Bab 26 - Satu-satunya Yang Kejam

1K 38 0
                                    

Esok harinya, Annchi benar-benar hanya bisa berbaring di tempat tidurnya. Kram perut saat datang bulan di hari kedua memang seperti simulasi kontraksi melahirkan. Annchi tidak dapat memejamkan mata untuk beristirahat, dan hanya menelan rasa sakit itu dengan merintih. Ia putuskan untuk tidak masuk kuliah hari ini, karena keadaannya betul-betul tidak memungkinkan untuk memaksakan diri. Kali ini rasanya lebih intens dari yang kemarin. Kepalanya seperti mau pecah, dan perutnya serasa dihantam benda berat yang membuat punggung hingga ke kakinya ikut terkena dampaknya. Rasanya serba salah ketika Annchi berusaha mencari posisi yang benar saat berbaring.

Hela nafas Annchi yang terdengar lelah mengisi kamarnya yang hanya terdengar suara detik jam. Hari masih cukup pagi, dan beruntungnya Annchi sudah sarapan. Ia juga sudah meminum obat pereda nyeri, tetapi tampaknya obat itu belum berefek padanya. Amat menyiksa, sampai pada akhirnya Annchi memaksa untuk memejamkan mata. Di tengah Annchi berusaha mengistirahatkan tubuhnya untuk melupakan rasa sakit yang terus mendera, sebuah keributan membuatnya kembali terpaksa membuka mata. Keningnya mengernyit, bertanya-tanya ada apa di luar sana. Ia bisa mendengar suara Pak Wisnu terus menahan seseorang yang tampaknya memaksa masuk, dan Annchi pun terbangun dari posisi berbaring. Baru saja kedua kakinya menginjak dinginnya ubin, handle pintu kamarnya dicoba dibuka dengan paksa. Annchi terkejut bukan main, dan agak terburu-buru mengintip dari jendela, siapa oknum yang bersikap tak sopan tersebut.

Ya Tuhan.

Apa lagi kali ini?

"DASAR ANAK NGGAK TAU MALU! BUKA PINTUNYA! SINI GUE GOROK LEHER LU KALAU TERUS NYUSAHIN GUE KAYA GINI!"

Annchi menelan salivanya. Di luar sana, Pak Wisnu bersikeras menahan Cakra yang meledakkan emosinya. Tetapi Annchi tak mau keributan yang disebabkan Ayahnya berkelanjutan sehingga mengganggu penghuni kost yang lain. Sehingga mau tak mau, ia membuka pintu. Baru saja menampakkan wajah, sebuah tangan langsung menarik rambut panjangnya. Annchi tersungkur, yang mana hal itu membuat Pak Wisnu refleks menangkap tubuh Annchi yang hampir terjembab di lantai.

"Astaga, Pak! Nggak baik pakai kekerasan begitu, Pak!" Pak Wisnu merengkuh Annchi, mencoba melepas cengkeraman Cakra pada rambut sang putri.

"DIEM AJALAH! ORANG LUAR NGGAK USAH IKUT-IKUTAN!"

Semakin dinasihati, semakin kasar pula Cakra pada Annchi. Tubuhnya diseret hingga ke ruang tamu outdoor. Annchi tak hentinya merintih, memohon pada sang Ayah yang seolah menulikan pendengarannya.

"Elu tuh, nurut dikit sama calon laki lu bisa nggak?! Bikin gue emosi mulu udah dienakin hidupnya juga!"

"Pak, tenang Pak. Bisa dibicarakan baik-baik." Pak Wisnu tak menyerah. Pak Wisnu masih tetap mencoba memisahkan Cakra yang makin menjadi kepada Annchi.

"DIEM!" geram, Cakra pun meneriaki Pak Wisnu. Kegaduhan itu sontak membuat para penghuni kost yang masih berada di kamarnya masing-masing, satu per satu keluar. Annchi tak kuasa menahan rasa malu. Ia mencoba meraih lengan Cakra, dan menatap sang Ayah penuh mohon.

"Pa, udah Pa. Jangan disini. Annchi malu dilihatin yang lain gini, Pa." isaknya meminta. Bagaimana ia tidak malu? Annchi diperlakukan bak binatang oleh Cakra, dan itu disaksikan oleh beberapa penghuni kamar kost yang mengenal Annchi dengan baik.

"ALAH! SOK PUNYA MALU! MEREKA TAU NGGAK, KALAU ELU TUH CUMA CEWEK BAYARAN?!"

Hati Annchi mencelos mendengarnya. Genangan air mata yang sedari tadi menumpuk, kini mengalir dengan bebasnya. Annchi seolah melupakan rasa sakit yang menjalari tubuhnya tadi, karena rasa sakit itu, kini berpindah ke relung dadanya.

"Elu cuma disuruh NURUT aja! Kayanya susah banget sih, Anjing?! Elu tuh mau dinikahin sama konglomerat! Biar nanti nggak usah tinggal di tempat kumuh kaya gini! Ngerti nggak sih, tolol?!"

Unforgiven (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang