Chapter 13

133 13 0
                                    

Pagi itu, Eleena dan Nalendra melanjutkan perjalanan menuju Kerajaan Akasia. Mereka sekarang berada di tengah kota. Eleena melarang Nalendra untuk menggunakan kekuatannya saat berada dikawasan manusia karena hal itu akan terlihat mencolok dan menarik banyak perhatian. Setelah mereka memilih kuda terbaik Eleena memacu kuda tersebut ke arah timur di mana Kerajaan Akasia berada. Pemuda itu sedikit pendiam dari biasanya. Setelah kejadian tadi malam Eleena tidak berani berbuat macam-macam tapi Eleena sedikit lega karena telah memberitahu tentang Briyan. Eleena juga akan marah jika seseorang membohonginya, dia sangat membenci kebohongan.

Setelah berhari-hari melakukan perjalanan menuju Kerajaan Akasia dia akhirnya sampai di gerbang utama kerajaan, banyak perubahan yang telah terjadi di Kerajaan Akasia mungkin itu semua karena dampak angin puting beliung yang menerpa beberapa kota dan desa dua tahun lalu. Perjalanan ini tanpa kendala itu semua karena Nalendra. Tentu saja tidak ada yang berani membuat masalah kepada Raja Iblis. Membawa pemuda itu bersamanya cukup menguntungkan.

Briyan memberikan Eleena giok lambang Kerajaan Akasia dengan hanya menunjukan giok tersebut Eleena bisa masuk dengan mudah ke dalam Kerajaan Akasia. Kota ini sangat ramai di sepanjang jalan kiri dan kanan dipenuhi dengan bunga sakura yang sangat indah, Kerajaan Akasia didominasi oleh warna putih keemasan yang sangat mewah dan elegan. Eleena berdiri di pintu gerbang istana yang sangat besar. Penjaga yang berjaga di pintu gerbang menundukkan kepala dan membuka pintu gerbang tersebut.

Eleena berbalik sekilas menatap pemuda dibelakangnya. Melihat Nalendra yang masih diam Eleena tidak tahan untuk menggodanya.

"Apa yang kau pikirkan?"

Nalendra menatap gadis itu tanpa ekspresi.

"Tidak ada. "

"Apa kau masih marah?"tanya Eleena.

"Tidak. "

"Kamu bohong kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu masih marah. "

"Cepat temui mereka aku tidak betah berlama-lama disini. "

Nalendra tidak bohong dia tidak suka berada di Kerajaan Akasia, tangannya sangat gatal rasanya dia ingin membunuh mereka semua.

Eleena yang mendengar hal itu merasa bersalah, bagaimanapun juga Nalendra pernah bertarung habis-habisan dengan Kerajaan Akasia. Meski Nalendra memenangkan pertarungan itu. Karena itu juga dia kehilangan banyak pasukan dari ras siluman dan hantu tentu saja dia tidak akan memaafkannya hal tersebut karena Kerajaan Akasia yang terlebih dahulu menyinggung Nalendra.

Eleena tidak bisa membayangkan betapa dahsyat dan sengitnya pertarungan itu karena akibat pertarungan itu jutaan nyawa melayang. Itu semua karena keegoisan seseorang dan yang menanggung akibatnya adalah orang-orang yang tidak bersalah. Eleena memakluminya kenapa dia tidak betah berlama-lama di Kerajaan Akasia. Walau begitu pemuda itu tetap mengesampingkan semuanya hanya untuk pergi bersamanya.

"Baiklah aku akan cepat. "Kata Eleena.

Eleena memasuki aula yang didominasi oleh warna putih dan biru. Di aula itu beberapa wajah yang dikenalinya menatap kaget kepada Eleena tak terkecuali dengan pria tua berusia empat puluh tahunan yang memakai pakaian mewah serba putih. Pria tua itu duduk di atas singgasana emas dia kemudian berdiri, mendekat ke arah Eleena dan memeluknya dengan erat.

"ELEENA. APA ITU KAMU?"

Eleena yang dipeluk dengan erat hanya menurut saja, pria di depannya kini sudah banyak berubah rambutnya yang hitam mulai memutih, wajahnya terdapat kerutan-kerutan kecil yang menandakan bahwa dia sudah tidak muda lagi.

"Benar ini Eleena Paman. "

"Kemana saja kamu selama ini, kami telah mencari mu kemana-mana tapi kamu tidak ada dimana pun. "Kata Juna.

The Princess and The Demon KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang