16 | Informasi

215 170 73
                                    

"Jadi dia temen lo?"

Sejak tadi Kala bertanya pada Reza mengenai Alana. Ia bahkan rela menghabiskan waktu istirahatnya untuk mengikuti Reza yang saat ini sedang berada di ruang perpustakaan Harrison School. Jika saja bukan tentang Alana, Kala tidak mungkin masuk ke dalam ruangan yang penuh dengan buku-buku ini.

Reza yang sedang membolak-balikkan lembaran buku menjadi tidak fokus mendengar pertanyaan dari temannya itu. "Iya, dia temen gue dari kecil sampe gue duduk di bangku kelas 4 SD. Dulu selama 4 tahun gue sekelas sama dia."

Kala baru ingat bahwa Reza adalah siswa pindahan. Sebelum ia bersekolah di Harrison School, temannya itu pernah bersekolah di tempat lain. Kala baru mengenal Reza saat dirinya duduk di bangku kelas 5 SD. "Terus?"

"Setelah gue pindah rumah dan sekolah ke Harrison School, gue ngga pernah lagi komunikasi sama Alana." Reza menutup bukunya. "Dan sekarang gue cukup bahagia liat dia baik-baik aja."

Kala mengetuk-ngetuk jarinya di atas meja. Ia menatap Reza dan berpikir bahwa temannya itu belum mengetahui bahwa sebenarnya Alana dan ibunya bekerja di rumah megah milik keluarga Harrison. Kala tentu saja akan memberitahukan Reza jika ia bertanya mengenai tempat tinggal Alana.

"Lo masih betah disini? Gue harus pergi, ada urusan."

Kala hanya menganggukan kepalanya. "Oke."

***

Reza duduk di belakang gedung kasta pertama sambil mendengarkan musik lewat headset bluetooth yang sudah terpasang di kedua telinganya. Sudah hampir 5 menit ia menunggu seseorang yang akan ditemuinya. Reza tak sengaja melihat gadis yang tak jauh dari hadapannya dengan memegang ponsel.

"Alana!" Reza melambaikan tangan pada gadis itu.

Alana menoleh lalu tersenyum senang saat ia berhasil menemukan Reza. "Sorry, Za gue telat. Abis dari ruang direktur dan ngurus berkas sama—"

Belum sempat Alana melanjutkan pembicaraannya, ia langsung ditarik begitu saja oleh Reza. Laki-laki yang ada di hadapan Alana saat ini memeluknya dengan erat. Ia berkata pelan. "Za gue ngga tanggung jawab ya kalo pacar lo liat." Alana berusaha untuk mencairkan suasana. Ia tahu jika Reza selalu mencari dan mengkhawatirkannya.

Masih dalam posisi memeluk Alana, Reza mengusap lembut rambut gadis yang ada dalam dekapannya ini. "Nabila udah tau tentang lo."

Mata Alana berkaca-kaca. Sahabatnya itu masih sama, Reza adalah laki-laki yang hangat dan penyayang. Tidak ada yang berubah darinya. Alana menghela napas lalu melepaskan pelukannya. "Gimana kabar lo? Wah udah lama ngga ketemu sama Papa lo."

"Baik. Bokap gue pasti seneng denger kabar lo, Al." Reza memperbaiki posisi duduknya. "Lo tinggal dimana sekarang? Kok bisa tiba-tiba ada di Harrison School?"

Alana terdiam sejenak. Ia belum siap untuk menceritakan yang sebenarnya termasuk mengenai dimana ia tinggal saat ini. "Gue tinggal di rumah majikan tempat Ibu kerja." Alana menunduk, memilin jari-jarinya. "Gue dapet beasiswa disini. Oh iya, ngomong-ngomong gimana peraturan di Harrison School, Za?"

Reza terlihat berpikir. "Harrison School sedikit berbeda dari sekolah biasa, Al. Disini pake sistem kasta. Kasta pertama untuk golongan orang-orang yang memiliki pengaruh terhadap sekolah sedangkan kasta kedua dari golongan orang-orang yang, ya bisa dibilang biasa aja."

Alana dengan serius mendengarkan penjelasan Reza. "Pasti ada perbedaan kan diantara keduanya?"

Reza sedikit ragu untuk menjawab pertanyaan dari Alana, namun ia harus mengatakannya agar Alana mengetahui informasi mengenai keberadaannya di Harrison School. "Iya. Kasta pertama lebih dihargai." Ia menghentikan kalimatnya. Alana melirik ke arah Reza, menunggu penjelasan selanjutnya. "Kasta kedua sering jadi "mainan" oleh orang-orang yang ngga bertanggung jawab dari kasta pertama."

"Tapi kan setiap siswa punya hak buat ngebela dirinya sendiri, Za? Kalo pun mereka merasa terganggu oleh anak-anak dari kasta pertama bisa dilaporin ke guru?" tanya Alana menggebu-gebu.

Reza mengerti ketakutan Alana. "Gue setuju. Tapi kenyataannya dunia ngga selamanya berpihak ke orang-orang yang lemah. Sama seperti kasus tadi, ngelaporin kadang bukan jadi solusi. Beberapa hal bisa dibeli dengan mudah karena jabatan dan kekuasaan yang mereka punya."

Perkataan Reza sukses menyadarkan Alana. Ketakutan dan kekhawatiran kembali menyeruak dalam dirinya. Tanpa sadar tangannya sedikit gemetar dan terasa dingin.

Reza cukup peka apa yang dirasakan oleh Alana. Mengetahui dimana Alana tinggal saat ini sudah cukup menjelaskan akan berada di posisi mana Alana berada. Namun Reza tidak akan membiarkan hal itu terjadi dan menimpa gadis yang ada di hadapannya saat ini.

"Al, lo ngga perlu takut. Alana yang gue kenal adalah gadis pemberani dan ngga gampang nyerah. Bahkan dia cukup kuat buat ngelindungin gue dari para pembully sekolah dulu. Mungkin kalo ngga ada lo itu, gue ngga akan seberani sekarang." Jelas Reza

Alana masih mengingat dengan jelas kejadian itu. Ia selalu menjadi garda terdepan untuk Reza jika terjadi apa-apa padanya. Berbeda seperti sekarang, Reza kecil adalah laki-laki pendiam dan penakut. Jika Reza saja percaya, mengapa Alana harus meragukan dirinya sendiri?

Alana melangkahkan kakinya ke arah balkon gedung paling atas Harrison School. Setelah memberitahu Alana, Reza izin untuk pergi karena jam istirahat telah selesai. Alana belum diperbolehkan untuk mengikuti pelajaran mengingat ia tidak memakai seragam sekolah dan belum diizinkan untuk masuk ke dalam kelas. Ia menghembuskan napas pelan, dilihatnya jam di layar ponsel yang menunjukkan pukul 11.00 siang yang mana sudah waktunya untuk Alana pergi bekerja.

***

"Gimana?"

Kala menoleh mendengar pertanyaan singkat dari Kenzo. Ia mengernyitkan dahi dan bingung.

Melihat kebingungan temanya itu, Kenzo menatapnya malas. "Gadis itu."

Kala mengambil bolanya. "Oh. Gue belum dapet informasi apa-apa." Ia kembali memasukkan bola basket yang ada di kedua tangannya ke dalam ring.

Kenzo mengetahui bahwa ada yang disembunyikan dari Kala, namun ia tidak ingin bertanya lebih jauh karena menyangkut privasi laki-laki itu. Biarlah Kala yang akan menceritakan semuanya jika telah siap. "Lo kenal siswa baru tadi?"

Kala masih sibuk men-dribble bola. "Ngga." Ia mengedikkan bahu. "Gue ngga pernah liat dia sebelumnya."

"Tapi gue ngerasa kalo muka dia ngga asing."

Kala menghentikan aktivitasnya bermain basket. Dirinya menepi dan ikut duduk di samping Kenzo. "Maksud lo?"

Laki-laki itu terlihat berpikir dan mencoba untuk mengingat sesuatu. "Kayaknya gue pernah liat dia, tapi lupa dimana."

"Ohh." Kala hanya membalas singkat. Ia tidak ingin bertanya lebih lanjut. Lagipula bisa jadi Kenzo salah orang.

Kala meneguk air minumnya hingga tandas. Saat akan membuang botol ke tempat sampah yang tidak jauh dari tempat duduknya, Kenzo teringat sesuatu.

"Gue baru inget!" Kenzo berdiri dengan ekspresi terkejut dan datar. "Dia pelayan di salah satu resto." Ia menatap ke arah Kala. "Dia juga yang waktu itu nganter makanan ke apartemen gue."


🌚🌚🌚


Halo temen-temen semua🤗

Gimana keadaan hari ini?

Maaf baru bisa update lagi, yaa🙏

Salam hangat dari Tuan Muda hhhi😋💐

The Night We MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang