Bab 53 - Orang Yang Tepat

520 37 2
                                    

"So, what's your plan today?" lirikan kedua iris Annchi berpusat pada Michael yang terlihat dari pantulan cermin. Lelaki itu sedang berkutat dengan laptopnya di tepi ranjang, tampaknya sedang menyelesaikan tugasnya meski hari ini ia tak ada kelas sekalipun.

"Going out with Sky kayaknya, Sayang. Nanti katanya mau ngajakin aku makan, tapi aku yang bayar." ia mendengus, spontan memancing Annchi yang sedang mengikat rambutnya itu mengudarakan tawanya.

Langkah kakinya menuju lelaki itu. Dapat diperhatikan dari cermin yang berdiri di sudut ruangan, penampilan Annchi berbanding terbalik dengan Michael yang bahkan enggan mengenakkan atasannya. Kelas di pagi hari menyita waktu istirahat Annchi yang seharusnya bisa berlangsung lebih lama, membuat ia kini sudah wara-wiri untuk bersiap-siap, sementara Michael hanya menjadi penonton yang duduk manis di sana.

Annchi membawa tubuhnya duduk di samping Michael, otomatis membuat kegiatan Michael bersama laptopnya terhenti. "Emangnya Sky nggak kuliah?" tanya perempuan itu.

"Katanya nggak. Jadi ngajakin aku keluar, daripada suntuk dia di kost seharian."

Annchi mengangguk-angguk. Pergerakannya yang perlahan menjauhi eksistensi Michael, refleks menghasut lelaki itu untuk mengikutinya. Ia meninggalkan laptopnya tergeletak begitu saja di tempat tidur yang sudah ia benahi, untuk menangkap kurva yang terbalut cardigan berwarna burgundy dan menahan langkah Annchi yang hendak keluar dari ruangan tersebut.

"Bareng aja yuk, Sayang? Biar nanti habis aku nganterin kamu, aku bisa langsung ke Sky." Tawarnya. Nampaknya ia masih belum menyerah sekalipun Annchi bersikeras menolak.

"Zaya udah nyampe, Michael. Dimarah nanti kamu sama Zaya." Kelakarnya disertai kekehan kecil. Jemarinya mengusap lengan Michael yang mengukung tubuhnya, membiarkan sejenak ketika lelaki itu membubuhkan kecupan kecil pada pipinya yang dipoles perona.

"Ah Zaya kenapa sih? Padahal kita jarang bisa ke kampus bareng." Lisannya menggerutu. Hembusan nafas lirihnya menyiratkan bahwa Michael kesal, sebab Zaya seolah tak mengizinkan publik mengetahui, bahwa mereka tengah bersama. Seakan-akan publik akan menghukum jika hal itu terjadi. Padahal Michael sendiri yakin, tak akan ada orang yang peduli juga, jika Annchi tengah bersamanya.

Annchi kembali terkekeh. "Kan tiap hari kita ketemu. Aku hari ini kuliah nggak sampe sore kok. Palingan jam dua udah beres." Terangnya.

"Tapi kan," Michael mendecak. Ia tak menyambung keluhannya, karena bersamaan saat ia berhenti berbicara, bel unit berbunyi. Terdengar pula pintu diketuk secara tak sabaran, akibatkan Michael secara tak rela melepaskan Annchi untuk menerima tamu di pagi itu.

Langkahnya otomatis mengikuti Annchi sembari bertanya-tanya, orang kurang kerjaan mana yang bertamu di pagi yang cukup awal ini? Di mana orang-orang seharusnya sibuk menyiapkan diri untuk menjadi budak korporat, atau pelajar yang akan menghadapi segala materi dan tugas. Memikirkannya saja, Michael sudah dilanda kesal dan hendak menegur jika kedatangannya tak mempunyai maksud yang jelas.

"Ganggu aja." Wajah jengkelnya tak dapat disembunyikan. Michael sudah berancang-ancang untuk menegur orang itu, namun ia batalkan untuk melakukannya begitu masuk sosok Zaya yang terburu-buru.

Refleks saja pandangan Michael bergulir pada Annchi. "Kenapa Zaya?" tanyanya.

"Katanya mau numpang ke kamar mandi. Kebiasaan soalnya tiap pagi minumnya kopi se-cup gede itu."

"Seriusan?" dalam hatinya Michael mendecak. Hebat sekali, pikirnya. "Nyawanya ada sembilan ya tuh anak?"

Annchi spontan saja menahan tawanya. "Jangan gitu ah!" tetapi setelahnya ia langsung menegur lelaki itu dengan nada pelan, lantas alihkan pandangannya sejenak ketika mendengar suara flush dari dalam kamar mandi. "Dia suka insomnia. Jadi kalau pagi ngantukan banget." Bebernya sebelum kemudian Zaya muncul.

Unforgiven (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang