Gavin Malviano harus diselamatkan!
Meski setengah terpaksa dan hanya karena ingin menunaikan janji, Bianca tidak bisa membiarkan cowok aneh itu jadi korban harapan palsu Esta. Semakin hari, Bianca semakin sadar jika yang dikatakan Rania dan James memang benar. Esta tidak sebaik yang sering dikatakan Gavin.
Lagi pula Gavin sudah sering mengatakan akan melupakan Esta. Jadi, dengan begitu Bianca akan membantu Gavin supaya jalannya lebih mudah.
"Gavin mau move on, tapi Esta kayaknya tiap hari nempel mulu sama Gavin." Bianca mengetuk-ngetuk pulpen di tangannya. "Gue jadi ragu kalau Esta gak suka sama Gavin. Gerak-gerik dia tuh menunjukan yang sebaliknya," ungkapnya, mencoba mengingat apa yang selama ini ia saksikan.
Setelah berpikir beberapa saat, akhirnya Bianca menemukan sebuah ide yang menurut dirinya sendiri sangat cemerlang.
"Papa boleh masuk?"
Nah, kebetulan Papa datang. Bianca tersenyum senang saat pintu kamarnya diketuk dari luar. "Masuk aja, Pa," jawab Bianca lantang.
Fadil datang membawa segelas susu di nampan berukuran kecil. Tanpa mengatakan apapun, ia menaruh bawaannya di atas meja kecil dekat meja belajar. Tatapannya lalu beralih pada Bianca yang sedang berkutat pada buku di hadapannya.
"Mama mana? Tumben yang nganterin susunya bukan Mama?"
"Lagi mandi."
Bianca mengangguk paham. "Pah, boleh gak kalau aku berangkat sekolahnya sama Gavin?"
Alis Fadil terangkat sebelah. "Gavin? Kapan?"
"Besok dan seterusnya," jawab Bianca tanpa berpikir panjang.
"Kamu sama dia pacaran?" tanya Fadil, menatap putrinya penuh selidik. "Papa lihat kamu sama Gavin semakin dekat. Sudah pacaran?"
Aduh, mendung saja belum tentu hujan. Lalu kalau sudah dekat juga belum tentu jadian. Bianca ingin menyanggah, tapi melihat wajah papanya yang semringah membuat niatnya urung. Tanpa dikomando, kepalanya mengangguk pelan.
"Kapan?" Fadil kembali bertanya. "Papa harap kamu gak lagi bohong. Dan, Papa mau bertanya satu hal sama kamu."
"Apa?"
"Gavin bersikap baik sama kamu kan?"
Tentu saja. Bianca tidak akan berbohong mengenai itu. Di balik sikap menyebalkan yang selalu ditunjukan Gavin, ia merasakan banyak kebaikan yang sudah Gavin lakukan. Setidaknya karena kebaikan Gavin juga ia bisa merasakan liburan seperti orang biasanya, bisa pergi ke banyak tempat dengan bebas, dan bisa menikmati banyak makanan enak di banyak tempat.
Fadil menghela napas lega. Senyuman bahagia tidak dapat disembunyikan ketika jawaban yang diberikan Bianca sesuai harapan. "Kamu bisa berangkat sama Gavin. Ah, pulangnya juga boleh."
"Aku harus les, Pah. Aku gak mungkin nyuruh Gavin nungguin di sana."
"Gavin bisa antar kamu sampai ke tempat les. Setelah itu, Pak Marno akan menjemput kamu seperti biasa," ungkap Fadil terdengar penuh perhitungan. "Papa ke kamar dulu. Lanjutin belajarnya, nanti biar Papa yang bilang sama Gavin buat jemput kamu besok pagi."
"Aku aja," timpal Bianca.
Fadil menyentuh bahu Bianca. Tanpa mengatakan apapun, Bianca sudah tahu apa maksud sentuhan itu. "Oke," jawabnya langsung.
⌛⌛⌛⌛
"Lo ada gila-gilanya dikit, ya?" Gavin berkacak pinggang dengan tatapan yang menghunus. "Sejak kapan kita jadian? Kok gue semalam mimpi Om Fadil bilang kalau kita udah jadian."
Bianca tahu jika Gavin akan protes, atau bahkan bisa saja ia kena amukan cowok itu. Namun, itu semua tak masalah. "Sejak kapan-kapan. Lo gak usah protes sih kata gue mah. Lagian Papa sama orang tua lo senang kan pas tahu kita jadian?"
Ya iya juga, sih, batin Gavin menjawab langsung.
"Papa udah bilang kalau mulai hari ini gue bakalan berangkat sama lo kan?"
"Udah," jawab Gavin jelas sekali nada ketus di jawabannya. "Gue males banget sebenarnya, tapi Mama malah semangat banget pas tahu berita itu dari Om Fadil."
"Gak papa, nanti lo bakalan terbiasa berangkat sekolah sama gue. Sekarang, ayo kita berangkat biar gak kesiangan."
Pagi itu, untuk pertama kalinya Gavin berangkat sekolah bersama Bianca. Mungkin setelah ini juga, Gavin dan Bianca akan berhenti seperti orang asing ketika di sekolah. Ya, sepertinya itu tidak akan terjadi lagi. Sebab, Bianca akan lebih secara terang-terangan menunjukan kalau dirinya memiliki hubungan dengan Gavin.
Kabar cukup menggemparkan itu akhirnya sampai ke telinga Esta. Ia yang sering mendengar kalau Gavin sudah berjanji tidak akan berhubungan dengan Bianca selama di lingkungan sekolah hanya mampu tersenyum.
"Bianca dekat sama Gavin sejak kapan? Kenapa mereka kelihatan akrab banget?" Widia masuk kelas dengan gosip hangat yang terjadi pagi ini.
Kedekatan antara Gavin dan Bianca memang tak pernah terendus. Apalagi Bianca yang dekat dengan Esta membuat beberapa orang berpikir jika selama ini Gavin datang ke kelas sebelah karena ingin bertemu Esta, bukan untuk bertemu Bianca.
"Gavin udah jadian anjir sama Bianca," kata cewek berkacamata yang duduk di baris paling depan. "Ini di instagramnya Bianca upload foto dia sama Gavin. Lebih kagetnya lagi, orang tua mereka udah saling kenal."
Atas pernyataan itu membuat Esta segera memastikan apa yang dikatakan barusan benar atau tidak. Dan itu semua ternyata benar. Bianca memamerkan sebuah potret yang menunjukan kedekatan antara dirinya dan Gavin.
"Diem atau gue ngadu sama Papa," ancam Bianca saat Gavin hendak protes melihat postingannya di sosial media. "Diem aja. Iya, iya, gitu aja kalau ada yang nanya. Lagian gue kan cantik, pinter, baik hati dan tidak sombong, rajin menabung. Lo gak bakal nyesel kalau ngaku-ngaku jadi pacar gue."
"Gue gak ngaku-ngaku. Lo yang ngaku-ngaku jadi pacar gue."
"Oh, ya udah gue telepon Papa, nih."
"Bodo amat," jawab Gavin ketus. "Lagian lo kenapa tiba-tiba jadi gini sih? Aneh banget gak kayak biasanya."
Bianca tersenyum samar. "Gue suka sama lo, dan lo harus jadi pacar gue."
Gavin mundur satu langkah. Melihat wajah Bianca yang tampak serius seketika membuat bulu kuduknya meremang. "Horor banget anjir omongan lo."
Semakin Gavin menjauh, semakin gencar pula Bianca mendekat ke arah cowok itu. Menggoda Gavin ternyata menyenangkan. Ekspresi wajah Gavin yang kesal membuat ia tak bisa menahan tawa. "Vin, lo harus pacaran sama gue biar gak galau."
Gavin berdecak kesal, tangannya mendorong pelan dahi Bianca agar sedikit menjauh. "Gue gak galau. Meski ditolak Esta, gue gak pernah galau sedikit pun."
"Gak apa-apa, lo harus tetap pacaran sama gue."
"Dih, dasar tukang maksa."
"Makasih, sayangku."
"Najis."
"I love you too."
Ada yang mau membantu Gavin untuk membuang Bianca ke planet lain? Gavin berencana membuang cewek nyebelin ini sejauh mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Us
Teen Fiction"Lo jahat." "Lo egois. Sadar!" Cinta bukan hanya tentang persamaan. Namun, perbedaan juga bisa menjadi alasan kenapa dua orang bisa bersama dalam ikatan cinta. Sayangnya, perbedaan Bianca dan Gavin terlalu banyak. Apalagi hubungan itu tak pernah me...