Bab 58 - Tak Ingin Bertemu

358 27 6
                                    

Annchi terbangun dengan kepala pening luar biasa. Menyaksikan bagaimana langit gelap menduduki singgasana tanpa ada sinar bulan yang mendampinginya. Pandangan Annchi bergulir perlahan, melihat jam digital di meja yang masih menunjukkan pukul dua dini hari.

Ya Tuhan. Sudah berapa lama ia tertidur?

Pantas saja pegal menyerang tiap inci tubuhnya. Membuatnya merintih perlahan ketika mencoba terbangun dari tidurnya. Kepala Annchi terasa berat. Kedua matanya sembab ketika ia melihat di cermin meja riasnya— hampir tak sanggup terbuka. Buat Annchi menghela nafas kemudian mencuci wajahnya, sebelum kemudian mengompres kedua matanya agar bengkaknya mereda.

Rasa haus mendorong Annchi untuk keluar dari kamar. Namun ia hanya disambut oleh kekosongan, gelap, dan kesunyian yang kembali membuat dadanya berdenyut sakit. Dengan langkah berat, ia menyalakan penerangan di ruangan tersebut. Berjalan menuju dapur dan menenggak habis dua gelas air mineral dari lemari pendinginnya. Sejenak ia mematung setelahnya. Menatap sekeliling dengan mata yang kembali memanas, sehingga cepat-cepat Annchi berpaling dan kembali untuk mengurung diri.

Di kamar pun Annchi tak kembali tertidur. Ia hanya menatap langit gelap dari balkon kamarnya, sampai tanpa sadar semburat fajar perlahan muncul di cakrawala. Ia menghabiskan waktu yang cukup lama di tempat itu. Abai akan dingin yang menggigit, kemudian menghela nafasnya dengan berat.

Annchi merasa ia tak cukup mampu melewati harinya untuk sekarang. Membuatnya kini harus mengambil ponselnya untuk meminta pertolongan teman-temannya, sebab hari ini ada mata kuliah yang wajib Annchi hadiri. Tetapi keadannya tak memungkinkan untuk pergi, sehingga Annchi mau tak mau menitipkan absennya kepada teman-temannya yang sekiranya bisa membantu.

Getir, Annchi lantas kembali menutup ponselnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Getir, Annchi lantas kembali menutup ponselnya. Ia akan tetap merahasiakan ini, meski pasti ada kalanya mereka akan mencecar banyak pertanyaan untuknya. Annchi rasa bukan keputusan yang tepat untuk membocorkan semuanya kepada teman-temannya. Karena ia lebih tidak ingin Michael terluka, atas apa yang lelaki itu sudah lakukan.

Ah.. dasar. Bahkan di situasi seperti sekarang, Annchi masih memikirkan nasib lelaki yang sudah melukainya. Entah sebesar apa rasa yang Annchi tujukan kepada lelaki itu. Sebab sampai saat ini, Annchi masih mengharap Michael datang dan menjelaskan semuanya dengan suara lembut khas lelaki itu ketika berbicara dengannya. Alih-alih meninggikan suara seperti kemarin, ketika mereka berselisih paham.

Lantas tanpa aba-aba, terlintas perasaan sesal yang tidak bisa Annchi jabarkan mengapa. Seharusnya, ia tak langsung tersulut emosi saat itu. Harusnya ia masih bisa berbicara dengan pelan-pelan, dan menghindari pertengkaran yang berimbas pada hubungannya dengan Michael. Mengapa, ia tak pernah terpikirkan hal seperti itu agar mereka tetap baik-baik saja? Astaga.. Annchi sungguh tidak sanggup menerima bahwa kini ia dan Michael sedang tidak baik-baik saja. Ia tidak bisa Michael jauh darinya. Lelaki itu, adalah rumah ternyaman Annchi ketika ia ingin pulang. Segalanya yang Annchi butuhkan dalam hidupnya. Namun jika sudah seperti ini, siapa yang harus disalahkan?

Unforgiven (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang