EP. 21 : THAT ONE RAINY "DATE"

198 17 6
                                    

Yujin bahagia.

Jika ia boleh menghentikan waktu, ia sungguh ingin melakukannya.

Jika ia tak lagi diperbolehkan untuk membuat keinginan apapun selama sisa hidupnya, ia pun tak masalah. Semuanya sudah cukup seperti ini, ketika dunia hanya tentang dia dan kak Ricky-nya. Ini sudah bukan soal apa kemewahan yang diberikan si kakak untuknya, melainkan kakaknya itu sendiri. Semuanya terasa seperti hidup yang sempurna, seperti menemukan kepingan puzzle yang selama ini hilang.

Kebahagiaan ini lembut, seakan-akan kepala mungil Yujin dibawa melayang ke ketinggian langit, dan kemudian dibelai oleh gumpalan-gumpalan awan putih.

Maksudnya,...

Sore itu, Yujin dan Ricky menghabiskan waktu bersama pada akhir pekan, seperti yang cukup biasa mereka lakukan. Hubungan mereka kembali membaik, dan, mungkin untuk menenangkan sedikit kerisauan kalian, soal Gyuvin pun sudah baik-baik saja. Tenang, Yujin sadar kok letak salahnya di mana. Sebagaimana mestinya, sebagai seorang anak baik, ia telah meminta maaf.

Sebelum hujan turun, kedua anak lelaki itu menghabiskan waktu di taman kota. Kegiatan bersama mereka dimulai dengan berbincang-bincang di tepian air mancur. Jika ada yang iseng mendengarkan pembicaraan mereka, memang, tidak ada topik 'penting' di antara mereka. Memangnya mereka harus membahas apa? Proklamasi kemerdekaan?

Yujin sendiri mungkin tidak ingat runutannya, terutama soal apa saja yang mereka lakukan setelah itu. Mungkin mereka membeli jajan dan mengamati burung dara yang mematuk biji-bijian, juga melambaikan tangan pada balita menggemaskan yang lewat dan membelai kucing belang tiga, tetapi yang jelas kemudian tiba-tiba hujan turun---benar-benar secara tiba-tiba, tanpa aba-aba atau setidaknya petir dan awan mendung. Langit gelapnya saja baru menyusul setelah beberapa saat.

Ricky merasa tidak tenang, tentu saja, karena bagaimanapun agenda keluar hari itu adalah gagasannya. Ya, bagaimana jika Yujin menjadi kerepotan gara-gara dirinya? Ia tak ingin menyalahkan hujan, sungguh, karena ia yakin hujan baru saja turun setelah beberapa bulan kekeringan, namun jika Yujin jatuh sakit ia pasti akan merasa bersalah. Kondisinya pribadi tentu saja lebih dari sekedar bersedia untuk menolong. Ia tahu rasanya merawat dirinya sendiri ketika sakit maka pasti prosedurnya tidak akan jauh berbeda, tetapi...

Ah, sudahlah. Yang penting mereka harus pulang sekarang. Atau, menilai dari derasnya hujan, setidaknya berteduh.

Maka Ricky menggandeng si adik kembali ke area parkir kendaraan di pinggir taman. Ia meminta Yujin untuk menunggu di bawah naungan pohon selagi ia menyiapkan motor. Entah karena sial atau kebetulan apa, memang mereka berangkat ke sana tanpa mobil dan---astaga, Ricky sama sekali tidak membawa jas hujan! Jaket jeans-nya yang ia pinjamkan pada si adik pasti kalah dengan curah hujan yang deras saat itu.

Ricky tidak boleh panik, ia harus memikirkan sesuatu. Mungkin opsi terbaik untuk saat itu adalah menunggu, paling tidak di bawah naungan pohon besar seperti di mana letak Yujin---

Eh,...

Ke mana perginya anak itu??

Ricky menolehkan kepalanya ke kiri dan kanan. Karena keberadaan si adik tak dapat ia temukan, Ricky meninggalkan motornya yang masih terparkir, untuk melangkah cepat menuju jalanan sepi di hadapannya. Dan---

Oh,... ternyata Yujin berdiri tidak jauh darinya. Anak itu rupanya sedang berdiam di tepian jalan yang kebetulan jalannya pun juga sepi, membiarkan derasnya hujan mengguyur tubuhnya yang tetap berdiri dengan tegap. Bahkan kepala anak itu menengadah. Semakin nampak jelas bahwa ia menikmati momen itu.

Ricky tahu suara di dalam kepalanya memerintahkan untuk menghampiri si adik dan membawanya ke tempat teduh. Suaranya seperti alarm yang berisik, namun yang dilakukannya hanya... berdiri di sana... dan menatap. Apa karena penampakan menawan Yujin membuatnya terkesima? Entahlah. Ia terus saja mempelajari setiap detil si adik yang berdiri tak jauh darinya, menyerap setiap gestur dan fitur dan ekspresi seakan-akan semuanya adalah kisi-kisi ujian, dari jarak yang paling tidak hanya sekitar sepuluh langkah lebar kaki jenjangnya.

Dan...

Deg.

Apa Yujin tengah menatapnya balik?

Ricky tak lagi menutupinya seperti sebelumnya, persetan sudah image-nya. Ia terkejut, entah, yang jelas ia terhenyak ke belakang, hanya karena satu tatap dengan Yujin.

Sebenarnya kalau Ricky mencoba menggambarkan, situasinya cukup lucu. Mereka hanya dua anak laki-laki yang berdiri mematung di pinggir jalan, dua anak konyol yang membiarkan tubuh masing-masing diguyur air hujan sampai anak rambut mereka menutupi mata.

Ricky tidak tahu sejak kapan tubuhnya bergerak, entah bagaimana, tetapi tanpa ia sadari, ia telah berdiri di hadapan adik manisnya. Mereka tetap tidak melakukan apapun, hanya saja ia semakin jelas menyaksikan senyuman Yujin yang mengembang. Ricky bukan yang paling ahli soal puisi, namun jika ia harus menuliskan sesuatu tentang senyuman Yujin dan menghilangnya awan hujan dan langit kembali cerah, mungkin ia akan berusaha secara perlahan.

Seolah-olah dadanya tertembak sebuah panah kecil, Ricky tertular senyuman Yujin yang merekah. Mereka lalu mulai berlarian menelusuri jalanan yang kosong, mereka tertawa-tawa dan bergandengan tangan. Benar-benar terasa seperti dunia adalah milik berdua, dan semua yang berlalu lalang di sekitar mereka hanya akan mengorbit dan menghilang.

Hingga pada saat berlarian mulai terasa melelahkan, mereka berhenti di suatu jalan yang kosong. Keduanya tidak melakukan apa-apa, hanya berdiri berhadapan dalam diam. Yujin memejamkan mata dan menengadahkan kepalanya, bibirnya tersenyum lebar selagi hujan terus mengguyur wajah polosnya, sementara Ricky kembali tertular senyumannya.

Ketika Yujin meletakkan kedua tangannya di pundak tegap Ricky, di saat itu Ricky mengangkat tubuh ramping Yujin, mencekal erat panggul sempitnya dan memutarnya. Menurunkannya perlahan dan mengangkatnya lagi. Walau Yujin sempat terkejut, ia kemudian menikmatinya, karena rasanya seperti ia bisa terbang. Ia membentangkan kedua tangannya lebar-lebar, dan akhirnya kembali berpegangan pada bahu si kakak, kemudian ia diturunkan kembali dan kakinya mendarat di aspal secara perlahan.

Setelah itu Ricky tak lagi menggendong si adik seperti barusan. Ia hanya menatap manik mengkilap Yujin yang berkilau. Walau sedikit tertutup rambutnya, binar mata si manis tetap menerobos dan menampakkan penampilan Ricky yang tengah terpana melalui pantulan baliknya. Salah satu tangan Ricky yang tadinya menggenggam pinggang ramping si adik kini ia angkat untuk menyisihkan anak rambut si manis, lalu mengusap pelan pipinya, dan membiarkan telapaknya diam di sana dengan nyaman.

Apakah Ricky sedang jatuh cinta?

Mungkin saja.

Karena,...

Mengapa penampilan Han Yujin yang disayanginya tiba-tiba menjadi cantik seperti ini? Atau ia hanya terbawa suasana? Atau, inikah perasaan jatuh cinta lebih dalam untuk kedua kalinya pada orang yang sama?

Karena, jika pada hari pertama Ricky hanya terpikat oleh Han Yujin berkat rupanya yang ideal, maka,... hari ini...

"Kak Ricky."

Oh, yang menyadarkannya kembali adalah suara Yujin. Apa anak itu benar-benar melingkarkan lengan di seputar lehernya? Jika iya, berarti Ricky harus membalas dengan pelukan, bukan? Walau dari posisinya, balasan ideal yang dapat ia berikan hanya kembali merengkuh pinggangnya.

Dan, sungguh, haruskah kita bahas lagi tubuh rampingnya---

"Hmm?"

Sudahlah.

Lebih baik Ricky memberi respon saja---sebelum otaknya mulai membayangkan... yang tidak-tidak?!

"Kalau di film, bukannya di momen ini kita berciuman?"

Dan Ricky tertawa lepas. Akibatnya, Yujin juga terkekeh pelan. Mungkin Ricky baru saja tertawa terbahak-bahak, namun untuknya tawa ringan si adik lebih menghibur. Suaranya mengingatkannya pada ledakan antusiasme anak muda, dan di dalamnya terdapat bisikan dan ajakan penuh impulsivitas yang mungkin terkadang ia perlukan. Apakah ini bentuk pembenaran kata orang, live while we're young?

Setelah tawanya reda, Ricky merapatkan tubuh keduanya, kemudian menempelkan bilah bibirnya di cuping telinga si adik agar dapat membisikkan, "gimana kalau nunggu sampai rumah?"

Dan berkatnya, kini tawa Yujin yang meledak.

Ah,... Ricky merasa sangat bahagia.

BABE...? ㅣ RICKY SHEN & HAN YUJINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang