Bab 25 - Hanya Michael (2)

1.4K 49 0
                                    

Sorot mata Langit dengan jelas menyiratkan perasaan tak suka. Tubuhnya berdiri tegap di depan Annchi, untuk melindungi sang Kakak dari tatapan pria dihadapannya. Lagipula, untuk apa Andra sampai nekat untuk datang ke tempat kost Annchi? Andra seharusnya tidak tau alamat tempat kost Annchi, jika tidak ada campur tangan kedua orang tuanya. Benar. Sudah pasti, mereka yang melakukannya.

"Ada yang mau saya bicarakan dengan Annchi,"

"Nggak usah basa-basi. Bilang aja sekarang, Annchi juga denger." Annchi menarik lengan jaket Langit perlahan, untuk memberitahunya agar tidak membuat keributan. Langit bisa saja diusir oleh security, meskipun statusnya adalah Adik Annchi.

Andra menghela nafas. Kedua iris pria berumur 40 tahunan itu sekilas menatap Annchi yang tak berekspresi. Padahal sudah jelas kehadirannya tidak disambut baik. Tapi Andra masih bersikukuh berdiri di sana, lalu menarik senyum tipis agar tidak menggambarkan pria dengan pribadi yang buruk pada sang calon istri. "Annchi, saya mau meminta waktu kamu untuk makan malam dengan saya, dan juga kedua istri saya." pria itu berucap dengan lugas.

Suara lembut Andra mengalun menyerukan ajakan yang langsung pada intinya. Namun Langit menanggapi ajakan itu dengan sebuah dengusan tak sopan. Kedua tangannya bersidekap, memandang dengan arogan sosok Andra yang masih bersikap baik pada kedua anak Cakra dan Nina tersebut.

Pria itu pikir, dengan bersikap sok baik seperti itu, Annchi akan mudah membuka hati untuknya. Andra tidak sadar, Annchi itu sebenarnya muak. Tetapi Annchi tak menunjukkannya secara gamblang, karena ia tak mau emosinya meledak saat itu juga. Annchi hanya mengatupkan bibirnya, menahan untuk tidak membuka suara.

"Pak Andra tuh, nggak punya malu, ya? Keliatan nggak, Annchi tertarik sama ajakan Bapak?"

Tawa kecil terdengar. Andra menyilangkan kedua tangannya kebelakang usai mendengar jawaban Langit. "Langit, saya ini mau mendekatkan diri dengan Kakakmu. Saya mau mengenal Annchi lebih jauh, sebelum kami menikah,"

"Nikah, nikah." Langit memotong. "Lu pikir Annchi setuju nikah sama lu?" kali ini nada bicaranya tak lagi sopan. Langit kesal.  Terlihat dengan jelas dari kedua alisnya yang menukik tajam ketika kedua maniknya bertatapan langsung dengan Andra.

"Orang tua kalian sudah setuju. Annchi juga tidak menolak lamaran saya." ujar pria itu percaya diri. Padahal Annchi bukannya tidak menolak. Tapi, dia tidak diberi kesempatan untuk menolak lamaran itu. Semuanya terjadi secara sepihak, tapi Andra bersikap seolah Annchi menerima dengan sepenuh hati pinangan itu.

Annchi menahan Langit yang hendak menyahut ucapan Andra lagi. Ia gelengkan kepala pada Adiknya yang menoleh penuh tanya.

"Udah malem. Nggak usah bikin ribut." peringat Annchi. Pandangannya beralih pada Andra yang kembali tersenyum, mengharap jawaban yang bagus dari perempuan yang umurnya jauh lebih muda darinya.

"Bagaimana, Annchi?"

Hati Annchi sudah merasa jengkel sekali sekarang. Di hari pertama ia datang bulan, ada saja yang memancing emosi. Rasanya ia ingin berteriak di depan wajah pria itu, memakinya dengan kata-kata paling kotor, dan sesegera mungkin pergi agar dirinya tak lagi melihat wajah Andra. Namun Annchi masih mempertahankan akal sehatnya. Annchi mungkin marah, tapi wajahnya masih memasang ekspresi datar yang tak terbaca. Ia mampu menatap kedua netra Andra yang terlihat menaruh harap padanya, dengan sorot mata yang jenuh. Terlihat biasa saja di hadapan pria matang itu, guna menstabilkan emosinya yang naik-turun akibat hormon menstruasi yang membuatnya gampang kesal.

"Saya sibuk." ucap singkat perempuan itu dan langsung pergi.

Annchi melewati Langit, meninggalkan Adiknya yang masih berada di posisi yang sama ketika Annchi memutuskan untuk masuk ke kamar kost nya.

Unforgiven (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang