Bab 22 - Tak Terganti (3)

1.7K 44 0
                                    


"Kak, istirahat."

"Iya, bentar. Nanggung, dikit lagi kelar."

Hitamnya langit malam menemani Annchi yang sedang berkutat dengan laptopnya. Perempuan itu duduk di lazy chair yang berada di balkon kamar Michael. Bersama lelaki itu yang baru saja datang dengan membawa mug berisi cokelat hangat, Annchi sejenak mengalihkan perhatiannya. Dia menerima mug itu untuk melemaskan tangannya yang terasa kaku setelah cukup lama berkeja keras di atas keyboard.

"Hah.. Thank you." suaranya mengalun lembut. Annchi menyandarkan tubuhnya ke lazy chair itu, seraya menatap Michael yang duduk di sampingnya. Ia kemudian meletakkan mug itu ke meja, meletakkan laptopnya setelah ia berdiri, lalu ikut duduk di kursi yang sama dengan Michael.

"Sini." Michael dengan sukarela membentangkan tangannya, dan merengkuh tubuh Annchi yang menyandar di dadanya. "Udah selesai tugasnya? Besok presentasi apa emangnya?" tanya Michael.

"Ada, matkul nya Mr Dias." ujarnya. Tangannya melingkar di pinggang Michael, seraya mengusak rambutnya ke dada lelaki itu. "Tapi untungnya masuk siang sih. Jadi gue ntar nggak keteteran banget buat beresin ppt nya." Annchi menghela nafas.

"Gue masuk pagi besok. Nggak bisa berangkat bareng, dong?" nada Michael terdengar kecewa. Padahal Michael sudah memikirkan, besok dirinya bisa ke kampus bersama Annchi.

"Ah, ngaco banget mau barengan. Ntar Kenneth tau." tegas Annchi kembali mengingatkan Michael.

"Terus, besok gimana?

"Ya guenya balik dulu ke kost."

"Ribet banget?" Michael mengernyit setelah berbicara dengan nada yang agak kesal.

"Ya terus harus gimana? Yakali gue besok pake baju yang tadi?"

"Gini deh," Michael membenarkan posisinya. Salah satu lengannya yang semula ia gunakan untuk memeluk Annchi, kini beralih menjadi bantalnya. "Besok kan gue berangkat pagi. Lo disini dulu aja. Nanti dari kampus gue cariin baju, ntar dianter,"

"Ah, Michael. Kebiasaan. Nggak mau ah." potong Annchi menolak masukan Michael. "Jangan suka beliin gue macem-macem gitu. Gue nggak suka."

Michael refleks mendecak. "Dengerin dulu. Daripada ribet lo nya, Kak. Nanti resepsionis biar gue kabarin, kalau lo yang ambil barangnya." Sambungnya. Iris kecoklatannya menatap raut wajah Annchi yang terlihat masam. "Did you get my point?"

"Mhm.." gumam Annchi singkat.

"Coba sini liat." melihat Annchi yang tampak kesal padanya, Michael pun coba raih rahang perempuan itu. Namun Annchi menggeleng beberapa kali, menolak tangan Michael yang hampir meraih wajahnya.

"Apa sih, Mike?!"

"Sini, liat gue!" paksa lelaki itu setelah berhasil merangkum rahang Annchi dengan satu tangannya. Tekanan tangannya pada kedua pipi Annchi membuat bibir Annchi mengerucut. Michael hampir tak bisa menahan tawanya, ketika melihat wajah Annchi yang terlihat menggemaskan.

Kedua alis rapi Annchi yang biasa membingkai wajahnya dengan cantik, kini menukik ke bawah. Ia beberapa kali berusaha lepas dari rengkuhan Michael, tapi tenaganya tak sekuat lelaki disampingnya itu. "You gotta kick the habit." ujar Annchi yang terdengar tak begitu jelas. Tapi Michael masih bisa menangkap, apa yang Annchi katakan.

"What habit?" tanyanya dengan wajah meledek.

"Ya, itu! Suka beli-beliin barang nggak jelas. Bahkan waktu itu sering transfer-transfer ke gue tanpa alasan. I have my own money. Jadi nggak usah kaya gitu." masih dengan wajah marahnya, Annchi melepaskan seluruh untaian kata yang mengendap dalam hati. Ia melepaskan cengkeraman Michael pada rahangnya, dan kembali beringsut masuk ke dalam dekapan Michael. "Gue nggak suka. Nggak terbiasa kaya gitu."

Unforgiven (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang