Bab 61 - Bukan Salah Mereka

147 22 0
                                    

Siapa yang akan menyangka, jika orang yang akan menikahi Annchi, adalah Ayah dari lelaki yang selalu menidurinya?

Sungguh menjadi salah satu skenario paling lucu yang pernah terjadi dalam hidup Annchi. Sebab dari awal Annchi tidak pernah tahu dan menyadari, bahwa mereka mempunyai hubungan yang begitu kuat. Tak ada hal spesifik yang menunjukkan, bahwa mereka adalah Ayah dan Anak. Karena menurut Annchi, Michael lebih cenderung terbuka tentang Paman atau Bibinya, alih-alih kedua orang tuanya.

Kini semua nampak masuk akal. Alasan Michael yang kehilangan keyakinan untuk berkomitmen dengannya sehingga membuat hubungan mereka tak berjalan sebagaimana mestinya. Sampai Michael yang memutuskan untuk tak lagi tinggal bersama orang tuanya, dan memilih menetap bersama Paman dan Bibinya. Kini, Annchi mengerti mengapa.

Di sepanjang makan malam berlangsung, tak ada suara selain denting alat makan yang saling bersahutan. Michael menjadi orang yang pertama kali selesai dengan kegiatannya. Berlanjut memperhatikan eksistensi Annchi yang terlihat cukup gelisah di tempat duduknya. Alasannya sudah jelas, tanpa harus ditanya. Karena menurut Michael, wajar jika Annchi terkejut akan keberadaannya di sana. Sebab, Michael juga merasakan hal yang sama.

"Papi habis ini ada janji sama Om Richard, kan?" Celetuk Michael memecah keheningan di meja makan. Kedua irisnya menatap ke arah sang Ayah. "Nggak bisa lama dong di rumah?" Sambungnya.

Andra mengangguk. "Iya. Baru Papi mau bilang." Atensinya beralih pada Annchi. "Saya harus pergi dengan orang tua kamu setelah ini, Annchi. Ada hal yang harus saya bicarakan tentang company milik saya yang akan kamu ambil alih setelah kita menikah nanti." Terangnya. "Kamu tetap di sini bersama yang lain. Sarah dan Vina akan membantu kamu lebih beradaptasi di rumah kami. Dekatkan diri kamu dengan anak-anak saya. Agar kedepannya, hubungan kalian terjalin dengan baik."

Annchi hanya meresponsnya dengan anggukan kepala. Keberaniannya total menyusut meski hanya sekadar membuka suara. Senyumnya pun muncul seadanya. Dan atensinya, tak mampu untuk bergulir ke arah lelaki yang duduk berseberangan dengannya saat ini.

Tak akan ada yang menyadari bahwa saat ini Annchi dilanda ketakutan luar biasa. Kedua tangan yang berpangku pada pahanya, saling menggenggam erat guna menyalurkan perasaan itu. Hal tersebut dengan cepat disadari oleh Langit yang duduk di sampingnya. Refleks membuat lelaki itu meraih kedua tangan Annchi, agar perempuan itu berhenti.

"Janji sama Richard cuma di pavilion kan, Pi?" Tanya Sarah setelahnya.

"Iya. Cuma di depan kok, Mi. Tapi karena urusannya sama Richard, jadi mungkin agak lama. Mas titip Annchi dulu ya?"

"Iya Mas. Lagian, Annchi juga udah akrab sama Nala. Iya kan, Sayang?" Jemari Sarah membelai lembut surai Nara saat gadis kecil itu mengangguk.

"Iya Papi. Nanti Nala mau ajak Kakak Annchi, drawing di kamar Nala!" Serunya dengan senyum merekah.

Andra terkekeh kecil. Tangannya mendarat perlahan di puncak kepala Nala, sebelum kemudian mengusapnya lembut.

"Kakak mau ikut?" Tawar Nala yang kemudian menoleh kepada Michael. Namun lelaki itu hanya tersenyum, saat ia membalas tatapan sang Adik.

"You can go without me, Nala." Ujarnya.

"Yah.. iya deh."

"Kalau gitu Papi pergi dulu, ya?" Andra pun berdiri. Ia menghampiri Annchi, dan mengusap perlahan bahu perempuan tersebut. "Saya akan kembali dalam beberapa jam. Jadi, puaskan bermain dengan Nala." Katanya kemudian pergi tanpa menunggu Annchi mengeluarkan sepatah kata.

Disusul oleh Nina dan Cakra, suasana meja makan kini tak seramai tadi. Vina juga baru saja pamit meninggalkan tempat tersebut, menyisakan Sarah bersama keempat orang yang masih duduk bersamanya di sana. Namun atensi Sarah sepenuhnya ia berikan kepada Nala. Tak menyadari jika ketiga muda-mudi yang tengah bersamanya itu, saling melempar tatapan satu sama lain.

Unforgiven (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang