sendiri," balas James terdengar meyakinkan. "Bokap gue pernah pacaran sama Esta soalnya."

Hah?

Kali ini sungguh sepertiya Bianca akan mati konyol karena tersedak es teh pesanannya. Ia terbatuk-batuk dengan hidung yang terasa perih. Sementara Bianca berada di antara hidup dan mati, James malah terbahak-bahak melihat Bianca kesusahan.

"Lo seharusnya jangan terkejut kayak gitu." James mengusap pelan punggung Bianca.

"Lo mending diem." Suara Bianca terdengar parau, tangannya begitu enteng melayangkan satu cubitan di perut James. "Lo diem aja. Jangan ngomong lagi, gue takut lo makin ngaco ngomongmya."

Tak ingin dikira berbohong terus oleh Bianca, James mengeluarkan ponsel dari saku baju. Tangannya dengan cekatan menggeser beberapa foto hasil jepretannya ke sebelah kanan. Sampai akhirnya, ibu jari James berhenti dan menampilkan sebuah foto. "Esta dan sugar daddynya, alias Papa."

Dirongrong rasa penasaran, Bianca menarik pelan benda pipih yang disimpan James ke hadapannya. Detik selanjutnya, Bianca melihat sebuah potret yang membuat matanya melotot sempurna.

Esta sedang bergelayut manja pada laki-laki yang ia ketahui adalah ayah kandung James. Mereka berdua tertangkap kamera sedang tertawa bersama dan begitu dekat.

"Gue ... beberapa hari yang lalu lihat Esta sama laki-laki seumuran Papa. Gue pikir itu papanya, tapi apa orang itu juga salah satu pacarnya Esta?"

James tertawa mendengar Bianca yang sedikit ragu sekaligus linglung. "Bisa jadi. Soalnya, Esta sama Papa udah selesai sejak beberapa hari yang lalu."

"Ada Gavin. Please, lo jangan bahasa Esta kalau ada Gavin." Mata Bianca lebih dulu menangkap kedatang Gavin. Cowok itu terlihat sedang berjalan ke arahnya. Sangat tumben sekali Gavin menghampirinya di jam istirahat.

"Eh, ada si Jamal." Gavin duduk tepat di hadapan Bianca.

"James, James, James. Namanya James," racau Bianca mengoreksi Gavin.

"Iya, iya, gue lupa," balas Gavin mengangguk paham. "Hai, Jamet." Lebih parah, Gavin melanjutkan menyapa James dengan sebutan baru.

Bianca menepuk jidat. "Lo kalau mau pukul Gavin, pukul aja."

James tersenyum samar melihat kekesalan dalam diri Bianca. "Gue takut masuk dipanggil guru kalau pukul Gavin. Jadi, gue balik ke kelas aja. Lo lanjutin istirahat sama dia, lagi males gue ladenin tuh bocah," jelasnya, lalu benar pergi dari sana.

"Ngapain, lo? Tumben amat mau sok kenal gini sama gue?" tanya Bianca langsung setelah James menghilang dari pandangannya. "Esta mana? Kok gak sama dia?"

"Lagi sama Rania. Gue ke sini cuma mau bilang kalau nanti malam lo diundang ke acar ulang tahun Mama."

Bianca mengangguk-angguk paham. "Tante Melan udah bilang sama gue kok. Tapi, gue gak bisa hadir, Vin. Gue harus les, dan itu gak bisa bolos."

"Lo les setiap hari, tapi suka nyontek sama Esta itu gimana ceritanya?" tanya Gavin sambil terkekeh pelan.

"Gue nyontek?" Bianca menunjuk dirinya sendiri. "Kapan? Gue gak pernah nyontek sama Esta, Gavin."

Gavin menopang dagu dengan tangan kanan, memperhatikan Bianca begitu saksama. Raut wajah cewek itu tidak bisa dibohongi. Jelas sekali ucapannya membuat terkejut. Dan matanya jelas tidak menunjukan kalau dirinya sedang berbohong.

Bianca menarik napas dalam-dalam lalu diembuskan perlahan. Siapa kiranya yang sudah memberi Gavin berita lucu ini? "Lo tahu dari siapa kalau gue suka nyontek?"

"Lupain aja," kata Gavin cepat.

"Gavin, bilang sama gue," desak Bianca tentu saja ingin tahu siapa yang membawa kabar ini pada Gavin. "Kasih tahu gue."

"Esta."

"Dan, lo percaya?"

About UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang