Bab 7: Hukuman dan Perubahan Misi

123 89 55
                                    

Dan inilah yang terjadi.

Aillard duduk di sebuah kursi dengan posisi duduk yang anggun, dan Herles berdiri di sampingnya dengan tersenyum. Di sebelah kursinya ada sebuah meja perak putih yang di atasnya ada teko teh dan tempat wadah kue bertingkat tiga
berwarna emas. Dan di tangannya memegang segelas teh dengan corak ukiran yang indah.

Aillard membuka bibir tipisnya yang berwarna cherry dan menyesap tehnya dengan mata tertutup. Terlihat sangat anggun di mata.

Tapi, sebuah kata yang dikeluarkannya membuat keanggunan itu hilang dalam sekejap seperti angin, dan digantikan oleh kengerian yang ada.

"Sepertinya ajaran ku kurang tegas terhadap kalian."

Haeden, "......"

Zettha, "......"

Haeden dan Zettha menundukkan kepalanya, menelan ludah kasar secara bersamaan. Bulu kuduknya secara serentak berdiri bersamaan setiap kata yang Aillard lontarkan.

Mereka memang berdiri tidak jauh di depan Aillard. Tapi seakan mereka sedang berdiri di ambang tali akhirat yang menentukan siapa yang berhak masuk neraka dan surga.

Membuat siapa saja merasa takut.

"Aku ingin tahu, kemana saja kalian berdua pergi yang menyebabkan tidak ikut latihan malam ini."

Haeden merasakan jantungnya berdetak kencang tanpa henti di kediaman Aillard. Sebuah jawaban terlintas dalam pikirannya, tapi tidak tahu harus bagaimana mengatakannya. Dan sebuah kepanikan muncul secara tiba-tiba yang menyebabkan mulutnya secara tidak sadar terbuka dan berbicara dengan tidak jelas.

"Em ... anu ... ak ... aku tadi ... tadi--" Haeden berteriak di dalam hatinya karena merasa bodoh akan dirinya sendiri. Kalimat 'tadi' berhenti di tengah jalan dan tidak tahu apa kelanjutannya. Jika dia mengatakan yang sebenarnya, dia akan menerima hukuman lagi dari Aillard. Dan jika berbohong, ia akan sangat keliatan tidak bisa berbohong karena situasinya tidak cukup memikirkan alasan yang tepat. Jadi, hanya ada satu cara baginya.

Haeden menoleh ke samping dan melihat Zettha dengan mata berbinar-binarnya yang menjelaskan bahwa ia butuh bantuan. Tapi sayangnya, Zettha tak menghiraukan Haeden dan hanya terus menunduk seolah merasa bersalah.

Haeden berbisik di dalam hati dan masih memperhatikan Zettha dengan tatapan berharapnya, "Kakak ... aku mohon padamu! Tolonglah aku untuk yang terakhir kalinya!"

Zettha merasa seakan-akan ia bisa mendengar anak ini berbicara hanya melalui tatapannya saja, "........"

Zettha menghela napas lelah dan menutup matanya dengan tak berdaya. Secara serentak, Zettha mengangkat pandangannya dan maju beberapa langkah ke hadapan Aillard. Zettha membungkuk, "Maafkan kami, guru. Saat aku akan mulai latihan di Aula Nazghel, aku melihat bahwa Haeden tidak ada di sana. Jadi aku mencoba untuk mencarinya."

Haeden tersentak. Ia merasa bahwa jawaban Zettha hanya dapat merugikan dirinya seorang diri di sini. Ia merasa bodoh untuk meminta bantuan kepada Zettha.

Dengan naluri yang cepat, Haeden ikut melangkah maju beberapa langkah untuk mensejajarkan posisinya dengan Zettha. Dan menyuarakan ketidaksetujuannya.

"Izin menyela, guru." Lanjutnya, "aku tidak ikut latihan karena aku ingin mencari angin segar."

Zettha bertanya, "Apa mencari angin segar perlu pergi begitu jauh?"

Dengan dimulainya suatu pertengkaran di antara mereka, mereka akan terus berdebat sehingga lupa bahwa ada orang lain di sana selain mereka berdua.

Haeden berdecak, "Tsk! Apa kau tahu? Bahwa selama seminggu ini aku selalu menghirup udara yang tidak segar dan menyebabkan paru-paru ku tidak sehat. Dan selama seminggu ini juga aku ingin menghirup udara yang segar ini seperti dirimu. Jika kau ingin, kau boleh mencobanya. Aku jamin organ-organ dalammu akan mendapatkan perawatan yang bagus."

Dreams and Portal Holes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang