Bab 5 - Rancana Annchi

2.8K 61 0
                                    

Pertama kali yang Annchi lihat saat ia membuka mata adalah langit-langit hotel yang terang. Annchi mengerjap, menoleh ke arah jendela yang sudah terbuka tirainya. Terlihat sosok Ana tengah duduk di sofa sambil menyesap teh. Lalu Annchi beralih menoleh ke arah samping lainnya. Kiara masih nyenyak tertidur. Sudah pasti begitu, karena semalam Kiara lah yang mabuk berat.

"Zaya ada kabar belum, Na?" Ana terlihat mengangguk sebelum menoleh pada Annchi.

"Udah udah. Aman dia, masih sama Revan."

Rasanya lega. Annchi lantas bangun dan berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh mukanya. Oh, dia bahkan lupa membersihkan make up nya semalam. Melihat cleanser milik Ana yang ada di wastafel, Annchi tanpa ragu menggunakannya. Itu sedikit meringankan wajahnya yang tadi terasa amat berat. Annchi tak lupa menggosok giginya sebelum keluar dan duduk di samping Ana.

"Udah pesen makan gue. Tapi belum dateng." ujar Ana seraya menyandarkan punggungnya. Perempuan itu memejamkan mata. "Tadi, elu yang nyetir Chi?"

"Bukan. Kevin bantuin gue. Untung aja. Kalau nggak, kayanya sekarang kalian berdua di rumah sakit sih." candaan itu sontak membuat Ana terkekeh.

"Parah lu."

"Ya lagian, gue ternyata mabok abis. Padahal gue minum nggak banyak kan?"

"Kan lu nggak kuat minum."

"Yah, itu mah elu."

Ana tertawa makin kencang, dan mengumpat pada Annchi yang meledeknya. Ana membenarkan posisi duduknya, lalu mengikat rambutnya yang menjuntai panjang itu menjadi satu. Ia menatap Annchi yang kini tengah berkutat dengan ponselnya, membuat Ana dilanda rasa penasaran.

"Keliatan itu. Kok udah punya nomornya Kevin? Katanya semalem nggak minta?" tanya Ana.

"Dia minta duluan, anjir. Nggak asik, padahal mau gue pepet itu kalau gue ke midnight lagi."

"Kelamaan. Gue gasak duluan yang ada." kelakar Ana.

Perempuan itu bangun saat bel kamarnya berbunyi, dan berjalan untuk membuka pintu. Seorang pegawai hotel masuk seraya membawa makanan pesanan Ana. Kiara mau tak mau juga dibangunkan karena mereka tidak mungkin membiarkan Kiara melewatkan sarapan yang sudah sangat telat itu.

Rencananya mereka akan check out siang ini. Tapi melihat keadaan Kiara yang masih setengah mabuk, Annchi dan Ana memutuskan untuk check out dari hotel sore hari nanti. Mereka sekaligus menunggu Zaya yang katanya ingin menyusul mereka. Terakhir Zaya bilang melalui pesan, apartemen Revan cukup dekat dengan hotel yang mereka tempati.

"Gue, mau cerita dulu ke kalian. Kalian mau dengerin nggak?"

Annchi berbicara tanpa menatap kedua temannya. Ia juga tampak biasa saja sambil memakan perlahan buah-buatan segar di piringnya. Ana dan Kiara sangat antusias menunggu, meski Kiara masih dalam keadaan sadar tak sadar. Annchi bukannya tidak mau membicarakan perihal masalahnya saat ada Zaya. Karena kalau Zaya mendengarnya saat ini juga, Annchi bisa-bisa dibawa kabur untuk menghindari masalahnya.

Annchi menyiapkan hatinya. Masih ragu-ragu, tapi mereka harus tau agar mereka tak mendesaknya lagi karena khawatir. Setelah menghela nafas, Annchi perlahan-lahan bercerita. Semua tentang pernikahan itu, dan tentang rencananya untuk menggagalkannya. Awalnya berat, tapi Annchi berusaha untuk lebih melapangkan hatinya.

"Jadi, lu beneran mau cari orang buat lu ajak ons?"

Annchi mau tak mau harus melakukannya. Ia ingat saat orang tuanya berkata, Andra ingin menikahinya hanya sebuah keperawanan semata. Jika keperawanan menjadi tolak ukur Andra untuk menikahinya, Annchi lebih baik menjadi pelacur.

"Kacau lu, Chi. Jadi, lu ngincer Kevin buat lu ajak ons doang?"

"Belum kepikiran. Soalnya gue masih nyari lagi. He's great, but he's actuallt not my type on bed."

Ana tidak tahan untuk menampar bahu Annchi. Annchi mengaduh, karena tidak tau salah katanya dimana.

"Lu nyari yang kaya gimana lagi, ege?"

"Ya, kan ini pengalaman pertama gue, Na. Kaya, lu mau nggak hs buat yang pertama kali sama orang yang literally bukan tipe lo?"

"Ya.. ogah lah." Ana mendengus.

"Tuh, lu aja nggak mau."

Garpu yang menusuk potongan buah terakhirnya, akhirnya diletakkan oleh Annchi. Netra kecoklatan yang semula sama sekali tak menatap ke arah teman-temannya kini terangkat. Sorot mata itu nampak rancu. Annchi baru kali ini mendapat tekanan yang sangat membebani punggungnya. Jika untuk keluar dari rumah, atau sekedar dicoret dari kartu keluarga, Annchi masih bisa mengatasi itu. Tapi perjodohan? Ah tidak, kata perjodohan terlalu halus untuk mendeskripsikan permasalahan Annchi sekarang. Ini penjualan anak. Jelas-jelas Annchi diberikan kepada orang untuk dinikahi, dan melunasi sebuah hutang. Annchi merasa tidak mempunyai hak atas dirinya sendiri. Bahkan untuk perihal percintaan sekalipun. Maka bukan salahnya jika kali ini Annchi benar-benar memberontak. Konsekuensi bisa dipikir nanti. Paling juga tidak jauh dari caci maki yang sudah biasa Annchi dengar. Atau buruk-buruknya, tubuh Annchi kembali babak belur.

Sudah biasa.

"Jadi sekarang elu nyari nya yang kaya gimana, Chi?" suara Kiara mengudara setelah sepanjang percakapan ia hanya diam.

Annchi termenung sesaat. Memorinya berputar ketika ia melihat lelaki itu. Tapi Annchi tak mengutarakan apa yang ia pikirkan saat ini, dan menjawab Kiara.

"Belum tau. Gue masih coba nyari di dating apps." katanya dengan putus asa.

"Emang Kevin kenapa?"

"Kevin siapa sih?" Kiara bertanya lagi, karena sedari tadi ia mendengar nama Kevin, tapi ia tidak tau itu siapa.

"Bartender di midnight, kenalannya Annchi." Kiara mengangguk-angguk.

"Kevin, gue nggak tau ya. Tapi prasangka gue, dia green flag abis. Sopan banget anjir. Tipe tipe vanilla gitu nggak sih kalau di kasur?"

Ana dan Kiara terkejut. Mereka menggebrak meja secara bersamaan seraya memasang wajah tidak percaya. Ternyata, mereka yang sudah lama berteman dengan Annchi, belum benar-benar mengenalnya dengan baik. Nyatanya, Annchi masih terlalu banyak rahasianya. Salah satunya ini. Tanpa diperjelas, mereka pun tau apa maksud ucapan Annchi barusan.

"Tinggal bilang aja, 'Gue tuh nyari cowok yang bisa bikin gue pingsan di kasur'. Iya kan?!"

"Stress nih cewek. Kok bisa sih kita temenan sama nih cegil?" Ana sudah jengah.

"Zaya kalau tau, abis lu dikatain."

"Ya.. ya udah intinya gitu." Annchi menghentikan teman-temannya yang tengah memborbardir dirinya dengan beragam cacian. "Ini gue mau nyari dulu di dating apps, kali aja dapet yang sesuai kriteria gue." sambungnya.

"Gue nggak nyaranin sih. Tapi, hati-hati kalau nyari partner sex di dating apps." awalnya Ana yang menyarankan dating apps itu, karena Ana pikir Annchi ingin mencari pacar pura-pura atau hal yang lainnya. Tapi hal yang lainnya itu tak pernah terpikirkan sampai ke hal yang lebih jauh, seperti mencari partner sex.

Saran Ana diterima oleh Annchi dengan anggukan. Usai sarapan, mereka kembali naik ke kasur untuk meredakan mabuk yang masih terasa. Ana memilih untuk membersihkan diri, dan Kiara sudah terlelap di kasurnya. Annchi sendiri tengah sibuk dengan ponselnya, memulai perburuannya di dating apps. Annchi tak berharap banyak pada aplikasi tersebut, karena orang yang menjadi tipenya adalah orang yang tidak sengaja lewat di depannya saat di mudnight. Meski terlihat bersama perempuan, Annchi berharap itu bukan pacar atau istrinya. Dan jika boleh berharap lebih, Annchi ingin lelaki itu juga memainkan aplikasi dating itu.

***

Unforgiven (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang