Bab 24: Aku Benci Dianggap Lemah

26 4 0
                                    

"Sial! Kenapa dia belum kembali juga?" Mata hitam Haeden menggeliat ke sana kemari dengan pertanyaannya yang sama sedari tadi. Matanya pun tak bisa fokus untuk memperhatikan Si Pembawa Acara yang masih sibuk memperkenalkan barang dagangan ilegalnya yang terakhir, karena matanya masih menatap tajam kearah pintu masuk yang besar itu. Dapat ditebak bahwa Haeden juga tak akan menyadari bahwa pembawa acaranya bukanlah Si Pembawa Acara saat pertama kalinya mereka kamari.

Haeden benci mengatakan ini, tapi ia sedikit mengkhawatirkan Zettha karena belum kembali juga. Padahal ia sendiri mengetahui bahwa Zettha memiliki kekuatan yang sangat kuat. Jadi, mustahil untuk dikalahkan.

Rafles kemudian mengalihkan perhatiannya kepada Haeden karena menyadari kegelisahan anak yang duduk di sampingnya itu. Rafles dapat menyadari saat melihat Haeden bahwa anak itu tak bisa fokus dengan misinya kali ini, dan ia juga tak mengira bahwa Haeden bisa mengkhawatirkan sang kakak yang selalu ia benci dengan tatapan iri nya terhadap Zettha yang sedari kecil selalu ia perlihatkan tanpa ragu.

Rafles tersenyum, "Aku tidak tahu bahwa kau akan mengkhawatirkan Pangeran Mahkota, Pangeran."

"Ha?" Ada jeda waktu sebentar sebelum ia bisa menjawab pertanyaan dari Rafles. Ia memikirkan jawaban, "Tentu saja aku mengkhawatirkan dirinya. Bagaimana jika kita nanti kekurangan kekuatan untuk melawan orang-orang ini?"

"Benarkah?" Lanjutnya, "Kau tahu, kita tidak akan kalah bahkan jika tak ada Pangeran Mahkota di sini." Rafles tersenyum jahil dengan perkataannya. Ia tak bermaksud mengatakan bahwa ia tidak membutuhkan Zettha di sini. Namun, ia sengaja mengatakan hal itu untuk menggoda Haeden saja.

Dan tentu saja ia tak mungkin tak mengetahui bahwa Haeden sedang mencoba untuk pura-pura tak mengkhawatirkan kakaknya, tapi itu percuma saja, karena ia mengetahui itu setelah memperhatikan wajah yang anak itu buat sedari tadi.

Haeden: "...."

"... baiklah. Kalau begitu, kita serang saja tempat ini secepatnya dan menunggu Zettha kembali."

"Eden, sepertinya kau tidak mendengarkan perkataan Penatua Rafles beberapa saat yang lalu." Herles ikut berujar setelah lama ia mendengar percakapan orang yang ada di sampingnya. Herles membuang napasnya dengan lelah, ia sudah bisa menebak bahwa Haeden tak fokus saat Rafles memberitahukan rencana yang mereka buat.

"Ha-ha, aku mendengarkan sedikit di awal saja." Haeden tersenyum canggung dan malu untuk mengatakannya. Sehingga ia menjawabnya dengan pandangan matanya yang melihat ke sembarang arah.

"Hah ... kau ini."

Mengingat kilas balik, saat mereka berjalan melewati anak tangga dan menuju tempat untuk duduk, Rafles sempat membicarakan rencana yang telah ia buat dengan Zettha saat berada di kereta kuda. Bahwa mereka akan menyerang tempat ini saat orang-orang yang ada di sini sudah berjalan menuju anak tangga yang ada di luar ruangan ini. Maka, mereka akan mulai menyerang para penjaga dan Si Pembawa Acara tersebut untuk dimintai informasi yang mereka butuhkan. Dan setelahnya, mereka akan menunggu Zettha keluar dengan informasi yang ia dapatkan.

Namun, sepertinya Pangeran kita yang satu ini begitu mengkhawatirkan kakaknya sehingga ia tak dapat fokus terhadap rencana yang telah Rafles katakan. Sehingga pikirannya hanya melayang untuk memikirkan Zettha.

Saat mendengar penjelasan tentang rencana yang akan mereka lakukan. Haeden merasa malu sendiri dan tak bisa untuk membantah bahwa ia memang tak fokus saat mendengarkan perkataan Rafles tadi.

"Bagaimanapun juga, sekarang aku senang mengetahui bahwa hubungan kalian baik-baik saja sebagai saudara."

"Ha?" Salah satu alisnya terangkat ketika mendengar perkataan Rafles, nadanya pun ketika berucap sangat menjengkelkan untuk didengar, "Aku tak akan pernah mau berhubungan baik dengannya. Tak akan pernah." Lalu setelahnya, Haeden membuang mukanya.

Dreams and Portal Holes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang