Hari pertama ulangan tengah semester. Biasanya para murid sibuk membawa buku dengan mulut yang terus bergumam seperti membaca mantra untuk menghapal materi. Namun, kali ini ada yang sedikit berbeda. Bisik-bisik samar yang di dengarnya bukan tentang materi.
Bianca sekilas melirik Gavin yang sepertinya sama bingung dengan dirinya. Apalagi tatapan mata mereka begitu jelas tertuju pada Gavin.
"Vin, lo gak mandi? Kenapa mereka lihatin lo kayak gitu?" tanya sedikit mendongak.
"Lo sendiri yang tadi bilang gue ganteng dan wangi. Jadi, sudah jelas kalau gue udah mandi."
"Nolak Gavin berkali-kali ternyata udah punya Om-om beruang." Kali ini bukan hanya sekadar bisik-bisik. Cewek berambut panjang itu jelas mengatakan ucapan itu saat Gavin melintas di depannya.
"Untung sekarang Gavin sama Bianca. Kasihan kalau masih jomblo dan crushnya malah naksir suami orang."
"Lo ngomongin siapa?" tanya Gavin menghentikan langkah dan memutar tubuhnya menghadap dua cewek yang tadi berbicara. "Lo ngomongin gue? Kenapa lo berdua harus kasihan sama gue?"
Meski belum sepenuhnya mengerti, tapi Bianca sepertinya sudah paham kemana arah pembicaraan dua teman sekelasnya itu. Namun, apa orang-orang sudah tahu apa yang terjadi pada Esta. Sepertinya ia melewatkan sesuatu untuk hari yang cerah ini.
Cewek itu melipat tangannya di depan dada. "Lo gak tahu kalau Esta simpanan Om-om? Atau singkatnya dia jadi sugar baby."
Bianca tidak sepenuhnya terkejut dengan fakta itu, tapi ia terkejut karena ternyata orang-orang telah mengetahui hal tersebut. Siapa yang menyebarkan kabar ini? Padahal, ia saja sebisa mungkin tetap diam meski bibir gatal sekali ingin membahasnya dengan Gavin.
"Sugar baby?" tanya Gavin memastikan. "Lo jangan ngaco kalah ngomong. Esta gak mungkin kayak gitu."
"Lihat aja di mading. Di sana ada foto Esta sama pacarnya."
Tanpa mendengar lebih lanjut, Gavin segera memutar arah dan berlari sekencang mungkin meninggalkan Bianca yang masih berdiri di tempat.
Napasnya tersengal, banyak pasang mata yang melihatnya berlari dan hanya untuk sekadar sampai menuju mading. Seakan diburu waktu, Gavin berbelok ke kanan sampai akhirnya ia sampai. Tubuhnya membeku, tatapan mata cowok itu kosong, dengan kaki yang terasa lemas.
Dulu, Gavin selalu berpikir apa Esta memiliki kekurangan? Esta nyaris sempurna di mata Gavin. Sikap baik dan ramah cewek itu selalu berhasil membuatnya jatuh hati. Gavin selalu melihat Esta yang penuh kehati-hatian, pandai bergaul, dan juara dalam membuat dadanya bergemuruh.
Di sana, ada seseorang yang begitu cantik sedang tersenyum. Sedang memeluk mesra laki-laki yang bahkan tidak Gavin kenali. Bergeser ke gambar lain, mereka sedang bergandengan tangan. Tidak jauh beda seperti sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta.
Bagaimana bisa di foto itu Esta begitu mesra dengan laki-laki dewasa? Kepala Gavin menggeleng tak percaya.
Tidak, tidak, tidak. Di foto itu bukan Esta.
Sekuat mungkin Gavin meyakinkan dirinya sendiri jika foto itu hanya rekayasa semata. Gavin suit percaya atas apa yang sekarang sedang dilihatnya.
"Ini semua pasti editan," kata Gavin seraya menarik satu persatu foto yang tertempel. "Mana mungkin Esta ngelakuin hal kayak gini."
"Lo jangan denial terus." Rania berdiri tepat di sebelah Gavin. "Foto itu bukan editan. Itu benar Esta kok."
Gavin mendelik ke arah Rania. "Lo tahu dari mana kalau foto ini bukan editan?"
Rania begitu santai dan sama sekali tidak terpengaruh dengan tatapan tajam Gavin. "Gue yang foto itu semua. Esta pacaran sama Papa gue."
"Lo ... lo cuma pasti bohong doang, kan?" Gavin menggenggam erat foto di tangannya. "Esta sahabat lo, gak mungkin dia nusuk lo dari belakang."
"Sahabat?" tanya Rania lalu tertawa sumbang. "Gue sama dia berhenti sahabatan sejak tahu kalau dia jadi simpanan Papa. Sejak Papa milih cerai dari Mama dan tergila-gila sama dia."
Kepala Gavin rasanya seperti dibenturkan berkali-kali. Terlalu menyakitkan dan membuatnya terasa berputar. Kenyataan apalagi kali ini yang menyerangnya. Ia tahu betul kalau Esta dan Rania berteman baik, lalu bagaimana mungkin ini semua bisa terjadi? Sejak kapan Esta seperti ini?
"Buka mata lo, Gavin. Esta bukan cuma pacaran sama Papa gue. Dia juga pernah pacaran sama bokapnya James," ujar Rania menambahkan informasi yang membuat Gavin semakin gila. "Cinta lo ditolak bukan karena mau fokus belajar. Dia gak suka sama lo. Dia suka sama suami orang dan cuma mikirin duit doang."
Bianca datang ketika Gavin sangat terlihat emosi. Kilatan amarah di matanya begitu jelas terlihat. Ini masih terlalu pagi untuk melihat Gavin yang seperti ingin memakan Rania hidup-hidup. Bianca tidak akan membiarkan amarah yang menguasai Gavin membuat cowok itu terkena masalah.
Tangan Bianca menarik pelan lengan Gavin yang masih setia dengan foto-foto Esta. "Kita ke kelas. Lo boleh marah, tapi jangan buat keributan dan menimbulkan masalah buat lo nantinya."
Bisikan halus Bianca membuat bahu tegang Gavin sedikit turun. Ia patuh dan menurut ketika diajak Bianca kembali ke kelas.
"Bi, Esta gak mungkin kayak gitu, kan?" tanya Gavin saat menaiki anak tangga yang terkahir. "Esta tuh baik banget. Dia gak mungkin kayak gitu."
Esta sudah melabeli dirinya dengan citra yang baik. Ya, mau bagaimana pun, Bianca juga memang mengakui jika Esta memiiki kepribadian yang baik. Salah satu alasan kenapa ia bisa cepat beradaptasi dengan lingkungan sekolahnya tentu saja berkat bantuan Esta.
"Iya, iya, gue tahu Esta baik," kata Bianca setuju. "Tapi, Vin, lo juga harus tahu kalau yang dibilang Rania tadi itu benar."
Gavin melepas paksa pegangan tangan Esta di lengannya. Ia menatap Bianca dengan tatapan tak percaya. "Maksud lo, lo juga percaya sama omongan mereka? Lo juga percaya kalau Esta itu simpanan Om-om?"
Bianca mengangguk sekali. "Gue pernah lihat Esta jalan sama laki-laki seumuran Papa, Vin. Gue juga lihat foto Esta dengan Papanya James," ungkap Bianca akhirnya menyuarakan sesuatu yang sudah lama ia ketahui. "James juga cerita sama gue tentang hubungan yang terjadi di antara Papanya dan Esta."
"Lo kenapa gak pernah cerita apapun sama gue?"
"Karena lo gak bakal percaya," jawab Bianca langsung. "Seperti sekarang. Gue juga gak mau lo benci sama gue karena bisa saja lo berpikir kalau gue cuma menjelek-jelekan Esta."
"Alasan gue maksa supaya kita pacaran juga karena ini. Gue mau lo udah kelihatan berhasil move on dan bahagia. Dan jika sewaktu-waktu semuanya terbongkar, orang-orang gak bakal mandang lo kasihan atau mengejek lo." Apa yang dipikirkan Bianca sudah terjadi. Ia jelas melihat beberapa orang menertawakan Gavin karena jatuh hati pada Esta yang sialnya malah menjatuhkan hati pada orang lain.
Gavin menjambak rambutnya, merasa begitu frustrasi dengan keadaan sekarang. "Lo tahu kan itu alasan konyol? Kenapa lo gak langsung aja kasih tahu gue sih, Bi?"
"Seperti yang udah gue bilang sebelumnya. Lo gak akan percaya dan menganggap omongan gue sebagai kebohongan."
KAMU SEDANG MEMBACA
About Us
Teen Fiction"Lo jahat." "Lo egois. Sadar!" Cinta bukan hanya tentang persamaan. Namun, perbedaan juga bisa menjadi alasan kenapa dua orang bisa bersama dalam ikatan cinta. Sayangnya, perbedaan Bianca dan Gavin terlalu banyak. Apalagi hubungan itu tak pernah me...